Wanaloka.com – Pernyataan Presiden Prabowo Subianto, bahwa tidak perlu takut membuka lahan sawit dan rencana ekstenfikasi sawit, dinilai Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) tidak terlalu mengejutkan. Sebab rencana itu sudah terbaca dari kebijakan dan program yang ada saat ini.
Namun pernyataan, bahwa pembukaan sawit tidak menyebabkan deforestasi karena mempunyai daun, dinilai mengejutkan. Sebab disampaikan seorang Presiden yang seharusnya berbicara berdasarkan sains, pengetahuan, riset dan fakta-fakta yang ada.
Padahal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 2022 melalui rilisnya menegaskan bahwa sawit bukanlah tanaman hutan. KLHK juga merinci praktik kebun sawit yang ekspansif, monokultur, dan non prosedural di dalam kawasan hutan, sehingga menimbulkan beragam masalah hukum, ekologis, hidrologis dan sosial.
Baca juga: Gempa Pertama 2025 Dirasakan di Barat Laut Dompu, Terakhir 2024 di Kolaka Timur
“Ini menunjukkan pernyataan Presiden Prabowo tidak berdasarkan data dan fakta yang diterbitkan pemerintah sendiri,” kata Manager Kampanye Hutan dan Kebun Eksekutif Nasional Walhi, Uli Arta Siagian dalam rilis Walhi, 1 Januari 2025.
Berdasarkan data KLHK, sawit ilegal dalam kawasan hutan mencapai sekitar 3,2 juta hektare. Artinya, lahan hutan seluas 3,2 juta hektar telah terdeforestasi akibat ekspansi sawit skala besar.
“Presiden jelas-jelas tidak memakai data pemerintah sendiri saat berbicara mengenai deforestasi dan sawit. Bukan hanya berdampak pada deforestasi, polusi, kerusakan sungai, krisis air, banjir dan longsor serta kebakaran hutan lahan, juga menjadi kerugian yang harus ditanggung rakyat dan lingkungan,” papar Uli.
Baca juga: Potensi Cuaca Ekstrem Menurun, Awal Januari 2025 Puncak Musim Hujan
Tak hanya KLHK, data-data lain juga menguatkan. Pada 8 Desember 2024, Special Rappourteurs dan Kelompok Kerja PBB menyurati Pemerintah Indonesia terkait pelanggaran hak-hak masyarakat adat, degradasi lingkungan hidup, intimidasi dan kriminalisasi terhadap para pembela hak asasi manusia (HAM) yang meluas di industri kelapa sawit. Kondisi ini menambah rentetan keprihatinan atas operasi raksasa kelapa sawit Indonesia, khususnya operasi anak-anak perusahaan AAL di Sulawesi.
Lihat juga, surat terbuka dari 30 organisasi lebih menyoroti pelanggaran lingkungan hidup, hak asasi manusia, dan tata kelola yang dilakukan AAL. Juga menuntut RSPO karena melakukan tindakan greenwashing pada perusahaan kelapa sawit yang berkonflik.
Perluasan ekspansi perkebunan sawit skala besar akan semakin memperpanjang rantai konflik agraria, kerusakan lingkungan, kebakaran hutan dan lahan, bencana ekologis, dan korupsi di sektor sawit. Apalagi dalam pernyataannya, Prabowo meminta polisi dan tentara menjaga perkebunan sawit.
Discussion about this post