Nantinya, pabrik ini akan berskala komersial dengan kemampuan produksi mencapai 60 ton senyawa humat per tahun.
Baca Juga: Keunikan Geopark Vulkanik Purba di Sikka dan Budayanya
”Obsesi kami sebagai peneliti adalah bagaimana kami bisa mengoptimalkan pemanfaatan limbah hasil pertambangan sehingga memiliki nilai tambah tinggi dengan konsep ekonomi sirkular,” tutur dia.
Pemerintah melalui Lembaga Pengelola Dana Pendidikan Tinggi (LPDP) dengan skema penelitian INSPIRASI juga mendukung pengembangan produk ini dengan memberikan pendanaan selama 3 tahun hingga tahun 2026 mendatang. Selain Gamahumat, dukungan ini dialokasikan juga untuk mengembangkan inovasi yang dapat dikolaborasikan dengan Gamahumat, yakni produk nanosilika berukuran kurang dari 10 mikron yang dibutuhkan tanaman dengan keunggulan mudah untuk diserap.
“Penggabungan produk ini menyasar pada lahan yang kekurangan unsur hara agar dapat ditanami dan ditingkatkan produktivitasnya,” terang dia.
Baca Juga: Indonesia Ekspor Petai ke Jepang dari Perhutanan Sosial
Ada pula produk hidrogel yang digunakan menjadi media tanam dengan diberi air di dalamnya, asam humat, dan nanosilica. Hidrogel ditempatkan di lahan yang sulit air seperti lahan reklamasi tambang atau tadah hujan sehingga awal masa tanam tidak perlu rutin disiram.
“Saat akar tanaman sudah kuat, tanaman dapat mencari air secara mandiri. Ketiga produk itu dihasilkan sebagai salah satu luaran penelitian yang didanai LPDP Inspirasi dengan topik circular economy,” ucap dia. [WLC02]
Sumber: UGM







Discussion about this post