“Ironis jika minyak dan gas bumi yang sudah dieksploitasi puluhan tahun saja belum mampu menghadirkan keadilan energi, BBM satu harga belum merata, gas subsidi belum dinikmati semua masyarakat Papua, lalu kini solusi yang ditawarkan justru ekspansi sawit,” papar Legislator Dapil Papua Barat ini.
Cheroline juga mempertanyakan logika transisi energi yang digunakan pemerintah. Apabila pemerintah sungguh-sungguh berbicara tentang kedaulatan energi dan masa depan, seharusnya fokus pada energi terbarukan yang berkeadilan, bukan mengandalkan sawit.
Baca juga: Banjir di Bali Menewaskan Seorang Turis Mancanegara
“Sawit adalah tanaman monokultur dengan dampak ekologis yang cukup serius yah. Pemerintah seharusnya tidak miskin imajinasi energi, melainkan berani mengembangkan sumber energi terbarukan seperti surya, angin, air, serta bioenergi berbasis komunitas yang lebih adil dan berkelanjutan,” tegas Cheroline.
Sebagai wakil rakyat, Cheroline menegaskan bahwa setiap kebijakan strategis negara, terutama yang menyangkut Papua harus dikaji secara komprehensif, berbasis data, dan melibatkan partisipasi publik. Khususnya masyarakat adat serta menjamin perlindungan atas ruang hidup dan hak-hak dasar mereka, bukan justru melahirkan konflik dan kerusakan baru
“Pelibatan partisipasi publik, khususnya masyarakat adat, adalah kewajiban dalam setiap kebijakan strategis di Papua. Jangan sampai pembangunan justru menghadirkan ketidakadilan dan luka sosial baru,” kata dia.
Cheroline mendesak pemerintah untuk membuka ruang dialog publik, melibatkan DPR, akademisi, tokoh adat, gereja, dan masyarakat sipil sebelum mengambil keputusan yang berdampak besar dan jangka panjang bagi Papua dan Indonesia.
Baca juga: Bencana Sumatra, Korban Tewas Mencapai Seribu Lebih
Perluasan sawit di Papua untuk energi terbarukan
Prabowo menjelaskan pemerintah tengah mendorong pemanfaatan energi terbarukan, khususnya tenaga surya dan tenaga air, sebagai solusi bagi wilayah-wilayah terpencil. Upaya itu diklaim merupakan komitmen pemerintah untuk mewujudkan kemandirian energi nasional dengan menyiapkan Papua sebagai salah satu kawasan strategis pengembangan swasembada energi.
“Saya kira Papua punya sumber energi yang sangat baik. Menteri ESDM juga sudah merancang daerah-daerah Papua harus menikmati hasil daripada energi yang diproduksi di Papua,” ujar Prabowo saat memberikan pengarahan kepada Kepala Daerah se-Papua serta Komite Eksekutif Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua di Istana Negara, Jakarta, Selasa, 16 Desember 2025.
Ia menjelaskan pemerintah tengah mendorong pemanfaatan energi terbarukan, khususnya tenaga surya dan tenaga air, sebagai solusi bagi wilayah-wilayah terpencil. Perkembangan teknologi telah membuat energi surya semakin terjangkau, sementara pembangkit listrik tenaga air skala kecil dapat dimanfaatkan di daerah-daerah yang sulit dijangkau.
“Kalau ada tenaga surya dan tenaga air, tidak perlu kirim-kirim BBM mahal-mahal dari daerah-daerah lain,” kata dia.
Baca juga: Perempuan di Garis Depan Krisis Ekologis
Selain energi terbarukan, Prabowo juga mengarahkan pengembangan energi berbasis sumber daya lokal melalui bahan bakar nabati dengan memperluas perkebunan sawit di Papua. Langkah tersebut merupakan bagian dari target jangka menengah pemerintah untuk mewujudkan swasembada energi dan pangan di seluruh daerah dalam lima tahun ke depan.
Ia menyebut kemandirian energi akan berdampak signifikan terhadap penguatan fiskal negara. Saat ini, impor BBM Indonesia mencapai sekitar Rp520 triliun per tahun. Pengurangan impor itu dinilai dapat menghemat ratusan triliun rupiah setiap tahunnya, yang selanjutnya dapat dialihkan untuk pembangunan daerah.
“Bayangkan kalau kami bisa potong setengah, berarti ada 250 triliun. Apalagi kami bisa potong lima ratus triliun. Lima ratus triliun itu berarti tiap kabupaten bisa punya, kemungkinan bisa punya satu triliun tiap kabupaten,” ujar dia.
Prabowo menambahkan pemerintah telah menetapkan target konkret, yakni mulai tahun depan Indonesia tidak lagi mengimpor solar dari luar negeri. Dalam kurun waktu empat tahun ke depan, pemerintah menargetkan penghentian impor bensin secara bertahap.
Baca juga: Membaca Bencana Ekologis Sumatra
Untuk memastikan kebijakan tersebut berjalan efektif, Prabowo meminta para gubernur dan bupati, khususnya di Papua, untuk melakukan koordinasi yang erat dengan komite percepatan pembangunan, pemerintah pusat, Bappenas, serta kementerian terkait. Kepala daerah diminta menyusun prioritas utama sesuai kebutuhan dan tantangan di wilayah masing-masing.
“Tidak mungkin kami bisa selesaikan semua seketika. Kalau kami punya prioritas Saudara-saudara, kami akan cocokkan dengan kemampuan yang bisa kami lakukan sekarang,” kata Prabowo. [WLC02]
Sumber: Walhi, DPR, BPMI Setpres






Discussion about this post