Keduanya menyebutkan Indonesia memiliki seluas 125 juta hektare kawasan hutan negara yang dikelilingi 27.000 desa. Di kawasan konservasi seluas 26,9 Juta hektare kawasan konservasi dikelilingi 6.700 desa yang ditinggali lebih dari 16 juta jiwa keluarga tani.
Baca juga: Proyek 20 Juta Ha Lahan, Komisi IV: Apa Tak Ada Cara Lain Selain Merusak Hutan?
“Karena itu kelestarian hutan berdampak langsung pada keselamatan jutaan keluarga tani,” imbuh mereka.
Diduga ada penyingkiran paksa masyarakat adat
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) juga mengingatkan Prabowo dan Raja Juli, bahwa kebijakan tersebut tidak hanya memicu deforestasi dan kerusakan lingkungan. Namun juga potensial menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat berupa penyingkiran secara paksa masyarakat lokal atau masyarakat adat (eksklusi).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2003, tercatat sekitar 48,8 juta jiwa atau 22 persen dari 219,9 juta penduduk Indonesia yang tinggal di dalam dan sekitar hutan, sebagian besar adalah penduduk miskin dan memiliki mata pencaharian langsung dari hutan.
Baca juga: Aktivis Tangerang Desak PSN PIK 2 Dibatalkan, Komisi IV DPR Pertanyakan Sikap Menteri Kehutanan
Artinya, pembukaan lahan 20 juta Ha menjadi ancaman serius dan berdampak luas bagi puluhan juta masyarakat miskin dan rentan yang selama ini bergantung pada hutan sebagai sumber pangan dan penghidupan.
Mengingat pola pengambilan kebijakan terhadap proyek-proyek ambisius Pemerintah, khususnya Proyek Strategis Nasional (PSN) sejak awal telah mengabaikan hak atas informasi dan partisipasi masyarakat lokal/adat sebagai hak atas pembangunan yang paling mendasar.
Di sisi lain, pelibatan TNI dan Polisi dalam proyek ketahanan pangan kian meyakinkan, bahwa proyek ini akan dijalankan secara represif. Mengingat banyak jejak kekerasan polisi dan TNI terhadap masyarakat lokal terdampak PSN sebelumnya, misalnya yang terjadi pada Proyek Rempang Eco City, food estate di Merauke, dan sebagainya.
Baca juga: Huntap Warga Terdampak Banjir dan Longsor di Sukabumi Senilai Rp60 Juta
Oleh karea itu, kebijakan ini dipastikan tidak mematuhi standar HAM, khususnya yang diatur dalam UU Nomor 11 Tahun 2005 tentang Kovenan Hak Ekosob (Pasal 11, paragraf 1) dan UU Nomor 12 Tahun 2005 tentang Kovenan Hak Sipol (Pasal 17, 23 dan 27). Disinyalir, kebijakan ini adalah praktik kebijakan dengan niat jahat yang sistematis.
Selama ini, praktik pembukaan lahan dalam skala besar, khususnya di wilayah PSN menjadi sumber konflik agraria dan episentrum kekerasan terhadap masyarakat lokal/adat. Penggusuran paksa, kriminalisasi dan kekerasan yang menyertai sudah menjadi pola berulang.
Berdasarkan data YLBHI, dalam tiga tahun terakhir, terdapat sekitar 190 kasus kriminalisasi terhadap masyarakat lokal/adat tinggal di dalam/sekitar kawasan hutan. Kasus-kasus ini menunjukkan pola pelanggaran HAM yang sistematis, dimana pengambilan kebijakan tidak transparan-partisipatif dan masyarakat yang mempertahankan haknya akan berhadapan dengan ancaman, intimidasi, hingga penangkapan sewenang-wenang.
Baca juga: Banjir di Empat Desa Serdang Bedagai Akibat Tanggul Jebol
Lebih lanjut, berdasarkan data penanganan kasus LBH-YLBHI akibat dari penggusuran paksa, orang-orang sering kali kehilangan tempat tinggal dan hak hidup layak, hak atas pangan, hak atas budaya, hak atas pekerjaan dan tanpa sarana untuk mencari nafkah. Sering kali tidak memiliki akses yang efektif terhadap penyelesaian hukum atau penyelesaian lainnya. Penggusuran paksa seringkali menyasar sektor masyarakat yang paling miskin dan rentan, terutama perempuan, anak-anak, dan masyarakat adat.
Atas dasar itu, Pengurus YLBHI menyampaikan dua desakan kepada Pemerintah. Pertama, menghentikan rencana pembukaan lahan 20 juta hektare dalam kawasan hutan. Kedua, Pemerintah harus kembali pada prinsip yang demokratis, keadilan sosial dan keberlanjutan dalam setiap kebijakan, serta memastikan bahwa kebijakan pangan dan energi benar-benar untuk kesejahteraan rakyat. [WLC02]
Discussion about this post