Baca Juga: Dua Orang Tewas dalam Bencana Hidrometeorologi di Kota Manado
Jenis-jenis turbulensi dalam transportasi udara, yaitu pertama, turbulensi konvektif yang disebabkan oleh awan konvektif. Awan ini dikenal dengan sebutan awan cumulonimbus (Cb) yang di dalamnya terjadi turbulensi besar, terutama saat hujan dan badai guntur.
Kedua, Microburst merupakan wind shear yang berasal dari aliran udara dingin dari bagian bawah awan badai dengan pola seperti tanaman jamur terbalik. Biasanya diakibatkan awan comulonimbus (Cb). Saat terjadi badai di awan gelap (kondisi saturage), muncullah microburst yang merupakan musuh utama penerbang pesawat terbang, baik saat take off maupun landing.
Ketiga, turbulensi yang terjadi saat kondisi cuaca tak terduga di daerah yang tidak berawan konvektif. Namanya Clear Air Turbulence (CAT) atau Turbulensi Cuaca Cerah. Turbulensi jenis CAT ini sulit dideteksi, baik secara visual maupun menggunakan radar cuaca. CAT dapat terjadi dengan intensitas ringan hingga sedang, juga menyebabkan guncangan di pesawat. Sedangkan intensitas kuat dapat menyulitkan pesawat untuk mempertahankan ketinggian.
Baca Juga: Bencana Hidrometeorologi di Jember, Wilayah Terdampak Banjir Meluas
Rahmat menambahkan ada penyebab lain bencana turbulensi selain karena awan Cb dan CAT, yaitu keempat, Low Level Wind Shear (LLWS). Kasus ini sering terjadi di landasan pacu bandara. Rancang bangun sistem monitoring LLWS menjadi analisis selanjutnya, sebagai salah satu upaya untuk memberikan informasi akurat terkait kondisi udara di atas bandara. Sistem dapat memantau kondisi low level wind shear secara real time dan secara otomatis menginformasikan pantauan tersebut dalam bentuk tingkatan kondisi low level wind shear maupun berupa tanda aman atau tidak aman untuk take off atau landing pesawat. Akurasi dari informasi ini sangat dibutuhkan untuk pencegahan kecelakaan.
Dalam melakukan penelitian dan pengembangan alat deteksi wind shear, ia telah bekerja sama dengan beberapa pihak, antara lain Angkasa Pura 1 (AP1), Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), LION, dan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
Baca Juga: Samarinda dan Toli-Toli Diterjang Bencana Hidrometeorologi
Ada dua hal yang telah dikembangkan untuk upaya mitigasi bencana meteorologis, yaitu pengembangan model global untuk prediksi indeks konvektif dan indeks turbulensi berbasis anomali dinamika atmosfer tropis. Juga rancang bangun alat deteksi dini gerak turbulensi LLWS.
Pendekatan persamaan fisis untuk model forecasting kejadian pertumbuhan awan konvektif sangat diperlukan untuk memahami gejala anomali atmosfer. Pola fisis dalam fenomena gerak turbulens juga menjadi landasan untuk menyusun rancang bangun alat deteksi dini.
“Besar harapan kami segala daya upaya dan pengembangan pemikiran kami akan berguna bagi ilmu pengetahuan kebencanaan dan masyarakat,” harap Anggota Himpunan Ahli Geofisika Indonesia ini. [WLC02]
Discussion about this post