Dalam praktiknya, di kawasan hutan lindung PT Agrinas hanya akan mengelola satu siklus tanam sebelum mengembalikan lahan tanpa mengubah fungsinya. Sedangkan di hutan produksi, perusahaan ini berencana mengajukan Hak Guna Usaha (HGU) untuk pengelolaan jangka panjang.
Skema ini berarti pengambilalihan lahan sawit dalam kawasan hutan, kemudian diserahkan pengelolaannya kepada satu BUMN. Kebijakan pengalihan lahan berskala besar ke Agrinas memicu kekhawatiran akan sentralisasi pengelolaan, potensi monopoli negara, serta terabaikannya isu hak tanah dan keadilan lingkungan.
Baca juga: Aliansi Meratus Menduga Usulan Taman Nasional Kedok Perampasan Tanah Adat
Akhirnya, penertiban sawit dalam kawasan hutan tampak lebih berorientasi pada pengalihan pengelolaan daripada pemulihan lingkungan.
Overclaim hilirisasi
Seperti pendahulunya, Prabowo masih membanggakan program hilirisasi yang tak luput ia singgung, dalam pidatonya.
“Danantara akan ciptakan jutaan lapangan kerja berkualitas terutama di bidang hilirisasi. Alhamdulillah, hari ini tingkat pengangguran nasional berhasil turun ke level terendah sejak krisis 1998,” kata Prabowo.
Baca juga: Indonesia Minta Perjanjian Plastik Global Tercapai Tanpa Penundaan
Faktanya, hingga Agustus 2025 setidaknya sudah ada 28 line smelter nikel jenis Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) yang menghentikan operasinya karena permintaan nikel yang lesu. pengangguran justru meningkat di Pulau Kabaena yang menjadi salah satu hulu dari industri hilirisasi nikel. Mayoritas masyarakat bekerja menjadi pekebun dan nelayan kehilangan pekerjaannya akibat lahan dan laut yang rusak dan tercemar.
Pada bagian hilir, di IMIP sebagai sentral hilirisasi nikel, buruh mendapatkan upah yang tidak layak diikuti dengan kenaikan harga pokok yang melambung tinggi. Selain itu, terdapat banyak serangkaian kecelakan kerja yang menyebabkan sedikitnya 43 buruh tewas pada awal 2023 hingga Mei 2025 (Data SBIPE).
Prabowo juga berjanji akan menertibkan tambang-tambang yang melanggar aturan. Jika mau berkomitmen soal ini, maka ia seharusnya berani untuk menertibkan tambang-tambang nikel yang melakukan pertambangan terbuka.
Baca juga: SOP Diperketat, Pendakian Gunung Rinjani Hanya untuk Pendaki Berpengalaman
Dalam konteks penertiban tambang yang melanggar aturan, jika melihat tambang, khususnya nikel di Indonesia, pasti melakukan pertambangan terbuka. Praktik ini dilarang dilakukan dalam hutan lindung. Berdasarkan UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan jo UU Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, Pasal 38 ayat (4) disebutkan, pada Kawasan Hutan Lindung dilarang dilakukan penambangan dengan pola pertambangan terbuka.
Lebih lanjut, penertiban pertambangan nikel juga harus dilakukan di seluruh pulau kecil. Mengingat kerentanan dan keunikan ekosistem setiap pulau kecil bukan untuk ditambang dan telah dilarang berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, serta diperkuat Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-XXI/2023.
Kemudian, ketika pertambangan ditertibkan dan asetnya dikembalikan pada negara, muncul pertanyaan: siapa yang bertanggung jawab melakukan reklamasi dan pascatambang serta bagaimana nasib buruh yang terdampak? Sangat berlawanan dengan klaim lapangan kerja yang berkualitas.
