“Niat baik PNBP yang dijadikan Pak Menteri itu dengan pengawasan yang lemah khawatir gitu ya. Jadi memperkaya blok-blok tertentu, kelompok-kelompok tertentu. Sementara negara tidak mendapatkan tambahan-tambahan. Kalau pun mendapatkan tambahan, tidak sebanding dengan perusakan ekologinya,” tukas Slamet.
Kontraproduktif dengan RUU KSDAHE
Anggota Komisi IV DPR Riezky Aprilia berharap regulasi PP 26 tidak kontraproduktif dengan Rancangan Undang-Undang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (RUU KSDAHE) yang tengah dirancangan Komisi IV DPR. Mengingat proses pembahasan RUU tersebut telah sampai tahap final.
“Saya harap tidak kontraproduktif dengan apa yang sudah dipikirkan teman-teman dengan serius ini,” ujar Kiki sapaan akrabnya dalam Rapat Kerja Komisi IV dengan Menteri Kelautan dan Perikanan di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta pada 12 Juni 2023.
Baca Juga: Sukabumi Diguncang Gempa Dangkal 5,1 Magnitudo
Adanya regulasi PP 26 dikhawatirkan akan merusak lingkungan hidup. Juga kontra dengan salah satu substansi dari RUU KSDAHE, yakni terkait upaya menjaga keseimbangan ekosistem dan ekologi termasuk di ruang laut.
“Kalau memang ternyata kontraproduktif, harus dipilih. Tidak mungkin kami membuat undang-undang yang kontra dengan eksekutif. Karena undang-undang itu marwahnya DPR,” kata Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu.
RUU KSDAHE merupakan revisi atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya yang ditetapkan sebagai RUU Inisiatif DPR pada 7 Juli 2022 dan masuk dalam program legislasi nasional prioritas tahun 2023. Partisipasi publik dalam menjalankan konservasi menjadi salah satu penekanan dalam penyempurnaan RUU KSDAHE ini.
Baca Juga: Dampak Tebas Lahan Gambut Seluas 26 Hektar di Barito Selatan Terbakar
PP 26 Perlu Dikaji Ulang
Anggota Komisi IV DPR Yessy Melania meminta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menjelaskan kepada publik terkait PP 26. Menurut dia, aturan itu perlu dikaji ulang dengan pelibatan publik.
“Kami pikir, regulasi ini harus melibatkan lintas kementerian dan lembaga. Mohon jadi perhatian KKP untuk dikaji ulang dan mendorong ada pelibatan publik,” ujar Yessy dalam Rapat Kerja Komisi IV DPR dengan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada 12 Juni 2023.
Politisi Fraksi Partai NasDem ini, meminta KKP melibatkan publik dalam setiap pengambilan keputusan penting. Mengingat dampak yang dapat muncul dari kebijakan itu, seperti kerusakan ekosistem, ekologi, serta terganggunya jalur pelayaran.
Baca Juga: XR Bunga Terung Desak Pemerintah Kaltim Serius Tangani Perubahan Iklim
Revisi PP Ekspor Pasir Laut
Anggota Komisi IV DPR Riezky Aprilia mempertanyakan bagaimana Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengawasi kegiatan pengerukan pasir laut pasca PP 26 diterbitkan. Belakangan, publik menilai PP tersebut menjadi persoalan karena mengizinkan pengerukan pasir di laut untuk diekspor.
Di sisi lain, ia mengungkapkan keprihatinannya terhadap alokasi anggaran kecil untuk beberapa program menjaga kawasan hutan dan lingkungan. Ia berharap KLHK bisa bijak mengelola anggaran tersebut nantinya.
“Saya berharap KLHK dapat menjalankan perannya dengan baik dalam menjaga kawasan hutan dan lingkungan, daripada menggunakan anggaran untuk hal-hal yang tidak produktif. Agar anggaran dapat dialokasikan dengan bijak,” ujar Riezky dalam Rapat Kerja Komisi IV bersama Menteri KLHK, Siti Nurbaya, dan jajaran di Komisi IV DPR, Senayan, Jakarta pada 12 Juni 2023.
Baca Juga: Gempa Guncang Wilayah Bitung, Mamberamo Raya dan Laut Banda Maluku
Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini juga mempertanyakan ada tidaknya peluang untuk memperbaiki PP 26 dengan masukan dan saran yang diberikan. Ia tidak ingin revisi UU Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya yang sedang dibahas di Komisi IV menjadi tidak produktif karena isu yang timbul dari PP 26.
“Meskipun secara hukum tidak ada keterkaitan, terasa aneh jika ada perbedaan antara aturan di atas dengan aturan di bawah. PP yang berantakan,” ujar Riezky dari Dapil Sumatera Selatan.
