Wanaloka.com – Bencana gempa magnitude 5,0 terjadi di Kabupaten Bandung, Jawa Barat pada 18 September 2024 lalu berdampak pada rusaknya ribuan rumah dan juga bangunan. Gempa yang terjadi pada pukul 09.41 tersebut berada pada 24 km Tenggara Kabupaten Bandung dengan kedalaman 10 kilometer.
Sehari berselang, gempa juga terjadi di Morotai, Maluku Utara dengan magnitude 5,6. Tiga hari kemudian, 21 September 2024 gempa mengguncang Kabupaten Gianyar, Bali dengan kekuatan 4,8 magnitude yang ditengarai akibat aktivitas sesar daratan di wilayah tersebut.
Berlanjut ke Kalimantan Barat, 22 September 2024, Kabupaten Sanggau juga tidak luput dari gempa bumi dengan kekuatan 4,4 magnitude. Kemudian 24 September 2024, gempa bumi dengan magnitude 6,4 mengguncang Gorontalo selama beberapa detik dengan titik gempa berada pada 74 km barat daya Gorontalo.
Baca Juga: Hutan Lindung Maratus di Kalimantan Selatan akan Dubah Jadi Taman Nasional
Sama halnya dengan gempa yang terjadi di segmen megathrust yang dapat menimbulkan dampak seismik serta tsunami, gempa sesar daratan dengan jarak lebih dekat ke permukaan juga dapat memberikan dampak kerusakan yang signifikan.
Pakar Geologi UGM, Gayatri Indah Marliyani mengungkap keberadaan sesar aktif sulit dipetakan karena kondisi wilayah Indonesia memiliki curah hujan yang tinggi sehingga tingkat erosi dan pelapukan batuan juga tinggi. Kondisi ini menyebabkan bukti-bukti keberadaan sesar aktif di permukaan menjadi sulit ditemui.
Menurut dia, kejadian gempa dengan magnitudo besar maupun kecil bisa menjadi petunjuk keberadaan sesar aktif dan bisa dijadikan fokus penelitian dan pemetaan yang lebih terperinci. Penelitian mengenai identifikasi sesar aktif harus terus dilakukan dan didukung semua pihak.
Baca Juga: Aksi Hari Tani 2024 Beberkan 18 Kejahatan Agraria Pemerintahan Jokowi
“Untuk sesar yang sudah teridentifikasi, potensi dampak yang timbul harus dipetakan dengan baik sehingga area terdampak bisa mempersiapkan diri. Masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi sesar aktif juga harus meningkatkan kewaspadaan,” tutur Gayatri secara daring, Selasa, 24 September 2024.
Gayatri berujar, kejadian gempa yang terjadi sepanjang bulan September di Indonesia berasal dari sistem sesar dan mekanisme yang berbeda. Dengan kata lain, gempa-gempa tersebut tidak saling terkait.
Perlu disadari bahwa Indonesia berada pada wilayah tektonik yang aktif dan berada pada pertemuan banyak lempeng bumi sehingga kejadian gempa di hampir seluruh wilayah Indonesia umum dijumpai.
Baca Juga: Jalur Ikan Mencegah Gangguan Rute Migrasi Ikan di PLTA Poso
“Sumber gempa ada yang berada di zona subduksi di laut. Dan ada yang berasal dari sesar aktif di darat. Kejadian gempa di kedua zona ini tidak saling mempengaruhi,” jelas Gayatri.
Sesar Garsela atau Kertasari?
Sementara Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam pernyataan resminya telah menyatakan bahwa gempa yang terjadi di Kabupaten Bandung pada 18 September 2024 lalu akibat dari patahan atau sesar Kertasari. Bukan karena aktivitas Sesar Garsela seperti yang diprediksi sebelumnya. Sesar Kertasari ini merupakan sesar baru yang berjarak 6,61 km ke arah Barat dan sejajar dengan arah umum sesar Garsela.
Namun sebelumnya, Peneliti dari Pusat Riset Kebencanaan Geologi, BRIN Nuraini Rahma Hanifa yang menjelaskan, bahwa gempa tersebut disebabkan oleh sumber sesar darat yang terjadi di dekat sesar lokal yakni sesar Garsela.
Baca Juga: Akses Pupuk Kimia Sulit, Petani Maratua Membuat Pupuk Organik
Discussion about this post