Wanaloka.com – Prasasti Yupa tidak hanya menjadi bukti kejayaan Kerajaan Kutai sebagai kerajaan tertua di Nusantara. Namun juga merepresentasikan sebuah narasi riset yang sarat nilai budaya, historis, dan akademis.
Hal tersebut diungkapkan Kepala Organisasi Riset Arkeologi, Bahasa, dan Sastra (OR Arbastra) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Herry Jogaswara dalam seminar bertajuk “Prasasti Yupa Kerajaan Kutai dan Prasasti Padang Lawas dalam Konteks Sejarah Kawasan”, yang digelar di BRIN Kawasan Sains Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, Selasa, 22 Juli 2025.
Herry menjelaskan prasasti tersebut memiliki nilai sejarah dan arkeologi yang sangat penting sebagai bukti keberadaan salah satu kerajaan tertua di Indonesia. Namun, ternyata belum terdaftar secara resmi dalam program Memory of the World atau Warisan Ingatan Dunia dari Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO).
Baca juga: Eka Tarwaca, Konversi Lahan Karet Menjadi Kebun Sawit Keliru dan Berisiko
“Acara ini menjadi forum penting untuk membahas warisan prasasti tertua di Indonesia, mulai dari Yupa di Kutai, Kalimantan Timur, hingga prasasti Hindu-Buddha di Padang Lawas, Sumatera Utara,” kata dia.
Kolaborasi dengan Perkumpulan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) Komisariat Daerah (Komda) Jabodetabek dan kehadiran perwakilan Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) Kutai Kartanegara memberi perspektif lebih luas mengenai pelestarian situs-situs bersejarah.
“BRIN siap berkolaborasi dengan Kementerian Kebudayaan dan pemerintah daerah untuk memperkuat upaya pelestarian, termasuk pengajuan Yupa ke UNESCO. Pengakuan UNESCO akan menjadi bukti bahwa peradaban Nusantara diakui sebagai bagian penting dari warisan dunia,” jelas dia.
Baca juga: Ranggah Kijang Bercabang Dua, Ranggah Rusa Bercabang Banyak
Dukungan UNESCO dan pemda
Duta Besar/Wakil Delegasi Tetap RI untuk UNESCO, Ismunandar melalui video sambutan, menegaskan bahwa pengusulan prasasti Yupa sebagai Memory of the World sangat strategis. Mengingat yupa yang berasal dari abad ke-4 Masehi menjadi catatan sejarah yang jauh lebih tua dibandingkan dokumen-dokumen Indonesia lain yang sudah diakui UNESCO.
Menurut dia, penting sekali dukungan dari para arkeolog, akademisi, dan institusi riset untuk memperkuat nominasi tersebut. Sekaligus melakukan sosialisasi luas agar publik memahami nilai penting prasasti ini.
Sementara itu, Kepala Bidang Sosial dan Kependudukan BRIDA Kutai Kartanegara, Tulus Sutopo menyebutkan pemerintah daerah terus berupaya mengembangkan situs Muara Kaman, meskipun sempat terkendala efisiensi anggaran.
Baca juga: Konflik Tenurial, BAM DPR Dorong Keadilan Bagi Warga di Kawasan Hutan
“Pemerintah daerah berkomitmen menjalin kerja sama strategis dengan BRIN untuk menyusun heritage impact assessment sebagai peta jalan pengembangan kawasan situs Muara Kaman,” kata dia.
Kajian ini dinilai penting untuk memastikan setiap langkah revitalisasi situs bersejarah memiliki landasan ilmiah, terarah, dan berkelanjutan. Meski diakui ada kendala efisiensi anggaran yang membuat rencana kerja tidak sepenuhnya terlaksana pada tahun ini. BRIDA akan memprioritaskan dukungan terhadap upaya pelestarian warisan budaya Kutai di tahun-tahun mendatang.
Nilai historis dan linguistik prasasti Yupa
Kepala Pusat Riset Arkeologi Prasejarah dan Sejarah (PRAPS-BRIN), Irfan Mahmud menyatakan prasasti Yupa memiliki nilai historis sekaligus linguistik yang sangat tinggi sehingga layak diusulkan sebagai Memory of the World UNESCO.
Baca juga: Ikan Nila dan Mujair Berbeda secara Morfologis, Tak Jauh Beda dalam Reproduksi
Ia memerinci bahwa dari tujuh prasasti Yupa yang ditemukan di Muara Kaman, baru empat di antaranya yang berhasil dibaca dengan baik. Sementara tiga prasasti lainnya masih memerlukan kajian epigrafi mendalam.
“Yupa bukan sekadar prasasti tertua di Indonesia, tetapi juga menyimpan grand narrative yang menjembatani perkembangan bahasa Indo-Arya dengan bahasa-bahasa lokal di Nusantara,” jelas dia.
Baginya, besar harapan agar Pemda Kutai Kartanegara dan para peneliti dapat bekerja sama membentuk kelompok kerja lintas sektor dengan melibatkan BRIN, Kementerian Kebudayaan, IAAI, hingga komunitas heritage. Ini guna memperkuat riset dan pelestarian situs Muara Kaman.
Discussion about this post