Kamis, 13 November 2025
wanaloka.com
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video
No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video
No Result
View All Result
wanaloka.com
No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video

Slow Tourism, Konsep Pariwisata yang Mendukung Keberlanjutan Lingkungan

Sebetulnya, slow tourism bukan musuh dari fast tourism, tetapi mass tourism.

Senin, 7 April 2025
A A
Ilustrasi slow tourism yang tidak melibatkan turis massal. Foto NamibianHeart/pixabay.com.

Ilustrasi slow tourism yang tidak melibatkan turis massal. Foto NamibianHeart/pixabay.com.

Share on FacebookShare on Twitter

Wanaloka.com – Indonesia terkenal dengan daerah-daerah tujuan destinasi wisata seperti Bali, Raja Ampat, dan lainnya. Namun, banyak tempat wisata yang tidak punya konsep ramah lingkungan. Ada beberapa negara yang telah mengenal konsep slow tourism dalam berwisata. Konsep ini memastikan adanya keberlanjutan lingkungan.

Peneliti Pusat Riset Kebijakan Publik (PRKP) Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN), Basuki Antariksa menjelaskan semula konsep slow tourism bukanlah terkait model kepariwisataan berkelanjutan. Melainkan muncul dan berkembang dari adanya gerakan slow food, sebagai sebuah aksi menyediakan makanan tradisional di jalanan oleh sejumlah pemerhati kota di Roma, Italia.

Gerakan itu muncul setelah didirikan restoran cepat saji yang menyimbolkan kecepatan dalam menyajikan makanan. Orang pun berpikir, bahwa yang menjadi masalah adalah kita melakukan sesuatu dengan terlalu cepat. Dari segi makanan pun, fast food sebetulnya tidak sehat. Justru lebih sehat makanan tradisional. Kemudian muncul aksi protes yang akhirnya menjadi dasar berkembangnya slow tourism.

Baca juga: Bunga Bangkai dan Julang Emas, Identitas Flora Fauna TWA Sibolangit

“Memang belum ada definisi baku dari slow tourism. Konsep ini pun bukanlah jenis wisata, tetapi sebuah pendekatan wisata yang tidak terburu-buru,” kata Basuki dalam program diskusi Elaborasi (Eranya Ngobrolin Public Policy) ke-14 yang diselenggarakan PRKP BRIN pada 13 Maret 2025. Diskusi tersebut membahas pengenalan slow tourism sebagai konsep, praktik, dan peluang kebijakan kepariwisataan berkelanjutan di Indonesia.

Bukan berarti pelan, tetapi melakukan aktivitas berwisata dengan kecepatan seperlunya.

Sebetulnya pula, slow tourism bukan musuh dari fast tourism, tetapi mass tourism. Lantaran slow tourism sebagai sebuah konsep yang sifatnya menyeluruh (holistik). Yakni berbicara tentang bagaimana kita mengurangi dampak terhadap lingkungan, berusaha berada lebih lama di destinasi wisata, membeli produk lokal, dan lainnya.

Baca juga: Atasi Sampah Plastik, The Bananabees ITB Ciptakan Pembalut dari Pelepah Pisang

Dengan begitu, seseorang dapat mengurangi penggunaan bahan bakar fosil, membantu perekonomian lokal, mendapatkan sesuatu yang bermakna, dan dapat menikmati wisatanya.

Namun membangun slow tourism pun ada tantangannya. Mengingat target pertumbuhan ekonomi yang tinggi, parameter keberhasilan kinerja pembangunan mengikuti standar internasional, isu kualitas hidup (termasuk kebahagiaan), juga masih bersifat marjinal.

Basuki memandang, konsep ini masih perlu perubahan perilaku wisatawan, juga orientasi dari pertumbuhan ekonomi menjadi pembangunan ekonomi, dan lainnya.

Baca juga: Kukuk Seloputo, Hantu di Cagar Alam Manggis Gadungan

Dari sisi kebijakan, konsep ini menentukan ada pembatasan jumlah kunjungan wisatawan, penggunaan berbagai alat ukur untuk pembatasan pertumbuhan di bidang kepariwisataan, mempertahankan lahan produktif, mendorong penggunaan sarana transportasi umum dan/atau ramah lingkungan, serta lainnya.

Kebiasaan saat ini, orang-orang berwisata dengan waktu yang sangat singkat. Akhirnya, bukan membuat senang malah menimbulkan stres. Arus utama kepariwisataan saat ini pun lebih mengutamakan pertumbuhan ekonomi dan pengembangan bisnis.

Terkait

Page 1 of 2
12Next
Tags: BRINdestinasi wisataLingkungan berkelanjutanmass tourismslow tourism

Editor

Next Post
Ilustrasi menyeduh kopi. Foto NoName_13/pixabay.com.

Tiga Metode Penyajian Kopi Terpopuler di Indonesia Tubruk, V60, dan Cold Brew

Discussion about this post

TERKINI

  • Ilustrasi cuaca ekstrem. Foto Soetana Hasby/Wanaloka.com.Peringatan BMKG, Cuaca Ekstrem Sepekan Ini
    In News
    Senin, 10 November 2025
  • Ilustrasi ancaman perubahan iklim bagi masa depan anak. Foto Pexels/pixabay.comJejaring CSO Ajak Anak Muda Pantau Negosiasi Solusi Iklim Indonesia di COP 30 
    In News
    Minggu, 9 November 2025
  • Berperahu menuju Pulau Pamujan di Desa Domas, Kabupaten Serang, Banten. Foto Dok. ITB.Pulau Pamujan, Punya Tutupan Mangrove Asri Tetapi Terancam Abrasi
    In Traveling
    Minggu, 9 November 2025
  • Dosen ITB, Andy Yahya Al Hakim, memberikan sosialisasi di Pusat Informasi Geologi Geopark Ijen, 15 September 2025. Foto Tim PPM/ITB.Sumber Air Sekitar Kawah Ijen Tercemar Fluorida, Gigi Warga Kuning dan Keropos
    In IPTEK
    Sabtu, 8 November 2025
  • Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, Utusan Khusus Presiden Indonesia Bidang Iklim dan Energi, Hashim S. Djojohadikusumo dan Menteri KLH/BPLH Hanif Faisol Nurofiq di Forum COP 30 di Belem, Brasil. Foto Dok. KLH/BPLH.Klaim dan Janji-janji Indonesia di Forum Iklim Global COP30 Belém
    In Lingkungan
    Sabtu, 8 November 2025
wanaloka.com

©2025 Wanaloka Media

  • Tentang
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber

No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video

©2025 Wanaloka Media