Minggu, 21 Desember 2025
wanaloka.com
  • Home
  • Indepth
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video
No Result
View All Result
  • Home
  • Indepth
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video
No Result
View All Result
wanaloka.com
No Result
View All Result
  • Home
  • Indepth
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video

Riset CfDS UGM, 18 Persen Penyangkal Krisis Iklim dari Indonesia

Jumat, 2 Februari 2024
A A
XR Bunga Terung desak Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur berani menyatakan sudah mengalami krisis iklim. Foto XR Bunga Terung Kalimantan Timur.

XR Bunga Terung desak Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur berani menyatakan sudah mengalami krisis iklim. Foto XR Bunga Terung Kalimantan Timur.

Share on FacebookShare on Twitter

Wanaloka.com – Krisis iklim menjadi masalah bersama seluruh negara di dunia. Sebagian negara maju telah memulai langkah mengatasi dampak perubahan iklim, sedangkan negara berkembang seperti Indonesia mengalami tantangan berbeda. Kondisi masyarakat yang belum memahami urgensi perubahan iklim, diperparah banyak misinformasi dalam isu ini. Center for Digital Society (CfDS) merilis riset beredarnya misinformasi dalam isu perubahan iklim pada serial Digitalk #61 dengan tema “Menangkal Misinformasi Krisis Iklim di Era Digital” pada Selasa, 30 Januari 2024.

“Riset ini dilatarbelakangi keprihatinan, bahwa misinformasi terkait lingkungan (krisis iklim) termasuk underrated. Saya kira juga penting, karena Indonesia memiliki hutan hujan tropis terbesar di dunia, menjadi rumah bagi sebagian besar mamalia dunia. Tapi ternyata 18 persen penyangkal krisis iklim dunia itu ada di Indonesia,” papar Peneliti dan Dosen Departemen Ilmu Komunikasi UGM, Novi Kurnia.

Kelompok penyangkal krisis iklim ini dikhawatirkan akan menurunkan kesadaran masyarakat terkait urgensi krisis iklim. Novi mengungkapkan, umumnya kelompok penentang krisis iklim berpendapat bahwa krisis iklim terjadi karena hukum alam. Bukan sebagai dampak dari aktivitas manusia.

Baca Juga: Tiga Industri Strategis Incar Kekayaan Mineral Masa Depan

Opini yang diberikan juga banyak mengaitkan dengan unsur politik, kepercayaan, dan agama, dibanding sains. Kelompok penentang ini tidak hanya memproduksi konten-konten menyangkal krisis iklim, tapi juga terus berusaha memengaruhi opini publik melalui konten tersebut. Kondisi ini memberikan ancaman di tengah angka literasi digital masyarakat yang terbilang rendah.

CfDS melakukan survei terhadap 2.401 responden tentang tiga aspek, yakni pemahaman dan kesadaran tentang krisis iklim, pola konsumsi informasi, dan kemampuan literasi digital. Hasil temuan survei mengungkap 21,5 persen setuju dan 11 persen sangat setuju, bahwa krisis iklim disebabkan semakin banyak manusia yang melakukan maksiat dan tidak mematuhi agamanya.

Selanjutnya, 25 persen responden juga setuju bahwa ilmuwan yang meneliti krisis iklim dikendalikan kaum elit. Upaya dalam mengurangi bahan bakar fosil dianggap bertentangan dengan demokrasi. Temuan ini membuktikan anggapan skeptis masyarakat terhadap isu krisis iklim.

Baca Juga: Pakar Klimatologi BRIN Usul Bentuk Komite Cuaca Ekstrem

“Menarik bahwa misinformasi dengan tema politik dan pandemi, serta krisis iklim paling banyak ditemukan di media sosial,” ungkap Novi.

Terkait

Page 1 of 2
12Next
Tags: Center for Digital SocietyKrisis IklimmisinformasiPenyangkal Krisis Iklim

Editor

Next Post
Konsolidasi masyarakat adat region Kalimantan, 17 Januari 2024. Foto Dok. AMAN.

Isu Masyarakat Adat Terabaikan Capres Cawapres Pemilu 2024

Discussion about this post

TERKINI

  • Masyarakat adat Awyu, Papua mengajukan permohonan kasasi ke MA terkait upaya mempertahankan kelestarian hutan Papua. Foto Dok. Walhi Papua.Walhi Papua Tolak Rencana Prabowo Buka Perkebunan Sawit di Papua
    In News
    Rabu, 17 Desember 2025
  • Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) di kawasan Taman Nasional Baluran, Situbondo, Jawa Timur. Foto Soetana Hasby/Wanaloka.com.Terancam Punah, DIY Didesak Terbitkan Larangan Perdagangan Monyet Ekor Panjang
    In News
    Selasa, 16 Desember 2025
  • Evakuasi warga terdampak banjir di Bali pada Minggu, 14 Desember 2025. Foto BNPB.Banjir di Bali Menewaskan Seorang Turis Mancanegara
    In Bencana
    Senin, 15 Desember 2025
  • Penanganan darurat bencana Sumatra, pengerukan Sungai Aek Doras, Kota Sibolga, Sumatra Utara. Foto BNPB.Bencana Sumatra, Korban Tewas Mencapai Seribu Lebih
    In Bencana
    Senin, 15 Desember 2025
  • FAMM Indonesia bersama Kaoem Telapak menggelar "FAMM Fest: mempertemukan Suara, Seni, dan Rasa" di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, dalam rangka peringatan 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 HAKTP) pada 10 Desember 2025.Perempuan di Garis Depan Krisis Ekologis
    In News
    Sabtu, 13 Desember 2025
wanaloka.com

©2025 Wanaloka Media

  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber

No Result
View All Result
  • Home
  • Indepth
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video

©2025 Wanaloka Media