Wanaloka.com – Pernyataan Kepala Pusat Penerangan dan Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, bahwa penjabat kepala daerah dapat diangkat dari unsur Tentara Republik Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) mendapat catatan dari Pusat Studi Hukum Konstitusi (PSHK) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII).
Bahwa berdasarkan Pasal 201 Ayat (10) dan Ayat (11) UU Nomor 10 Tahun 2016 menyebutkan, yang berhak menjadi penjabat kepala daerah dalam menuju transisi menuju Pilkada serentak nasional 2024 adalah pejabat pimpinan tinggi madya untuk jabatan gubernur dan pejabat pimpinan tinggi pratama untuk jabatan bupati/walikota.
“Untuk pengisian penjabat kepala daerah dapat diisi dari unsur TNI dan Polri ada ketentuannya,” kata Peneliti PSHK FH UII, Muhamad Saleh dalam siaran pers yang diterima Wanaloka, Sabtu, 21 Mei 2022.
Ada tiga undang-undang yang menjadi acuan. Yakni Pasal 109 Ayat (2) UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, Pasal 47 Ayat (1) UU 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, dan Pasal 28 Ayat (3) UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri.
“Ketiganya menegaskan hanya prajurit TNI dan anggota Polri yang telah pensiun atau mengundurkan diri dari dinas aktif yang dapat menduduki jabatan sipil sebagai penjabat kepala daerah,” kata Saleh.
Norma tersebut ditegaskan kembali dalam pertimbangan hukum angka 3.13.3 Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 15/PUU-XX/2022 yang menyatakan, prajurit TNI dan anggota Polri dilarang menjadi Penjabat Kepala Daerah apabila belum mengundurkan diri atau belum pensiun dari dinas aktif. Penegasan norma tersebut dalam pertimbangan Putusan MK membuat ketentua tersebut bersifat mengikat.
“Karena masuk dalam kategori ratio decidendi yang tidak dapat dipisahkan dari amar putusan. Bahkan menjadi mandat konstitusional, sehingga seluruh lembaga negara, termasuk Kementerian Dalam Negeri wajib melaksanakannya,” papar Saleh.
Discussion about this post