Baca juga: Akademisi dan LBH se-Jawa Ajukan Permohonan Informasi Publik Soal Pengelolaan PLTU ke KLH
Salah satu situs yang banyak dibicarakan di kawasan Geopark Kebumen adalah Karangbolong dengan Sagara View. Karangbolong memiliki sisi geologi yang menarik, karena Karangbolong merupakan tinggian (horst). Sedangkan ke arah timur hingga Yogyakarta merupakan rendahan (graben).
Morfologi ini terbentuk akibat patahan geser Kebumen-Muria di sisi timur serta patahan Cilacap-Pemanukan di sisi Barat. Situs Gunung Api Purba Nglanggeran seumur dengan batuan vulkanik di Tinggian Karangbolong.
Keragaman geologi Geopark Kebumen merupakan gabungan dari Geopark Global UNESCO Ciletuh-Pelabuhanratu di Sukabumi serta Geopark Gunung Sewu di Gunung Kidul hingga Pacitan.
Baca juga: Bencana Karhutla 244 Hari, Apel Kesiapsiagaan Karhutla 2025 Digelar
Dia menyebut, beberapa budaya yang ada di Geopark Kebumen memiliki banyak variasi dari Era Megalitikum, Hindu-Buddha, Islam, serta kolonial yang mempunyai hubung kait dengan keragaman geologinya.
“Sedangkan keragam budayanya meliputi kawasan Mangrove Ayah, Hutan Pager Jawa, kelapa genjah entok, sapi PO, dan beberapa keragaman biologi lainnya,” papar dia.
Geopark Kebumen memiliki paket lengkap dari sisi geologi, keragaman budaya, dan biologi. Untuk itu, Chusni dan tim pernah melakukan kajian yang menghasilkan branding geopark berbasis budaya dengan akronim LAWET.
Baca juga: Bukan Lagi PSN, Pemerintah Seharusnya Hentikan Proyek Rempang Eco City
LAWET yakni singkatan dari Local Arts for Wonderfully Enhancing Tourism. Kajian ini berisikan keragaman seni budaya lokal yang berperan strategis dalam peningkatan pariwisata berbasis budaya pada Kawasan Geopark Karangsambung sebagai Lantai Samudera Purba. Langkah selanjutnya adalah menentukan pengemasan dari Geopark Kebumen untuk mendunia.
Laboratorium alam
Keanekaragaman bentang alam dan bentang budaya di Kawasan Konservasi Ilmiah Karangsambung dimanfaatkan menjadi sarana pembelajaran lapangan bagi mahasiswa geografi. Wilayah ini menjadi lokasi Kuliah Kerja Lapangan (KKL) I bagi mahasiswa Universitas Negeri Malang (UM) untuk mengamati langsung fenomena geosfer dan mengasah keterampilan geografi di lapangan.
Kawasan Geodiversitas Karangsambung yang dikelola BRIN dikenal sebagai laboratorium alam geologi. Kawasan ini memiliki keragaman formasi batuan purba yang menjadikannya sumber pembelajaran penting bagi studi geografi fisik.
Baca juga: Pelaku Perdagangan Cula Badak Jawa di Ujung Kulon Batal Bebas
Di Karangsambung terdapat batuan hasil proses pergerakan lempeng, seperti batu beku yang terdiri dari basal, granit, gabro, andesit, diabas, dasit. Ada juga batuan sedimen, seperti rijang, konglomerat, batu pasir, gamping merah, kalkarenit. Tak ketinggalan batuan metamorf, seperti sekis mika, serpentinit, dan filit.
”Kelengkapan jenis batuan ini menjadi daya tarik tersendiri bagi mahasiswa geografi. Observasi langsung di lapangan memberikan pemahaman yang lebih mendalam terhadap aspek geologi dan geografi,” jelas Peneliti Pertama Direktorat Pengelolaan Koleksi Ilmiah BRIN, Isyqi, Selasa, 22 April 2025.
Salah satu lokasi pengamatan yang dikunjungi terletak di Kali Muncar, Desa Seboro, Kecamatan Sadang. Di lokasi tersebut, mahasiswa dikenalkan pada tiga jenis batuan sekaligus, yaitu batuan beku Lava Bantal, batuan sedimen rijang-batugamping merah, dan batuan metamorf eklogit. Ketiga batuan tersebut, tercampur dalam masa dasar batu lempung hitam karena peristiwa tumbukan lempeng samudera dan lempeng benua jutaan tahun yang lalu.
Baca juga: HKB 2025, Uji Publik Rancangan Peraturan BNPB di Mataram hingga Tanam Aren di Serdang Bedagai
Selain itu, mahasiswa juga diajak untuk melihat bukti vulkanisme bawah laut yang terjadi pada masa oligocene, yaitu dengan mengamati singkapan batuan diabas Gunung Parang yang terletak di Desa Karangsambung.
“Struktur kekar kolom yang terdapat pada batuan tersebut menyimpan sejarah pembentukan batuan Diabas tersebut,” imbuh dia.
Dalam kesempatan yang sama, Dosen Geografi Universitas Negeri Malang, Satti Wagistina menjelaskan, pengenalan bentang alam dan bentang budaya menekankan keterkaitan antara komponen geografi fisik dengan manusia di dalamnya.
Baca juga: Rafflesia zollingeriana, Tumbuhan Langka yang Mekar untuk Diselamatkan
“Melalui dasar interpretasi dan analisis peta dan observasi lapangan, mahasiswa diharapkan dapat mengenali karakteristik dan komponen bentang lahan fisik,” terang dia.
Fenomena geosfer yang beragam, seperti proses geomorfologi, geologi, hidrologi, serta aspek sosial ekonomi dan budaya masyarakat tidak dapat dipahami sepenuhnya melalui teori saja. Namun perlu melakukan pengamatan secara langsung.
“Mahasiswa diharapkan mampu mengaplikasikan teori yang telah dipelajari dalam perkuliahan ke dalam situasi nyata di lapangan,” tegas Satti.
Baca juga: Atasi Masalah Sampah, Kampus Libatkan Mahasiswa dan Pemerintah Ajak Tentara
Hal senada disampaikan Dosen Geografi Universitas Negeri Malang, Ferryati Masitoh yang berharap mahasiswa dapat membuat laporan, esai, video. Juga meningkatkan softskill seperti kerja sama tim, kepemimpinan, komunikasi, serta kemampuan adaptasi dengan kondisi lingkungan yang beragam.
Sementara Ketua Pelaksana Kuliah Kerja Lapangan (KKL) I, Dandy Hayat menyampaikan bahwa kegiatan KKL wajib diikuti mahasiswa Program Studi S1 Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang. Kegiatan yang bertema Integrasi Geografi Fisik dan Sosial Melalui Eksplorasi Bentang Alam dan Budaya dalam KKL 1 Geografi 2024 sudah dirancang sebagai mata kuliah wajib untuk diikuti dengan bobot sebesar dua sks. [WLC02]
Sumber: BRIN
Discussion about this post