“Sekolah Lapang Iklim adalah jembatan antara data iklim dan strategi pertanian. Ini adalah aksi nyata BMKG untuk mendukung ketahanan pangan nasional di tengah tantangan perubahan iklim,” imbuh dia.
Ketua Panitia yang juga Kepala Stasiun Klimatologi DIY, Reni Kraningtyas, melaporkan bahwa kegiatan ini dirancang untuk mendukung petani hortikultura cabai dan bawang merah di Nglipar. Peserta terdiri dari 47 petani hortikultura, 5 PPL, serta 8 perwakilan dari Kalurahan Kedungpoh. Materi utama meliputi pemanfaatan informasi iklim untuk mendukung budidaya hortikultura, pengenalan unsur iklim dan alat ukur, serta pemahaman informasi cuaca dari BMKG.
Mengendalikan inflasi
Dukungan juga datang dari Bank Indonesia (BI) yang sejak 2019 bersinergi dengan BMKG dalam program SLI. Kepala Perwakilan BI DIY, Sri Darmadi Sudibyo mengaitkan SLI dengan pengendalian inflasi pangan. Bahwa produksi pertanian sangat dipengaruhi kondisi iklim. Penguatan literasi iklim bagi petani menjadi langkah penting untuk memastikan ketersediaan pasokan dan menjaga stabilitas harga pangan.
“Program klaster cabai dan bawang merah yang kami kembangkan bersama kelompok tani di Gunungkidul adalah salah satu upaya nyata dalam menjaga inflasi tetap terkendali,” jelas Sri Darmadi.
Menurut dia, pemahaman petani terhadap perubahan iklim akan berdampak langsung pada ketersediaan pasokan dan keterjangkauan harga pangan, yang menjadi faktor penting dalam menjaga inflasi tetap terkendali.
Baca juga: Kisah Kampus yang Kaya Habitat Satwa Liar dan Melestarikan Pohon 106 Tahun
“Produksi pertanian kita akan sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim. Kehadiran SLI ini menjadi ikhtiar penting untuk memperkuat daya tahan sektor pangan,” imbuh dia.
Wakil Bupati Gunungkidul, Joko Parwoto, menekankan pentingnya program ini bagi masyarakatnya. Mengingat pertanian adalah tulang punggung ekonomi Gunungkidul, tetapi juga sektor yang paling rentan terhadap perubahan iklim.
“Dengan SLI, petani belajar langsung menerapkan informasi iklim ke usaha tani, sehingga lebih siap menghadapi kekeringan maupun hujan ekstrem,” ujar Joko.
Sebab SLI penting untuk membekali petani dengan keterampilan adaptasi. Dengan semangat kerja keras dan kemampuan beradaptasi, masyarakat Gunungkidul pasti mampu menjadikan tantangan iklim sebagai peluang untuk meningkatkan kesejahteraan. [WLC02]
Sumber: BMKG







Discussion about this post