Wanaloka.com – Rencana pernikahan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman dengan adik Presiden Joko Widodo, Idayati menuai kontroversi publik. Sebagian menilai pernikahan tersebut hak dari setiap warga negara tanpa memandang status atau jabatan kedua mempelai. Mengingat hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan diatur dalam Pasal 28 B UUD 1945.
Sebagian lainnya menilai pernikahan tersebut akan menjadi pintu gerbang tergerusnya independensi MK. Apalagi kabar rencana pernikahan itu berembus di sela kontroversi kabar tentang usulan penundaan pemilihan umum 2024 dan perpanjangan periodesasi presiden menjadi tiga tahun.
Baca Juga: KPK Ingatkan Penyelenggara Negara Menyampaikan LHKPN Tahun 2021
“Dan MK RI mengadili judicial review berbagai undang-undang yang diajukan dan atau didukung Presiden,” kata Kepala Pusat Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (PSH FH UII), Anang Zubaidy dalam siaran pers yang diterima Wanaloka.com, Jumat, 25 Maret 2022.
Produk undang-undang yang dimaksud, antara lain UU Ibu Kota Negara (IKN), UU KPK, dan UU Cipta Kerja.
“Jadi pernikahan mereka berpotensi melanggar Kode Etik dan Perilaku Hakim MK. Sekaligus berpotensi meruntuhkan marwah MK,” kata Anang.
Khususnya berkaitan dengan penerapan prinsip independensi, prinsip ketidakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kepantasan dan kesopanan, serta prinsip kecakapan dan kesetaraan. Prinsip-prinsip tersebut diatur dalam Sapta Karsa Hutama yang memuat Kode Etik dan Perilaku Hakim MK.
Baca Juga: Pakar Kehutanan dan Bank Dunia: Konsep Forest City IKN Perlu Partisipasi Masyarakat
Sementara prinsip ketidakberpihakan dan integritas menghendaki hakim konstitusi harus menjaga dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap citra dan wibawa mahkamah, baik dalam berperilaku maupun melaksanakan keadilan.
Discussion about this post