Wanaloka.com – Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana maupun Kepala Lembaga Riset Internasional Pangan, Gizi dan Kesehatan (LRI-PGK) IPB University, Prof. Drajat Martianto bersepakat bahwa kontribusi teknologi pangan, riset, dan inovasi perguruan tinggi sangat menentukan keberhasilan MBG.
Inovasi teknologi pangan diklaim mampu menjamin keamanan, kualitas, dan keberlanjutan program Makan Bergizi Gratis (MBG) bagi jutaan anak sekolah, salah satunya adalah freeze dried. Teknologi freeze dried dinilai penting untuk memastikan makanan tetap segar, higienis, dan mudah didistribusikan dalam skala besar.
“Indonesia butuh teknologi freeze dried dari para ahli teknologi pangan agar program ini berjalan kuat dan berkelanjutan,” kata Dadan.
Menurut dia, tantangan MBG tidak hanya berkaitan dengan distribusi. Melainkan juga penyediaan makanan berkualitas yang aman dikonsumsi setiap hari.
Baca juga: Implementasi Dokumen SNDC Diragukan, Tak Ada Komitmen Pemerintah Pensiunkan PLTU Batu Bara
“Kita membutuhkan teknologi di mana makanan dimasak segar, berkualitas, higienis, tetapi tahan sampai besoknya. Saya berharap teknologi freeze drying bisa dikembangkan lebih luas,” imbuh dia.
Bagi Dadan, teknologi ini, berpotensi menjaga mutu pangan tanpa mengurangi kandungan gizinya. Besarnya kebutuhan pangan untuk satu Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), yakni untuk 3.000 anak membutuhkan 5 ton beras atau setara 10 ton gabah kering giling per bulan.
Kebutuhan komoditas lain seperti telur, ayam, hingga buah konsumsi pun sangat besar. Untuk 3.000 anak memerlukan setidaknya 200 kg telur sekali masak. Jika dikonsumsi dua kali seminggu, maka kebutuhan mencapai 1,6 ton telur per bulan.
Ia menilai Indonesia tidak bisa lagi mengandalkan produksi konvensional. Kehadiran MBG diklaim membawa pendekatan baru karena produksi dan pembelian pangan dijamin pemerintah.
Baca juga: Palka Pendingin Tenaga Surya, Ramah Lingkungan dan Tak Perlu Beli Es Batu
“Selama ini kita bicara produksi, produksi, produksi. Tapi pembeliannya tidak pernah dijamin. Dalam MBG, pemerintah menjamin produksi sekaligus pembelian. Ini sesuatu yang belum pernah terjadi,” kata Dadan.
Drajat menambahkan penguatan SPPG, inovasi dapur besar, serta teknologi penyimpanan dan pengolahan, penting untuk memastikan makanan aman dikonsumsi. Inovasi juga diperlukan untuk mengurangi plate waste yang tinggi pada anak usia dini.
Ia turut memaparkan triple burden of malnutrition menjadi persoalan gizi nasional yang harus diselesaikan melalui MBG. Selain itu, hidden hunger juga menjadi isu besar karena tidak kasatmata, tetapi berdampak pada imunitas dan perkembangan anak.
“Kami tidak ingin melewatkan masa pertumbuhan pada usia sekolah dan remaja. Anak-anak stunting akan memiliki risiko tinggi pada penyakit tidak menular masa dewasa. Intervensi tidak boleh hanya berfokus pada 1.000 hari pertama kehidupan,” kata dia.







Discussion about this post