Jumat, 23 Mei 2025
wanaloka.com
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video
No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video
No Result
View All Result
wanaloka.com
No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video

Atasi Masalah Sampah, Kampus Libatkan Mahasiswa dan Pemerintah Ajak Tentara

Jika pengelolaan sampah tidak dilakukan dari sumbernya, maka beban berat harus ditanggung bersama. Jika tidak mengubah pola pengelolaan sampah, maka seluruh TPA di Indonesia diperkirakan akan penuh pada 2028.

Minggu, 27 April 2025
A A
Ilustrasi TPA open dumping. Foto khoinguyenfoto/pixabay.com.

Ilustrasi TPA open dumping. Foto khoinguyenfoto/pixabay.com.

Share on FacebookShare on Twitter

Wanaloka.com – Saat ini Indonesia sedang dalam kondisi darurat sampah. Pengelolaan sampah yang dilakukan hari ini, masih jauh dari kesempurnaan yang diharapkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

Jika pengelolaan sampah tidak dilakukan dari sumber, maka yang terjadi adalah beban berat yang harus ditanggung bersama. Sementara tenaga dan dana yang ada sebenarnya bisa digunakan untuk yang lainnya.

“Jadi pengelolaan sampah dari sumbernya adalah upaya yang harus ditekankan,” tegas Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH), Hanif Faisol Nurofiq di di Makodam IX/Udayana, Denpasar, Bali, Kamis, 24 April 2025.

Baca juga: KKP Genjot Ekspor Ikan, Pakar Ingatkan Stok Ikan Laut Terdampak Perubahan Iklim

Jika tidak mengubah pola pengelolaan sampah, maka seluruh TPA di Indonesia diperkirakan akan penuh pada 2028. Bahkan di beberapa daerah seperti Sarbagita Bali, perkiraan ini sudah lebih dulu datang.

“Perlu adanya revolusi mental bersama dengan mengubah mindset, cara berpikir dan berperilaku dalam mengatasi persoalan sampah. Upaya perubahan perilaku menjadi kunci utama yang pada akhirnya melahirkan budaya dan kebiasaan untuk lebih bijak dalam mengelola sampah,” kata Hanif.

Sementara Presiden Prabowo Subianto dalam Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2025 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional menargetkan penyelesaian 100 persen masalah sampah pada 2029.

Baca juga: Habis Kebocoran Gas, Terbitlah Semburan Lumpur Panas di Geothermal Sorik Marapi

343 TPA open dumping ditutup

Salah satu upaya penyelesesaian masalah sampah adalah menutup sebanyak 343 TPA terbuka (open dumping) di sejumlah wilayah di Tanah Air. Penutupan ini bukan sekadar memunculkan persoalan teknis pengelolaan sampah, namun kebijakan ini mencerminkan pergeseran paradigma dalam tata kelola lingkungan yang menuntut kesiapan sistemik dari pemerintah daerah serta kesadaran kolektif masyarakat.

Dosen Teknik Kimia UGM sekaligus pemerhati pengelolaan lingkungan, Prof. Wiratni Budhijanto mengatakan penutupan TPA open dumping merupakan konsekuensi logis dari kondisi eksisting yang sudah jauh melampaui kapasitas desainnya. Secara prinsip, saat ini yang terjadi di seluruh daerah terdapat dua jenis sistem pengelolaan akhir sampah, yaitu open dumping dan sanitary landfill.

Dalam sistem open dumping, berarti sampah hanya ditumpuk begitu saja tanpa perlakuan lebih lanjut. Sedangkan pada sanitary landfill, setiap lapisan sampah harus diurug dengan tanah agar proses pembusukan berjalan lebih baik dan dampak lingkungannya dapat ditekan.

Baca juga: Agung Baskoro, Memotret Masyarakat Adat Halmahera yang Terpinggirkan Tambang Nikel

TPA di berbagai daerah semestinya mengadopsi sistem sanitary landfill. Realitanya, tidak selalu demikian.

“Karena sampah datang terus, pemerintah nggak bisa nunggu tanahnya ada atau bisa dibeli. Akhirnya, TPA yang seharusnya sanitary landfill jadi open dumping juga. Padahal ini jelas tidak boleh,” jelas dia.

Selain memperburuk bau dan estetika, sistem terbuka ini juga menyebabkan proses pembusukan yang sangat lambat, menciptakan gunungan sampah yang tak kunjung hilang. TPA Piyungan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) misalnya, sudah sejak lama menunjukkan tanda-tanda kritis. Selain volume yang jauh melebihi kapasitas rancangannya, keberadaan permukiman yang semakin mendekat ke kawasan TPA menambah risiko sosial dan kesehatan.

Baca juga: BMKG Lakukan Pengembangan Radar Cuaca Nonpolarimetrik

Kampus libatkan KKN mahasiswa

Keputusan untuk menutup TPA tersebut tidak bisa dilepaskan dari urgensi multidimensi, mulai dari teknis, ekologis, hingga sosial.

“Sejak lima atau sepuluh tahun lalu, sebetulnya TPA Piyungan itu sudah penuh. Dari aspek desain, lingkungan, dan sosial, memang sudah tidak layak lagi digunakan,” ungkap Wiratni.

Namun, di balik urgensi penutupan itu, Wiratni melihat momen ini sebagai peluang besar untuk mengubah pola pikir masyarakat terhadap sampah. Selama itu, keberadaan TPA justru memperkuat kebiasaan buruk membuang sampah tanpa pikir panjang.

Baca juga: Prodi Profesi Kurator Keanekaragaman Hayati UGM yang Pertama di Asia

“Kalau TPA ditutup, masyarakat jadi mikir. Buang sampah jadi susah, mulai introspeksi. Makan jangan sampai sisa, kemasan dikurangi, bawa tumbler sendiri. Ini mendidik,” ujar dia.

