Kamis, 4 Desember 2025
wanaloka.com
  • Home
  • Indepth
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video
No Result
View All Result
  • Home
  • Indepth
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video
No Result
View All Result
wanaloka.com
No Result
View All Result
  • Home
  • Indepth
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video

Pernyataan Bersama Kerja Sama Maritim Prabowo-Xi Jinping Dipertanyakan, Tanda Cina Sudah Kuasai Indonesia?

Selama ini, Indonesia tidak pernah mengakui klaim Ten Dash Line karena klaim itu mencaplok sebagian wilayah perairan Indonesia di Laut Natuna.

Minggu, 10 November 2024
A A
Presiden Indonesia Prabowo Subianto bersama Presiden RRC Xi Jinping dalam pertemuan bilateral di Cina, 9 November 2024. Foto Muchlis Jr/BPMI Setpres.

Presiden Indonesia Prabowo Subianto bersama Presiden RRC Xi Jinping dalam pertemuan bilateral di Cina, 9 November 2024. Foto Muchlis Jr/BPMI Setpres.

Share on FacebookShare on Twitter

Wanaloka.com – Dalam kunjungan perdana sebagai Presiden ke Cina, Prabowo Subiyanto dan Presiden Xi Jinping melakukan penandatanganan sejumlah nota kesepahaman pada 9 November 2024. Meliputi pengembangan bersama di sektor perikanan, minyak, dan gas di wilayah maritim yang merupakan klaim tumpang tindih antara kedua negara.

Selain itu, terdapat kesepakatan mengenai keselamatan maritim serta pendalaman kerja sama di bidang ekonomi biru, sumber daya air dan mineral, serta mineral hijau. Pertemuan kedua presiden itu sekaligus menandai dimulainya hubungan mitra strategis dengan Cina yang lebih jelas dan eksplisit.

“Tapi langkah ini adalah kebijakan yang keliru dan berisiko serius bagi Indonesia,” kata Founder Bara Maritim & Peneliti HAM dan Sektor Keamanan Setara Institute, Merisa Dwi Juanita dalam siaran tertulis tertanggal 10 November 2024.

Baca Juga: Gunung Lewotobi Laki-Laki Erupsi 11 Kali Sehari, Radius Zona Aman Diperluas 9 Km

Ia pun memaparkan sejumlah alasan.

Pertama, penolakan klaim sepihak Cina.

Indonesia tidak pernah mengakui klaim sepihak Cina atas peta 10 Garis Putus-putus (ten dash line) di Laut Cina Selatan yang diterbitkan pada 28 Agustus 2023 oleh Kementerian Sumber Daya Alam Cina. Klaim ini mencakup wilayah luas di Laut Cina Selatan, termasuk pulau, terumbu karang, dan zona maritim negara lain, serta mencaplok wilayah perairan Indonesia yang sah di sekitar Pulau Natuna.

Kedua, kepatuhan terhadap UNCLOS 1982.

Baca Juga: Surat Komunitas Vegan untuk Prabowo, Percepat Upaya Atasi Pemanasan Global

Indonesia dan Cina adalah negara yang telah meratifikasi Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982. Klaim ruang laut Indonesia saat ini sepenuhnya didasarkan pada ketentuan UNCLOS 1982. Wilayah Tiongkok jauh melampaui 200 nm Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) dan 350 nm landas kontinen sehingga jelas tidak ada tumpang tindih klaim wilayah.

“Jadi memulai kerja sama di wilayah yang menjadi klaim tumpang tindih, tidak memiliki dasar kuat,” kata Merisa.

Terutama mengingat protes terhadap klaim Cina yang konsisten dilakukan sejak tahun 1995 oleh Menlu Ali Alatas hingga Menlu Retno Marsudi pada periode 2019-2024. Pernyataan bersama terkait klaim tumpang tindih di wilayah maritim kedua negara merupakan inkonsistensi yang serius.

Baca Juga: Suadi, Kebijakan Hilirisasi Perikanan Perlu Perhatikan Kesejahteraan Nelayan

Ketiga, putusan arbitrase internasional 2016

Klaim Cina melalui ten dash line (sebelumnya nine dash line) telah terbantahkan oleh Arbitrase Internasional pada tahun 2016 sehingga tidak memiliki basis hukum yang sah. Penandatanganan nota kesepahaman oleh Prabowo dianggap sebagai tindakan yang mengakui klaim Cina, padahal secara hukum internasional klaim tersebut tidak valid.

Keempat, pelanggaran oleh nelayan dan Coast Guard Cina.

