Wanaloka.com – Selain pengetahuan terhadap karakter satwa liar (buas) yang dilindungi, pemanfaatan alat teknologi dalam mitigasi konflik dengan satwa liar yang dilindungi mulai lazim diterapkan.
Keberadaan satwa liar dan buas yang dilindungi, acap menimbulkan keresahan bagi warga bahkan memicu konflik dengan satwa yang dilindungi itu. Umumnya, zona rawan konflik satwa liar dan buas yang dilindungi umumnya terjadi di pemukiman warga berdampingan dengan kawasan taman nasional, habibat satwa liar dan buas hidup secara alami.
Baru-baru ini, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau menengahi konflik warga dengan Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) di Desa Air Mas, Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan.
Baca Juga: Dua Beruang Madu Korban Jerat di Perkebunan Sekitar TNGL Langkat
Mitigasi konflik dengan gajah dilakukan dengan cara menggiring kelompok Gajah sumatera jantan yang berjumlah tiga individu keluar dari areal perkebunan milik warga dan perusahaan perkebunan.
Zona konflik terjadi tidak jauh dari kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN). Dilansir dari laman Direktorat Jenderal KSDAE, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, personel BBKSDA Riau dari Resort Kerumutan Utara bersama Balai TNTN dan petugas PT Musim Mas, mencegah konflik dengan gajah selama dua hari, 28 hingga 29 Maret 2023.
Kalung GPS Collar
Untuk kedua kalinya Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) berhasil mengenakan Global Positioning System Collar (GPS collar) kepada seekor gajah yang diberinama Ramadhani dari kelompok gajah Jambul, sebagai langkah mitigasi konflik dengan gajah.
Pemanfaatan kalung GPS collar pertama kali dilakukan BBTNBBS pada Desember 2021. GPS collar dipasangkan pada gajah kelompok Bunga di Blok 9, Desa Sidorejo, Kecamatan Bandar Negeri Suoh, Kabupaten Lampung Barat, yang berada di luar kawasan TNBBS.
Discussion about this post