Wanaloka.com – Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati menegaskan zero victim menjadi tolok ukur keberhasilan sistem peringatan dini yang dibangun BMKG. Namun zero victim tidak akan pernah terwujud apabila early warning dan early action tidak seiring sejalan.
“Keduanya harus berjalan imbang apabila Indonesia ingin nol korban jiwa saat terjadi bencana,” kata Dwikorita.
Early warning merupakan aspek teknis yang terus membutuhkan inovasi teknologi dan bagian bagian sistem hulu yang dikoordinasikan oleh BMKG. Sedangkan early action merupakan aspek sosio-kultur yang secara nasional dikoordinasikan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sehingga merupakan bagian sistem hilir. Namun pemerintah daerah merupakan garda terdepan dalam melakukan aksi dini.
“Kedua aspek hulu-hilir atau teknis-kultural tersebut harus terintegrasi, terkoneksi secara berkesinambungan, agar zero victims,” imbuh Dwikorita.
Baca Juga: RI-AS Tandatangani MoU Dukungan terhadap FOLU Net Sink 2030
Sementara Indonesia menghadapi tantangan bencana dan perubahan iklim yang semakin kompleks, dinamis, dan penuh ketidakpastian. Rumus zero victim harus menjadi acuan gerak langkah dalam menghadapi ancaman bencana alam.
Kesiapsiagaan tidak hanya di level pemerintah saja, melainkan juga harus mengakar di seluruh rakyat Indonesia. Hal tersebut tidak berlebihan lantaran faktanya Indonesia adalah negara rawan bencana karena dilalui oleh Sirkum Pasifik atau yang lebih dikenal dengan Cincin Api Pasifik dan Sabuk Mediterania. Bahkan Indonesia berada di Zona Tumbukan Lempeng-lempeng Tektonik Aktif. Fakta inilah yang menjadikan Indonesia rawan akan gempa bumi, tsunami, tanah longsor, juga erupsi gunung berapi.
Belum lagi ditambah fakta bahwa Indonesia adalah negara benua maritim yang berada di wilayah tropis, sehingga rentan terimbas badai, topan, dan juga siklon tropis yang kerap terjadi di wilayah khatulistiwa, terutama yang dekat dengan Samudra Pasifik. Pun, Indonesia adalah negara dengan curah hujan yang tinggi.
Baca Juga: Mitigasi Konflik, BKSDA Sumsel Pasang GPS Collar pada Gajah Liar
“Ancaman bencana sangat banyak. Jadi, mitigasi yang dilakukan pun harus dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan massif. Literasi dan edukasi terkait mitigasi bencana untuk masyarakat pun harus ditingkatkan. Ini menjadi pekerjaan rumah besar kita bersama. Karena bencana selalu datang dengan tiba-tiba, tidak menunggu kapan kita siap,” tambah pakar bencana longsor ini.
TKDN Jadi Prioritas
Dwikorita juga menyinggung soal Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) dalam pembangunan sistem peringatan dini BMKG. Selama ini BMKG telah membuat secara mandiri berbagai peralatan operasional utama meteorologi, klimatologi, dan geofisika. Produk-produk tersebut pun telah teruji kemampuan dan kualitasnya serta teregister paten.
“Hanya saja memang, BMKG masih seperti ‘penjahit’, karena produk dibuat sesuai kebutuhan, belum diproduksi secara massal dan dikomersialisasikan,” ujar Dwikorita.
Baca Juga: Hujan dan Sungai Melimpas Sebabkan Kota Pekalongan Banjir
Dia mencontohkan produk karya BMKG, seperti Automated Weather Observing System (AWOS) yang pernah dipasang di landasan pacu ke-3 Bandara Soekarno Hatta dan di Yogyakarta Internasional Airport. AWOS tersebut dilengkapi sejumlah sensor seperti sensor suhu dan kelembaban, sensor tekanan, sensor curah hujan, sensor arah dan kecepatan angin, dan sensor radiasi matahari.
Selain itu, BMKG juga telah memproduksi intensity meter yang berfungsi untuk mendeteksi guncangan pada suatu peralatan tertentu akibat gempa bumi, bukan mengukur kekuatan gempa bumi. Meski buatan BMKG, menurut Dwikorita, kondisinya sejak dipasang hingga hari ini masih baik serta data yang dihasilkan selalu tepat dan akurat.
Sementara itu, terkait kegiatan Komponen II BMKG, Dwikorita berharap kegiatan tersebut dapat meningkatkan kecepatan, ketepatan dan akurasi informasi gempa bumi dan peringatan dini tsunami, serta memperluas jangkauan informasi tersebut.
Baca Juga: Literasi Kebencanaan Melalui Seni dan Budaya di Bukittinggi
Beberapa kegiatan IDRIP-BMKG, seperti pembangunan InaEEWS, Upgrading Seismograph, WRS Dissemination, dan Penguatan Operasional Sistem Peringatan Dini mendapat dukungan dan arahan penuh dari Komite Penasehat Teknis (Technical Advisory Committee/TAC) IDRIP-BMKG.
Discussion about this post