Di samping itu, kelebihan penutupan TPA open dumping juga diharapkan mendorong masyarakat untuk mulai memilah sampah, mengomposkan limbah organik di rumah, dan lebih sadar akan konsumsi sehari-hari.

Di sisi lain, kebijakan ini juga menguji kesiapan pemerintah daerah dalam menerapkan sistem desentralisasi pengelolaan sampah, dimana setiap kabupaten/kota bertanggung jawab atas pengelolaan sampahnya sendiri. Wiratni menggambarkan kondisi ini seperti melepas bayi ke jalan raya.

Baca juga: Dulu Penambang, Kini Berperan dalam Konservasi Kawasan Karst Gunung Sewu

“Kalau kabupaten dan kota belum siap, dilepas langsung ya panik. Tapi saya lihat semua daerah sekarang sedang berusaha keras menyikapi ini,” imbuh dia.

Desentralisasi yang ideal seharusnya dilakukan secara bertahap, disertai dukungan teknis dan pendampingan dari pemerintah provinsi maupun pusat. Terkait upaya sosialisasi dan edukasi, ia menyatakan bahwa sebenarnya pemerintah sudah berusaha melakukan berbagai pendekatan, termasuk dengan melibatkan fasilitator di tingkat kelurahan untuk mengedukasi warga terkait pengelolaan sampah rumah tangga.

Namun, tantangan utamanya bukan pada kurangnya informasi, melainkan pada resistensi kebiasaan.

“Sampah itu selalu dianggap bukan tanggung jawab kita. Kita merasa punya hak untuk dilayani, bukan kewajiban untuk mengurangi. Mengubah paradigma seperti ini nggak gampang,” ujar dia.

Baca juga: Hari Bumi, Aksi Tanam 9.000 Pohon Matoa di Halaman Ponpes Deli Serdang

Itulah sebabnya, ia menilai keberhasilan kebijakan apapun tidak mungkin tercapai jika masyarakat tidak mengubah perilaku dasarnya.

Sebagai bagian dari upaya masif edukasi publik, saat ini UGM bersama sejumlah perguruan tinggi lain di Indonesia tengah merancang program Kuliah Kerja Nyata (KKN) bertema edukasi persampahan yang dilakukan secara serentak.

Para mahasiswa akan turun langsung ke masyarakat untuk melakukan edukasi dari rumah ke rumah, dengan pendekatan persuasif.

Baca juga: Sebanyak 114 Rumah Rusak Berat Terdampak Pergerakan Tanah di Brebes

“Semua kampus akan turunkan mahasiswa KKN untuk melakukan edukasi ke rumah-rumah. Ini supaya masyarakat bisa lebih sadar, seberapa besar sampah yang mereka hasilkan dan bagaimana mereka bisa mengurangi,” tutur dia.

Wiratni mengajak warga masyarakat dan pemda agar menjadikan momentum penutupan TPA open dumping ini sebagai titik balik perbaikan sistem dan budaya.

“Kalau masyarakatnya tidak mau berubah, kebijakan pemerintah sebagus apa pun akan sulit berhasil. Jangan cuma bisa nyalahin bau, nyalahin TPS, tapi nggak mau ubah kebiasaan. Ayo kita introspeksi. Sudah zero waste belum?” pungkas dia.

Baca juga: Pengesahan RUU Masyarakat Adat Penting di Tengah Konflik Masyarakat dan Negara

Terkait

Page 1 of 2
12Next
Tags: BabinsaMenteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Hanif Faisol NurofiqTeknik Kimia UGMTPA open dumpingTPA Sanitary Landfill

Editor

Next Post
Rafflesia zollingeriana di Hutan Kalipuro, Banyuwangi. Foto BBKSDA Jatim.

Rafflesia zollingeriana, Tumbuhan Langka yang Mekar untuk Diselamatkan

Discussion about this post

TERKINI

  • Rumah rusak akbat gempa bumi M6,3 di Bengkulu, 23 Mei 2025 dinihari. Foto Dok. BPBD Bengkulu.Gempa Bumi M6,3 Guncang Bengkulu, 34 Unit Bangunan Rusak
    In Bencana
    Jumat, 23 Mei 2025
  • Dampak puting beliung di Kabupaten Kuantan Sengigi, Riau, 21 Mei 2025. Foto BPBD Kuantan Sengigi.Dalam 24 Jam, Sebanyak 42 Bencana Hidrometeorologi Landa Tanah Air
    In Bencana
    Kamis, 22 Mei 2025
  • Pusat gempa dangkal 5,2 magnitudo yang mengguncang Kota Mataram, Lombok Barat, pada Minggu, 18 Mei 2025. Foto tangkap layar Google Earth berdasarkan koordinat gempa BMKG.Kota Mataram Diguncang Lindu 5,2 Magnitudo Dirasakan Skala III MMI
    In News
    Minggu, 18 Mei 2025
  • Ilustrasi manusia terdampak cuaca panas ekstrem. Foto Franz26/pixabay.com.Riset BRIN, Perubahan Iklim Picu Penyebaran Penyakit TB, Stroke hingga Infeksi Menular karena Air
    In IPTEK
    Jumat, 16 Mei 2025
  • Warga Rempang berkumpul, berpantun, berorasi dan bersalawat untuk menolak relokasi. Foto Istimewa.Rekomendasi Pakar Sosioagraria, Kebijakan PSN Pulau Rempang Harus Dievaluasi Total
    In Lingkungan
    Jumat, 16 Mei 2025
wanaloka.com

©2025 Wanaloka Media

  • Tentang
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber

No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video

©2025 Wanaloka Media