Wanaloka.com – Koordinator Data dan Informasi Stasiun Klimatologi D.I. Yogyakarta, Etik Setyaningrum mengungkapkan, dari tahun ke tahun cuaca ekstrem makin sering dirasakan. Hal ini diakibatkan oleh pemanasan global atau signal pemanasan.
“Misalnya saja di 2016, suhu bumi mencapai 1.28°C di atas suhu rata-rata massa pra-industri. Di Indonesia, anomali maksimum tercatat di Stasiun Meteorologi Sentani – Jayapura (sebesar 0.8 °C) pada tahun 2022,” kata Etik dalam diskusi tentang keadilan iklim yang digelar Yayasan Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKiS) bersama Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta, Minggu, 9 Februari 2025.
Etik Setyaningrum sebagai pembicara utama dalam diskusi tersebut, mengungkapkan, berdasarkan statistik yang dimilikinya, perubahan iklim menyebabkan bencana hidrometeologi yang makin sering terjadi.
Baca Juga: Suara Perempuan Petani Indonesia Menghadapi Perubahan Iklim
“Bencana hidrometeologi itu bencana yang berhubungan dengan air dan atmosfer. Kebanyakan air jadi banjir, kurang air kekeringan, atmosfer terlalu lembab bisa menyebabkan beberapa varietas tidak dapat panen dan lain sebagainya,”katanya.
Ditegaskannya, ada dua cara dalam menghadapi perubahan iklim.
“Pertama tindakan mitigasi yaitu mengatasi penyebab perubahan iklim, dan kedua adaptasi yaitu tindakan menyesuaikan diri untuk mengantisipasi pengaruh buruk perubahan iklim,” imbuhnya.
Peserta diskusi, Heron dari Jampiklim, mengungkapkan kontribusi oksigen dari hutan lebih kecil dibandingkan dari biota laut, sedangkan laut semakin tercemar.
Discussion about this post