Untuk menjawab tantangan tersebut, BMKG bersama-sama dengan Kolaborasi Riset dan Inovasi Industri Kecerdasan Artifisial (KORIKA), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), serta didukung Institute for Health Modeling and Climate Solutions (IMACS) dan Mohamed bin Zayed University of Artificial Intelligence (MBZUAI) mengembangkan inisiatif Climate Smart Indonesia, yakni sistem peringatan dini multi-bahaya yang berbasis kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI). Sistem ini dirancang tidak hanya untuk memperingatkan potensi bencana alam, seperti gempa dan tsunami, tetapi juga untuk mendeteksi dini lonjakan penyakit yang sensitif terhadap iklim.
“Dengan teknologi saat ini, BMKG bisa memprediksi musim hingga enam bulan ke depan dengan akurasi 85 persen. Dengan bantuan AI, prediksi ini bisa lebih akurat dan presisi, hingga skala kota, kabupaten atau bahkan satu desa,” jelas dia.
BMKG juga mengembangkan platform layanan, seperti DBDKlim yang telah diterapkan di Jakarta dan Bali untuk memberikan peringatan dini terhadap potensi lonjakan kasus demam berdarah. Inisiatif ini berhasil mendorong pemerintah daerah melakukan langkah-langkah aksi dini (aksi preventif) seperti fogging, edukasi masyarakat, dan pemberantasan sarang nyamuk secara terarah dan tepat waktu.
Baca juga: Proyek Panas Bumi di NTT Ditolak Warga, Kementerian ESDM Gandeng UGM
Dwikorita mengingatkan Indonesia sedang bersiap memasuki musim kemarau yang biasanya diiringi peningkatan suhu dan memburuknya kualitas udara. Risiko kekeringan dan polusi udara, terutama partikulat halus PM 2.5, semakin tinggi karena minimnya curah hujan dan pergerakan angin yang stagnan. BMKG kini memantau kualitas udara dan menyajikannya secara real-time melalui aplikasi Info BMKG, yang dapat diakses masyarakat untuk mengambil tindakan mitigasi sejak dini.
Ia menegaskan tantangan ini tidak bisa dihadapi satu lembaga atau sektor saja. Dibutuhkan kolaborasi lintas kementerian, lembaga, akademisi, komunitas, dan dunia usaha untuk memperkuat sistem peringatan dini dan ketahanan kesehatan nasional. BMKG akan berbagi data dan teknologi yang dimilikinya kepada semua pihak yang ingin berkolaborasi.
“Kami sedang berpacu dengan waktu. Semakin cepat kami bertindak, semakin besar peluang kami menyelamatkan masyarakat dari dampak paling buruk perubahan iklim. Kolaborasi adalah satu-satunya jalan,” tutup dia. [WLC02]
Sumber: BMKG
Discussion about this post