Cabut PP Ekspor Pasir Laut
Anggota Komisi IV DPR Johan Rosihan meminta kepada Pimpinan DPR secara kelembagaan untuk mendesak Pemerintah mencabut PP 26 itu. Sebab, PP yang melegalkan kembali ekspor pasir dinilai bertentangan dengan filosofi undang-undang kelautan dan semangat revolusi biru yang baru-baru ini dikumandangkan oleh Jokowi melalui Menteri Kelautan dan Perikanan di hadapan Komisi IV.
Baca Juga: 4 Situs Geopark Indonesia Masuk Jaringan Unesco Global Geopark
“Demi mencegah kerusakan lingkungan yang lebih luas, terutama risiko tenggelamnya pulau-pulau kecil, tahun 2003 lalu Presiden Megawati Soekarnoputri telah melarang untuk ekspor pasir. Tapi setelah 20 tahun, hari ini Pemerintah mengeluarkan PP Nomor 26 Tahun 2023 yang melegalkan kembali soal ekspor pasir ini,” ujar Johan dalam Rapat Paripurna DPR RI di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta pada 13 Juni 2023.
Johan kembali menegaskan, izin ekspor pasir laut tentu bertentangan dengan semangat revolusi biru itu.
“Melalui kesempatan ini, setelah mendengar beberapa aspirasi masyarakat, saya ingin menyampaikan melalui pimpinan, agar DPR secara kelembagaan mendesak pemerintah mencabut PP 26. Tidak boleh lagi melakukan ekspor terhadap pasir laut,” tegas Politisi Fraksi PKS dari dapil Nusa Tenggara Barat I ini.
Baca Juga: Hasil Investigasi Global, Ekspor Pasir Laut Merusak Lingkungan dan Langgar HAM
4 Poin Rekomendasi DPR
Setelah menyelesaikan Rapat Kerja (Raker) dengan agenda Penetapan RKA-K/L dan RKP Tahun 2024 , Komisi VII DPR bersama Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kembali melaksanakan raker dengan agenda Progres Divestasi Saham PT Vale Indonesia, Tbk., Regulasi terkait Ekspor Pasir Laut atau Sedimen dan Progres Blok Masela. Raker menghasilkan beberapa catatan penting dari anggota Komisi VII DPR.
Raker yang berjalan hampir tiga jam tersebut menghasilkan tujuh simpulan yang menjadi amanah untuk dilaksanakan. Empat poin di antaranya berkaitan dengan penerbitan PP 26 yang disampaikan Wakil Ketua Komisi VII DPR Maman Abdurrahman tersebut:
Pertama, Komisi VII DPR mendesak Pemerintah untuk mengkaji secara komprehensif dan meninjau kembali PP Nomor 26 Tahun 2023 Tentang Pengelolaan Sedimentasi Laut.
Baca Juga: Walhi Seluruh Indonesia Desak Jokowi Cabut PP Ekspor Pasir Laut
Kedua, sehubungan dengan banyak penolakan dan potensi kerugian antara lain merusak ekosistem laut, mengancam keberadaan pulau-pulau kecil, menurunkan produktivitas, dan kesejahteraan nelayan di sekitar perairan, mempercepat dampak bencana perubahan iklim, kelangkaan pangan dan bertentangan dengan kebijakan percepatan hilirisasi yang dicanangkan Pemerintah, maka Komisi VII DPR mendesak Kementerian ESDM untuk tidak mengeluarkan IUP penjualan berdasarkan pasal 105 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara yang berdasarkan PP Nomor 26 Tahun 2023 menjadi kewenangan Kementerian ESDM.
Ketiga, Komisi VII DPR mendesak Pemerintah untuk berkonsultasi dengan Komisi VII DPR terkait PP Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Sedimentasi Laut sesuai Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara.
Baca Juga: Inggris akan Investasi Industri Baterai Listrik di Bantaeng Sulawesi
Keempat, Komisi VII DPR meminta Menteri ESDM untuk menyampaikan jawaban tertulis atas semua pertanyaan Anggota Komisi VII DPR dan disampaikan paling lambat tanggal 20 Juni 2023.
Dalam akhir pernyataannya, Menteri ESDM Arifin Tasrif menyatakan terima kasih dan berjanji akan menjalankan amanah dari kesimpulan Raker ini.
“Kami mengucapkan terima kasih dan kami memperhatikan masukkan tersebut dan akan kami tindaklanjuti sebagaimana yang diamanahkan. Kemudian untuk kelengkapannya, kami akan siapkan jawaban tertulis sesuai dengan waktu yang sudah ditetapkan. Terima kasih, semoga kita sehat-sehat semua,” tutup Menteri. [WLC02]
Sumber: DPR, Kementerian ESDM.
Discussion about this post