Baca juga: Walhi Aceh Ingatkan Proyek GAIA Memperpanjang Penggunaan Bahan Bakar Fosil
Jika kemerdekaan diukur dari janji yang tak ditepati, Satya Bumi menilai, Indonesia telah mundur jauh dari cita-cita 1945. Kemerdekaan tidak sekadar tentang siapa yang menguasai sumber daya alam, tetapi untuk siapa kekuasaan itu dijalankan.
“Jangan sampai janji Prabowo berhenti di tataran retorika, tanpa manfaat nyata bagi rakyat,” tegas Andi.
Delapan Agenda Prioritas RAPBN 2026
Sinyalemen itu dipertegas dalam pidato kenegaraan dalam rangka Penyampaian Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2026 beserta Nota Keuangan dan dokumen pendukungnya pada Rapat Paripurna Pembukaan Masa Persidangan I DPR RI Tahun Sidang 2025–2026 di Gedung Nusantara, Jakarta pada hari yang sama. Bahwa Prabowo juga tidak memasukkan upaya penyelamatan lingkungan hidup dalam agendanya, tetapi menekankan peningkatan produksi migas, percepatan transisi energi bersih, dan subsidi energi yang tepat sasaran.
Baca juga: Kucing Hutan, Kucing Lokal Indonesia Sebagai Pengendali Hama Alami
Ada delapan agenda prioritas Rancangan APBN Tahun 2026. Agenda prioritas pertama adalah penguatan ketahanan pangan sebagai fondasi kemandirian bangsa dengan alokasi anggaran capai Rp164,4 triliun. Pemerintah menargetkan swasembada beras dan jagung melalui pencetakan sawah baru, penyaluran pupuk bersubsidi tepat sasaran, dukungan bibit unggul, serta modernisasi alat pertanian.
“Hadirnya pemerintah sudah nyata dirasakan sejak awal 2025. Pemerintah memangkas 145 regulasi penyaluran pupuk yang rumit, 145 peraturan kita pangkas. Hasilnya, produksi beras meningkat, stok beras di gudang pemerintah berada di atas 4 juta ton, harga stabil, petani makin sejahtera. Ke depan akan kami lanjutkan cerita sukses ini,” ucap Prabowo.
Kedua, ketahanan energi demi kedaulatan nasional. Ia menekankan peningkatan produksi migas, percepatan transisi energi bersih, dan subsidi energi yang tepat sasaran. Selain itu, energi baru terbarukan seperti surya, hidro, panas bumi, dan bioenergi akan dipacu agar Indonesia menjadi pelopor energi bersih dunia.
Baca juga: Pemerintah Andalkan OMC Atasi Karhutla, Habiskan Rp300 Juta Per Jam
“Berbagai dukungan APBN untuk penguatan ketahanan energi ditempuh melalui subsidi energi, insentif perpajakan, pengembangan EBT, serta penyediaan listrik desa. Secara keseluruhan, tahun 2026 dukungan fiskal pemerintah yaitu Rp402,4 triliun untuk ketahanan energi,” lanjut dia.
Agenda ketiga, menitikberatkan pada pembangunan generasi unggul melalui program makan bergizi gratis (MBG) yang menargetkan 82,9 juta penerima manfaat, termasuk siswa, ibu hamil, dan balita dengan alokasi anggaran sebesar Rp335 triliun.
Agenda keempat, pendidikan bermutu, dialokasikan sebesar Rp757,8 triliun atau 20 persen dari APBN. Kelima, mengalokasikan anggaran sebesar Rp244 triliun untuk kesehatan berkualitas yang adil dan merata. Agenda keenam, penguatan perekonomian rakyat melalui koperasi desa/kelurahan merah putih.
Agenda ketujuh, menegaskan pertahanan rakyat semesta dengan modernisasi alutsista, penguatan komponen cadangan, dan pemberdayaan industri strategis nasional. Terakhir, percepatan investasi dan perdagangan global melalui Danantara Indonesia, proyek hilirisasi senilai USD38 miliar dan pembangunan 3 juta rumah rakyat. [WLC02]
Sumber: Satya Bumi, BPMI Setpres







Discussion about this post