Pada 26 Oktober 2022, warga Pakel juga telah menyampaikan kasusnya secara langsung kepada Menteri ATR/BPN, Hadi Tjahjanto yang didampingi Wamen ATR/BPN, Raja Juli Antoni di Kantor Kementerian ATR/BPN, Jakarta.
Baca Juga: Laksana Tri Handoko: Periset Boleh 1000 Kali Salah, Tapi Tak Boleh Bohong
Dalam pertemuan tersebut, pihak kementerian ATR/BPN berjanji akan segera melakukan kunjungan ke Banyuwangi dan mengupayakan berbagai langkah penyelesaian. Namun, hingga kini pun janji tersebut belum terealisasi. Sementara pihak warga Pakel terus mengalami berbagai tekanan dan kriminalisasi.
Pada Oktober 2022, warga Pakel juga menggalang dukungan solidaritas perjuangan dengan melakukan audensi ke Kantor Pusat PBNU dan PP Muhammadiyah di Jakarta. Mereka berharap, pengurus kedua ormas keagamaan itu dapat turut serta melakukan berbagai upaya strategis terkait penguatan advokasi atas perjuangan warga Pakel.
Selain berhadapan dengan kriminalisasi dan tindakan kekerasan, hak warga Pakel untuk mendapatkan informasi publik berupa dokumen HGU dan Surat Izin Usaha milik perkebunan PT. Bumi Sari dipersulit oleh BPN Banyuwangi.
Baca Juga: Gempa Turki, Indonesia Kirim Bantuan Kemanusiaan Tahap Pertama
Kemudian, warga Pakel mengajukan sengketa informasi ke Komisi Informasi (KI), Jawa Timur. Permohonan warga pun dikabulkan KI Jawa Timur. Namun BPN Banyuwangi tetap tidak memberikan dokumen yang diminta kepada warga.
Ditahan dengan Alasan Penyebaran Berita Bohong
Konflik agraria yang menimpa masyarakat Pakel meruncing pada 3 Februari 2023 malam. Lantaran tiga warga Pakel ditahan Polda Jawa Timur dan dikenai Pasal 14 dan atau 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Pasal 14 ayat 1 berisi “Barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya 10 tahun”.
Ayat 2 berbunyi “ Barang siapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan, yang dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya tiga tahun”.
Baca Juga: Deformasi Lempeng Laut Maluku Picu Gempa Mag 6 di Kepulauan Talaud
Sedangkan Pasal 15 berbunyi “Barang siapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga,bahwa kabar demikian akan atau mudah dapat menerbitkan keonaran dikalangan
rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya dua tahun”.
Dalam siaran pers yang diterima Wanaloka.com pada 4 Fenrari 2023, kronologinya bermula ketika lima warga Pakel, meliputi Mulyadi, Suwarno, Untung, Ponari, dan Hariri (sopir) berangkat menggunakan mobil desa jenis APV putih menuju Desa Aliyan untuk menghadiri rapat Asosiasi Kepala Desa Banyuwangi. Mereka berangkat pada 3 Februari 2023 pukul 18.30 WIB.
Pukul 19.30, mobil memasuki wilayah Cawang (Rogojampi Selatan). Hariri dibuat terkejut karena mobil hitam di depan mobil yang disporinya mendadak berhenti. Hariri pun mengurangi kecepatan. Tiba-tiba pula dua mobil berwarna hitam dan putih yang melaju di belakangnya merangsek ke arah mobil warga. Posisi mobil warga pun dikepung tiga mobil tersebut sehingga tidak bisa melanjutkan perjalanan.
Baca Juga: Gempa Turki, Pesawat Kepresidenan Dioperasikan Evakuasi Korban
Selanjutnya, sekitar enam orang yang tidak dikenal meminta semua warga turun dari mobil. Mulyadi, Suwarno, dan Untung lalu digiring masuk ke dalam mobil yang berada di belakang mobil warga. Kemudian Hariri diminta mengendarai mobil desa dengan dikawal empat orang. Sementara Ponari ditinggalkan di tempat kejadian. Penangkapan terhadap tiga warga tersebut disinyalir sebagai penculikan, karena tanpa menunjukan surat penangkapan sehingga dinilai tidak profesional.
Koalisi masyarakat sipil mensinyalir kasus tersebut menunjukkan ketidakprofesionalan Polda Jawa TImur. Pertama, kasus tidak jelas, karena warga dituduh menyebarkan berita bohong. Namun dalam surat pemanggilan tidak jelas berita bohong yang dimaksud.
Kedua, kasus terjadi di wilayah konflik agraria. Seharusnya Polda Jawa Timur belajar dari kasus sebelumnya dalam melakukan penanganan, yaitu tidak buru-buru dan berdasar pertimbangan karena kasus ini bias. Mengingat ada Surat Edaran KSP soal penanganan konflik agraria.
Baca Juga: Dadan Nurjaman: Olah Emas Bebas Merkuri agar Limbah Aman Dibuang ke Lingkungan
Ketiga, warga tengah berjuang di jalur legal melalui pra-peradilan untuk menggugat proses atau penanganan kasus yang tidak sesuai aturan dan etika. Tiba-tiba di tengah jalan mereka dihadang, lalu ditahan. Cara tersebut menambah daftar ketidakprofesionalan polisi.
Keempat, koalisi menuntut Polda Jawa Timur untuk membebaskan tiga warga Pakel tersebut segera. Juga meminta ATR BPN, Komnas HAM dan lembaga terkait untuk serius membela hak asasi manusia. [WLC02]
Sumber: PP Muhammadiyah
Discussion about this post