Baca Juga: Air Warga di TPA Piyungan Tercemar, Belajarlah Pengelolaan Sampah di TPST Bantar Gebang
Angka Kematian Tak Berbanding Lurus Kekuatan Gempa
Gempa bumi berkekuatan magnitudo 5,6 di Cianjur pada 2022 memakan korban 335-635 jiwa. Sementara, gempa bumi dengan kekuatan magnitudo 5,1 di Turki pada 2023 mengakibatkan lebih dari 59.000 korban jiwa. Ahli geosains di bidang multi-hazard & remote sensing dari British Geological Survey (BGS), Ekbal Hussain menyimpulkan angka kematian tidak berbanding lurus dengan besarnya gempa bumi.
“Dari gempa bumi di Turki tersebut disebabkan oleh exposure, vulnerability, corruption, dan ignorance,” kata Ekbal dalam webinar yang diselenggarakan PRKG – BRIN Geohazard #1 di BRIN Tamansari, Bandung pada 30 Januari 2024.
Ekbal menjelaskan bahwa sebuah bencana alam dapat menyebabkan bencana besar lainnya.
“Kualitas bangunan tempat masyarakat tinggal dapat memengaruhi dampak yang ditimbulkan dari bencana alam. Masyarakat yang menempati rumah yang dibangun secara ilegal dan padat penduduk tentunya lebih rentan terdampak,” papar dia.
Baca Juga: Teknologi PV-SWRO UGM Atasi Kelangkaan Air Bersih di Pesisir dan Pulau Kecil
Selanjutnya, penurunan kualitas bangunan, baik dari semen maupun besi, serta ketidakpedulian masyarakat dalam memenuhi aturan pembangunan rumah juga menurunkan kekuatan bangunan tempat tinggal.
Ekbal menjelaskan, teknologi yang dimiliki BGS dapat untuk mengukur pola pergerakan tanah dan rincian pecahan gempa setelah terjadi gempa bumi dari luar angkasa. Alat ukurnya berupa remote sensing (penginderaan jauh).
“Melalui pemodelan terperinci ini dapat membantu kami memahami bahwa gempa bumi memililki energi yang dilepaskan. Ada juga energi yang tersimpan di dalam bumi,” tutur Ekbal.
Baca Juga: Selamatkan Ekosistem Danau!
Remote sensing juga dapat memperkirakan bahaya dari Sesar Lembang. Sebab dapat memantau seberapa banyak energi yang masih tersimpan dan akhirnya dilepaskan saat terjadi gempa bumi.
Ia berharap remote sensing ini dapat menyelamatkan banyak nyawa. Mengingat kerentanan terhadap gempa bumi bersifat dinamis.
Sementara Nuraini menyampaikan, keempat penyebab di atas — exposure, vulnerability, corruption, dan ignorance — juga dapat diterapkan pada gempa Cianjur pada 2022.
Baca Juga: Teknologi Memanen Air Hujan dan Restorasi Sungai UGM Atasi Krisis Air
“Kami berharap data sains yang melalui remote sensing ini dapat menurunkan angka kematian dan kerusakan fasilitas untuk menyelamatkan masyarakat,” tutur dia.
Kepala PRKG BRIN Adrin Tohari berharap, teknologi remote sensing dapat dimanfaatkan di PRKG. Salah satunya, periset PRKG bisa mendapatkan pengetahuan baru terkait penggunaan teknik pemetaan bahaya geologi yang digunakan di BGS.
“Dengan teknologi remote sensing, kami dapat mengaplikasikannya untuk lebih memahami potensi dan risiko Sesar Lembang di wilayah Bandung Raya,” harap dia.
Baca Juga: Geomimo BRIN untuk Pengelolaan Sumber Daya Air dan Penanggulangan Bencana
Ia mencontohkan gempa di Cianjur pada 2022 yang sampai saat ini belum diketahui lokasi sesarnya, tetapi dampak kerusakannya luas. PRKG telah meneliti untuk menentukan letak urat gempa utamanya sejak 2023.
“Indikasi sudah ada, tetapi belum ada garis lurus karena terkubur endapan gunung api yang tebal, aktivitas sulit dideteksi,” kata dia.
Pemetaan sesar aktif di Pulau Jawa menjadi salah satu upaya untuk mengidentifikasi dan memetakan daerah-daerah yang berpotensi terjadi gempa bumi. Pemetaan itu membantu pemerintah mengetahui area-area yang perlu diwaspadai agar diambil langkah mitigasi yang tepat.
Baca Juga: Jokowi Klaim Bendungan Jadi Solusi Krisis Air, Walhi Ingatkan Kasus Wadas
Mitigasi bencana merupakan strategi untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan bencana. Upaya meningkatkan kesadaran masyarakat akan potensi bencana dan menciptakan sistem peringatan dini yang efektif juga bentuk dari mitigasi bencana.
Selain itu, data pemetaan menjadi landasan untuk melakukan kebijakan mitigasi bencana. Pemetaan sesar yang akurat dan strategi mitigasi bencana yang tepat dapat digunakan pemerintah untuk mempersempit area rawan bencana. Juga untuk menyusun perencanaan tata ruang dengan mempertimbangkan potensi bencana dan meminimalkan kerentanan terhadap bencana.
“Dan kunci untuk meminimalkan dampak bencana di Pulau Jawa juga kesadaran dan partisipasi aktif masyarakat dalam upaya mitigasi bencana,” tandas Nuraini. [WLC02]
Discussion about this post