Baca Juga: DPR Sahkan RKUHP Sebelum Reses, YLBHI: Semua Bisa Kena Kriminalisasi
Pada waktu yang telah ditentukan, burung Garuda itu dilepas menuju puncak Gunung Kie Besi. Setelah matahari terbenam, burung Garuda mulai bekerja semalam suntuk mengumpulkan tanah dan batu hingga menjelang terbitnya matahari. Burung Garuda pun bersiap pulang dengan membawa pulang tanah dan batu yang akan ditumpuk di puncak Gunung Gamalama.
Namun dalam perjalanan pulang, siang pun datang. Burung Garuda yang telah mendekati puncak Gunung Gamalam segera melepaskan beban tanah dan babatuan yang berjatuhan ke laut antara Rum dan Kayu Merah. Tanah dan bebatuan itulah yang menjelma menjadi sebuah pulau yang dinamakan Pulau Maitara. Dalam Bahasa Makian Barat, “mai” artinya batu dan “tara” artinya ke bawah. Pulau Maitara ini terletak di sebelah selatan kota Ternate dengan bentuk pulaunya yang indah.
Baca Juga: Gempa Cianjur, BNPB Salurkan Logistik ke Daerah Sulit Dijangkau
Untuk mencapai Danau Ngade, wisatawan bisa menempuh perjalanan dari Kota Ternate sejauh 10 kilometer dengan waktu tempuh kurang lebih 30 sampai 45 menit menggunakan kendaraan roda dua atau mobil. Wisatawan hanya membayar uang parkir sebesar Rp5.000 untuk kendaraan roda dua dan Rp10.000 untuk kendaraan roda empat.
Pulau Kaya Rempah

Mengapa Pulau Maitara diabadikan dalam uang kertas? Dikutip dari tulisan Program Studi Parastologi dan Entomologi Kesehatan IPB Bogor 2016, Upik Kesumawati Hadi, dua pulau tersebut punya peranan penting pada sejarah Indonesia. Yakni aneka tumbuhan penghasil rempah-rempah banyak bertumbuh di sana sehingga menjadi incaran Portugis pada abad 16.
Baca Juga: Analisis Pakar, Perlu Peta Jalur Gempa untuk Hidup Harmonis dengan Gempa
Portugis pertama kali masuk ke kepulauan Maluku usai menaklukkan Malaka pada 1512. Di Pulau Maitara inilah penjajah Portugis pertama kali menginjakkan kaki di wilayah Maluku. Selanjutnya melalui penaklukan militer dan persekutuan dengan penguasa setempat, mereka mendirikan pos, benteng, dan misi perdagangan di Indonesia Timur dengan rempah-rempah berupa cengkih dan pala sebagai komoditas utamanya.
Bunga cengkih adalah rempah-rempah tertua yang telah dikenal dan digunakan ribuan tahun sebelum masehi. Pohon cengkih merupakan tanaman asli kepulauan Maluku (Ternate dan Tidore), yang dikenal sebagai ‘The Spice Islands’. Dan pala merupakan tanaman buah berupa pohon tinggi asli Indonesia berasal dari wilayah Banda dan Maluku. [WLC02]







Discussion about this post