Wanaloka.com – Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (Gempadewa) mengajak seluruh elemen masyarakat sipil untuk membantu menghentikan upaya pemerintah yang terus memaksa warga Wadas menyerahkan tanahnya untuk tambang andesit. Bulan Maret ini, pemerintah mengeluarkan ancaman konsinyasi bagi warga Wadas yang belum menyerahkan tanahnya.
Ancaman konsinyasi itu bermula dari surat dari Kantor Pertanahan Kabupaten Purworejo bernomor AT.02.02/688-33.06/III/2023 yang dilayangkan pada tanggal 10 Maret 2023. Surat itu berisi permintaan kepada Kepala Desa Wadas untuk memberi tahu warganya yang masih menolak tambang agar segera menyerahkan berkas-berkas tanah sebelum tanggal 24 Maret 2023. Tujuannya untuk keperluan inventarisasi dan identifikasi. Apabila melewati tanggal tersebut akan diterapkan mekanisme konsinyasi.
Ancaman tersebut berhasil ditolak warga. Usai itu beredar isu pemerintah kembali akan mengeluarkan ancaman konsinyasi.
Baca Juga: Mitigasi Konflik dengan Gajah, dari Konvensional hingga Teknologi
“Saya kira Indonesia tidak butuh pemimpin yang suka melakukan konsinyasi. Tindakan ini mengancam kehidupan petani dan ketahanan pangan,” ujar Ketua Gempadewa, Sudiman dalam rilis yang disampaikan di Kantor PWNU Jawa Tengah di Semarang, Senin, 3 April 2023.
Batu andesit di Wadas akan ditambang dan digunakan untuk membangun Bendungan Bener yang ditetapkan Presiden Joko Widodo sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) melalui Peraturan Presiden (Perpres) No.109 tahun 2020. Sedangkan pejabat yang bertanggung jawab untuk melaksanakan pembangunan Bendungan Bener terseut adalah Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo. Ganjar adalah politisi dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang dimungkinkan akan mencalonkan diri sebagai Presiden dalam Pemilu 2024.
“Kami menyerukan kepada seluruh elemen masyarakat sipil agar membantu warga Wadas menghentikan ancaman konsinyasi yang dilancarkan pemerintah. Indonesia tidak butuh pemimpin yang suka menerapkan konsinyasi. Itu membuat rakyat menderita,” seru Sudiman kembali menegaskan pernyataannya.
Baca Juga: Ini Sumber Gempa Padang Sidempuan Magnitudo 6,4 Dirasakan Cukup Kuat
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, Julian Duwi Prasetia yang menjadi kuasa hukum warga Wadas mengatakan konsinyasi adalah mekanisme paksa mengambil alih tanah oleh instasi yang membutuhkan dengan cara menitipkan uang ganti rugi ke pengadilan. Cara ini diatur dalam Pasal 89 UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
Penerapan mekanisme konsinyasi pun ada syaratnya. Meliputi apabila pemilik tanah menolak besaran uang ganti rugi, pihak yang berhak tidak diketahui keberadaannya, atau pun tanah tersebut tengah menjadi objek perkara di pengadilan, disita pemerintah dan jadi jaminan di bank. Sedangkan aktivitas pertambangan tidak masuk dalam skema pembangunan untuk kepentingan umum sehingga tidak bisa diterapkan mekanisme konsinyasi.
Discussion about this post