Nelayan Cina bersama dengan penjaga pantainya, telah berulang kali melakukan penangkapan ikan ilegal (IUU Fishing) dan melanggar ZEE di Laut Natuna Utara secara agresif. Tindakan ini menyebabkan krisis berkepanjangan yang merugikan Indonesia, baik secara ekonomi maupun keselamatan para nelayan yang terlibat langsung.

Baca Juga: Gunung Lewotobi Laki-laki Erupsi hingga Setinggi 4 Kilometer

Lima pertanyaan pakar Hukum Internasional

Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana juga mempertanyakan Joint Statement (pernyataan bersama) yang dikeluarkan kedua presiden itu. Dalam butir 9 dengan judul “The two sides will jointly create more bright spots in maritime cooperation” disebutkan bahwa “The two sides reached important common understanding on joint development in areas of overlapping claims“.

Pertama, apakah overlapping claims ini terkait klaim sepuluh garis putus (ten dash line) oleh China yang tumpang tindih dengan klaim ZEE Indonesia di Natuna Utara?

“Apabila benar, berarti kebijakan Indonesia terkait klaim sepihak Cina atas 10 Garis Putus telah berubah secara drastis dan merupakan perubahan yang sangat fundamental dan berdampak pada geopolitik di kawasan,” kata Hikmahanto.

Baca Juga: Gunung Lewotobi Laki-laki Erupsi Lagi, BNPB Desak Percepatan Relokasi

Sementara hingga berakhirnya pemerintahan Joko Widodo, Indonesia memilki kebijakan untuk tidak mengakui klaim sepihak Sepuluh (dahulu sembilan) Garis Putus dari Cina. Sebab klaim itu tidak dikenal dalam UNCLOS dimana Indonesia dan Cina adalah negara peserta.

“Terlebih lagi Permanent Court of Arbitration pada 2016 telah menegaskan klaim sepihak Cina tersebut memang tidak dikenal dalam UNCLOS,” tegas dia.

Kedua, adanya joint statement itu berarti Indonesia telah mengakui klaim sepihak Cina atas Sepuluh Garis Putus. Perlu dipahami, joint development hanya terjadi apabila tiap-tiap negara saling mengakui adanya zona maritim yang saling tumpang tindih.

Terkait

Page 1 of 2
12Next
Tags: 10 Garis Putusjoint developmentkerja sama maritimPresiden Prabowo SubiantoSetara Instituteten dash lineXi JinpingZona Ekonomi Ekslusif

Editor

Next Post
Pembangunan Jalan Tol Semarang - Demak yang terintegrasi tanggul laut, 9 November 2024. Foto Kementerian PU.

Tanggul Laut Jadi Solusi Kementerian PU Atasi Banjir Rob Semarang dan Jakarta

Discussion about this post

TERKINI

  • Kayu-kayu yang berserak usai banjir bandang di Sumatra Utara. Foto tangkapan layar kompas.com/youtube.Berulang Kali Tapanuli Selatan Dihantam Banjir Bandang Gelondongan Kayu dari Hulu
    In Lingkungan
    Rabu, 3 Desember 2025
  • Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto (tengah) saat menyampaikan perkembangan bencana Sumatra di Tapanuli Utara, 29 November 2025. Foto BNPB.Anggota DPR Kritik Pernyataan Pejabat Publik Soal Banjir Sumatra Minim Empati
    In News
    Rabu, 3 Desember 2025
  • Peneliti Hidrologi Hutan dan Konservasi DAS UGM, Hatma Suryatmojo. Foto Dok. UGM.Hatma Suryatmojo, Banjir Bandang Sumatra Akibat Akumulasi Dosa Ekologis di Hulu DAS
    In Sosok
    Selasa, 2 Desember 2025
  • Tangkapan video pendek tentang banjir bandang di Tapanuli Tengah, Sumatra Utara. Foto @masinton/instagram.Kerugian Bencana Ekologis Sumatra Rp68,67 Triliun, Tak Sebanding Sumbangan dari Tambang dan Sawit
    In Lingkungan
    Selasa, 2 Desember 2025
  • Bantuan logistik untuk wilayah terdampak bencana Sumatra, Provinsi Aceh, Provinsi Sumatra Utara, dan Provinsi Sumatra Barat. Foto BNPB.Update Bencana Sumatra, Korban Tewas 442 Orang Terbanyak di Sumut
    In Bencana
    Senin, 1 Desember 2025
wanaloka.com

©2025 Wanaloka Media

  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber

No Result
View All Result
  • Home
  • Indepth
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video

©2025 Wanaloka Media