“Menhut mesti hati-hati, jangan buru-buru memutuskan. Lakukan kajian yang mendalam, ajak akademisi dan masyarakat sipil untuk merancang rencana komprehensif. Pembangunan apa pun harus berjalan seiring dan seimbang dengan kelestarian hutan,” ujar Yohan dalam keterangannya, Senin, 6 Januari 2025.
Baca juga: Pemerintah Terapkan Biodiesel B40 Berbasis Minyak Sawit Per 1 Januari 2025
Politisi Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) itu menegaskan bahwa kelestarian hutan dan lingkungan tidak boleh dikorbankan. Ia menekankan bahwa pembangunan dan keberlanjutan hutan harus berjalan beriringan.
“Walaupun demi ketahanan pangan dan energi, tidak boleh sampai merusak kelestarian hutan,” tegas dia.
Yohan mengingatkan jika rencana tersebut dilakukan tanpa kehati-hatian, maka tidak hanya akan merusak ekosistem, tetapi juga mengancam masa depan generasi berikutnya.
“Kerugian ekologis akan sangat besar. Berkurangnya tutupan hutan dapat menyebabkan kekeringan, gagal panen, pemanasan global, longsor, banjir bandang, dan dampak negatif lainnya,” tutur legislator asal daerah pemilihan (dapil) Nusa Tenggara Timur (NTT) I tersebut.
Baca juga: Waspada Wabah Virus HMPV Merebak di Cina, Berisiko Bagi Anak-anak dan Lansia
Ia menyarankan agar pemerintah mempertimbangkan cara lain untuk mencapai ketahanan pangan dan energi tanpa melakukan deforestasi. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan teknologi modern.
“Kita memiliki banyak ahli yang memahami cara mencapai ketahanan pangan dan energi tanpa deforestasi. Misalnya, dengan memaksimalkan teknologi pertanian dan energi bersih yang terbarukan,” jelas dia.
Teknologi memiliki peran penting dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi pangan. Beberapa langkah konkret yang dapat dilakukan adalah teknologi pemuliaan benih, modernisasi alat pertanian, pembangunan infrastruktur pertanian, penyuluhan petani, serta penyediaan pupuk yang murah dan mudah diakses.
Baca juga: Kenali Karakteristik Ikan Buntal agar Tak Keracunan
“Dengan teknologi seperti ini, kebutuhan pangan dan energi bisa terpenuhi tanpa harus menebang jutaan hektare hutan untuk lahan baru,” kata Yohan.
Ia menambahkan bahwa kunci keberhasilan mencapai ketahanan pangan dan energi adalah kerja sama erat antara pemerintah, akademisi, dan pakar di bidangnya. Dengan demikian, pemanfaatan teknologi dapat dioptimalkan tanpa harus merusak lingkungan.
“Untuk mencapai ketahanan dan swasembada pangan, kita tidak perlu merusak hutan. Lahan yang sudah ada bisa dimaksimalkan melalui intensifikasi pertanian, misalnya dengan memperbaiki irigasi dan teknologi pertanian,” imbuh Yohan.
Baca juga: Proyek 20 Juta Hektare Hutan untuk Pangan dan Energi, Walhi Ingatkan Kiamat Ekologis
Harus dirancang matang
Sementara Anggota Komisi IV DPR RI, Slamet juga mendukung visi pemerintah dalam mewujudkan kedaulatan pangan dan energi. Namun, ia mengingatkan bahwa pelaksanaannya harus dilakukan secara terukur agar tidak menimbulkan persoalan baru.
“Namun, saya meminta Kementerian Kehutanan untuk menerjemahkan visi tersebut ke dalam program yang terukur. Jangan sampai menimbulkan persoalan baru seperti konflik lahan atau kerusakan lingkungan,” ujar Slamet dalam keterangan tertulis, Senin, 6 Januari 2025.
Ia juga menekankan pentingnya menjaga keseimbangan ekologi dalam implementasi program ini.
Baca juga: Dua Kapal Antar Eksplorasi ke TN Taka Bonerate, Atol Terbesar Ketiga Dunia
“Kementerian Kehutanan jangan ikut latah dan salah kaprah. Kontribusi kementerian ini dalam mendukung swasembada pangan harus memastikan bahwa hutan tetap utuh dan lestari. Jika hutan rusak, ketersediaan air untuk produksi pertanian bisa terganggu. Itu akan menjadi kontraproduktif terhadap tujuan awal program ini,” tegas politisi Fraksi PKS tersebut.
Slamet mengingatkan bahwa hutan adalah aset vital untuk keberlanjutan sumber daya alam Indonesia. Ia juga menyarankan agar pemerintah lebih memprioritaskan lahan-lahan di luar kawasan hutan yang tidak produktif dan terbengkalai untuk dioptimalkan sebagai solusi bagi program swasembada pangan.
“Hutan adalah aset penting untuk keberlanjutan sumber daya alam kita. Masih banyak lahan di luar kawasan hutan yang tidak produktif dan terbengkalai yang bisa dioptimalkan untuk mendukung produksi dalam rangka swasembada pangan,” tutupnya.
Baca juga: Pohon Sawit Diklaim Tak Sebabkan Deforestasi, Walhi Nilai Prabowo Anti Sains
Sebelumnya, Kementerian Kehutanan berencana untuk membuka lahan hutan seluas 12 hingga 20 juta hektare dengan dalih untuk mendukung program kedaulatan pangan dan energi nasional. Raja Juli memperkirakan, sekitar 1,1 juta hektare dari total lahan tersebut memiliki potensi untuk menghasilkan hingga 3,5 juta ton beras per tahun. Program ini diklaim sejalan dengan upaya pemerintah memperluas food estate hingga ke tingkat desa guna memperkuat ketahanan pangan nasional.
Kementerian Kehutanan menyebut bahwa pemanfaatan kawasan hutan yang kurang produktif dapat menjadi solusi untuk mendukung ketahanan pangan, meskipun tugas utama berada di bawah Kementerian Pertanian dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). [WLC02]
Sumber: DPR
Discussion about this post