Wanaloka.com – Peringatan Hari Bumi 2024 masih dibayangi krisis perubahan iklim multidimensi, khususnya di Indonesia tengah dalam tahun politik. Bahkan tahun ini merupakan tahun terpanas, meski terjadi fenomena La Nina dan El Nino. Di sisi lain, dampak siklus basah La Nina sepanjang dua tahun belakangan ini mengakibatkan 763 kejadian lebih bencana, baik tanah longsor, banjir, gelombang pasang, dan puting beliung yang mengakibatkan lebih dari tiga juta warga terdampak dan mengungsi.
Pelonggaran kebijakan perlindungan lingkungan demi melayani kepentingan membawa masyarakat semakin rentan terhadap bencana ekologis. Selama 10 tahun terakhir, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat peningkatan kejadian bencana ekologis hampir 10 kali lipat.
Data BNPB menyebutkan, sepanjang tahun 2020 ada 2.925 kejadian bencana, sebagian besar di antaranya merupakan bencana hidrometeorologis yang erat dengan krisis iklim.
Baca Juga: Siti Rokhmawati, Bumi Sudah Sangat Tua Perlu Gerakan Jaga Bumi
Puncak dari bencana ekologis terlihat dari kejadian bencana awal tahun 2019 yang terjadi di Kabupaten Jayapura. Berupa banjir bandang dan air laut naik, kemudian disusul terjangan siklon tropis Seroja yang melanda Kabupaten Yahukimo, Lani Jaya, Puncak, Nduga, dan Kabupaten Paniai, Kabupaten Nabire, Kabupaten Jayawujaya dan Kabupaten Dogiyai, Kota Sorong, Kota Jayapura, Kabupaten Merauke serta daerah-daerah di Pulau Papua. Banjir besar di Kabupaten Jayapura Sentani menjadi alarm tanda bahaya darurat ekologis sebagai konsekuensi perusakan lingkungan Bumi Papua.
Peringatan Hari Bumi seharusnya bukan sekadar seremonial, namun harus dimaknai sebagai momentum reflektif dan tindakan nyata menjaga Bumi menjadi tempat yang layak huni untuk semua semua entitas, baik makhluk biotik maupun abiotik, serta generasi mendatang. Bertepatan dengan Hari Bumi, Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Papua bersama Masyarakat Adat Papua dan Gerakan Sipil HAM dan lingkungan, sosial budaya, ekonomi membunyikan alarm tanda bahaya atas kerusakan ekologis di Tanah Papua mulai dari kawasan pesisir, pulau kecil, hingga pegunungan.
Baca Juga: Status Gunung Ruang Turun Menjadi Siaga, Tetap Waspada
“Peringatan Hari Bumi ini penting dijadikan momentum bagi warga untuk menuntut pertanggungjawaban lembaga penyelenggara negara khusus Pemerintah se-Tanah Papua atas berbagai kerusakan lingkungan hidup dan penderitaan warga yang bertubi-tubi. Akibat berbagai kebijakan yang telah meningkatkan kerawanan dan memaparkan warga pada berbagai risiko bencana,” kata Direktur Eksekutif Daerah Walhi Papua, Maikel Primus Peuki dalam siaran pers Walhi Nasional tertanggal 22 April 2024.
Discussion about this post