Wanaloka.com – Sejak letusan pertama pada 3 November 2024 tengah malam, Gunung Lewotobi Laki-laki masih erupsi hingga 16 November 2024 pukul 21.43 WITA. Pada letusan pertama, erupsi besar memunculkan kolom abu setinggi beberapa kilometer yang disusul aktivitas fluktuatif, naik-turun dalam waktu singkat.
Usai itu, bukan menunjukkan penurunan aktivitas vulkanik, justru gunung api yang terletak di Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur ini menunjukkan peningkatan aktivitas seismik yang signifikan.
“Biasanya, gunungapi yang mulai ‘sembuh’ menunjukkan penurunan aktivitas secara bertahap. Namun, pada Lewotobi, intensitasnya justru naik-turun seperti ‘batuk’ yang belum tuntas,” kata Ahli Vulkanologi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Mirzam Abdurrachman.
Baca Juga: Erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki Warga dari Enam Desa Akan Direlokasi
Kondisi ini menandakan aktivitas vulkanik di dalam dapur magma atau perut gunung belum stabil, sehingga memerlukan pemantauan ketat.
Mengejutkan ahli vulkanologi
Tak seperti Gunung Merapi dan Gunung Merbabu, atau Gunung Sumbing dan Gunung Sindoro yang merupakan dua gunung berbeda meskipun letaknya tampak berdampingan, Gunung Lewotobi mempunyai keunikan. Gunung ini memiliki dua puncak khas yang tampak kembar sehingga sering dijuluki “Gunung Lewotobi Laki-laki” dan “Gunung Lewotobi Perempuan”.
Gunung Lewotobi Laki-laki lebih dulu menunjukkan aktivitas vulkanik. Erupsi pertama yang tercatat secara resmi terjadi pada tahun 1861, diikuti letusan lain pada 1865, 1868, 1907, dan 1914. Setelah istirahat panjang, gunung ini kembali aktif pada 1932, 1939, dan 1940, hingga erupsi terakhir pada 2002. Kemudian aktif kembali pada 2024.
Baca Juga: Strategi Nasional Antisipasi KLB Demam Berdarah Dengue di Indonesia
Menurut Mirzam, interval yang lebih panjang antara letusan menandakan akumulasi energi yang lebih besar dalam gunung.
“Gunung api yang lama beristirahat seperti Lewotobi ini akan mengakumulasi volume dan tekanan magma. Jadi ketika meletus, letusannya bisa jauh lebih besar dari biasanya,” ujar Mirzam.
Secara geologis, gunung yang terletak di atas kerak samudera, biasanya menghasilkan letusan efusif dengan lava mengalir tenang. Namun, letusan kali ini mengejutkan para ahli dengan karakter eksplosif yang memunculkan abu vulkanik yang keluar secara terus menerus sampai jarak 6-7 kilometer.
Baca Juga: BMKG, Pemicu Gempa Pesisir Barat Lampung Deformasi Batuan Dalam Lempeng
Penyebabnya adalah perubahan komposisi magma dari basaltik yang cair menjadi andesitik yang kental, dengan kandungan Silika (SiO2) tinggi.
“Kandungan SiO2 yang tinggi membuat magma lebih kental dan berpotensi menghasilkan letusan eksplosif,” jelas dia.
Cuaca ekstrem picu letusan
Sementara musim hujan bisa menambah risiko letusan, karena air yang meresap ke dalam pori batuan meningkatkan tekanan di dalam gunung, menurunkan daya dukung batuan penutup serta mengerosi tudung gunung api yang membuat potensi letusan menjadi lebih mudah terjadi.
Baca Juga: Karhutla di BTNG Rinjani Dipadamkan, Tapi Masih Berpotensi Sangat Mudah Terbakar
Discussion about this post