Baca juga: Kaoem Telapak Luncurkan Platform Pemantauan Kehutanan
Eliminasi TBC oleh pemda dan komunitas
Sejalan dengan upaya tersebut, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) diwakili TBC Chaerul Dwi menegaskan komitmen pemerintah dalam menurunkan kasus TBC sebesar 50 persen dalam lima tahun melalui Program Quick Win. Program ini mencakup pemeriksaan kesehatan gratis serta penurunan jumlah kasus secara signifikan.
Menurut Chaerul, pemda memiliki peran strategis dalam kebijakan penanggulangan TBC. Pemda didorong dapat menyesuaikan perencanaan dan anggarannya untuk mengatasi masalah ini.
“Jangan sampai keterbatasan anggaran menjadi kendala,” tegas Chaerul.
Baca juga: Gempa Laut Banda 5,0 Magnitudo Dipicu Deformasi Batuan Dalam Lempeng
Pada 2025, target nasional yang harus dicapai meliputi 90 persen deteksi kasus, 100 persen inisiasi pengobatan, serta tingkat keberhasilan pengobatan di atas 80 persen. Pencapaian target ini diharapkan dapat mengurangi jumlah kasus dan kematian akibat TBC secara signifikan.
“Pencegahan dan pengobatan TBC harus menjadi prioritas utama. Tanpa kebijakan yang kuat dan anggaran yang memadai, target tersebut sulit dicapai. Pemda harus memastikan alokasi anggaran yang tepat,” tambah Chaerul.
WHO melalui Deputi Perwakilan WHO di Indonesia, Momoe Takeuchi mengapresiasi Kemenkes atas upaya yang dilakukan selama ini. Momoe juga mengakui kepemimpinan Kemendagri dalam memperkuat keterlibatan pemda, yang merupakan suatu langkah penting mengubah strategi nasional menjadi dampak di tingkat lokal.
Baca juga: Pembangunan Tanggul Laut Raksasa Pantai Utara Tahap B Dilanjutkan
“Karena kami tahu. Mengakhiri TBC tidak hanya soal kesehatan. Mengakhiri TBC juga merupakan isu sosial, ekonomi, dan hak asasi manusia. Itulah mengapa keterlibatan masyarakat merupakan inti dari upaya mengakhiri TBC,” kata Momoe
Perwakilan komunitas TBC, Henry Diatmo menekankan pentingnya peran komunitas dalam upaya eliminasi TBC. Saat ini, komunitas menjalankan enam kegiatan utama dalam program 2024–2026, termasuk investigasi kontak, skrining populasi berisiko tinggi, pendampingan pengobatan, serta monitoring berbasis komunitas melalui platform Lapor TBC.
Program komunitas TBC telah menjangkau 160 kabupaten/kota dan akan diperluas menjadi 229 wilayah pada 2025. Dari wilayah intervensi di 150 kabupaten/kota, komunitas berhasil berkontribusi sebesar 29 persen terhadap total kasus yang ter-notifikasi.
Baca juga: Ada Alih Fungsi Tak Terkendali di Kawasan Hutan Hulu DAS Jabodetabek
Capaian terapi pencegahan TBC (TPT) juga meningkat signifikan dengan 81,2 persen kontak rumah tangga telah memulai TPT. Komunitas juga berperan dalam mendampingi pasien selama pengobatan melalui konseling, pemantauan minum obat, hingga pendampingan digital. Beberapa daerah seperti DIY dan Kalimantan Barat bahkan telah memberikan insentif serta bantuan transportasi bagi kader komunitas.
Meski banyak praktik baik telah dilakukan, tantangan terbesar masih terletak pada aspek pendanaan. Komunitas mendorong pemerintah untuk mengalokasikan pendanaan nasional yang stabil serta melibatkan sektor swasta dalam investasi alat diagnostik, teknologi digital, dan program CSR. Dukungan perlindungan sosial bagi pasien TBC juga dinilai penting agar mereka dapat menjalani pengobatan hingga sembuh.
Dalam momentum Hari TBC Sedunia, komunitas mengajak seluruh elemen masyarakat, pemerintah, mitra pembangunan, sektor swasta, hingga individu untuk bersatu dalam eliminasi TBC.
Baca juga: Ada Tanaman Ganja di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Ini Penjelasan Dirjen KSDAE
“Saatnya bertindak. Bersama kita bisa mengeliminasi TBC,” tegas Henry.
Uji klinis fase 3 vaksin TBC
WHO menetapkan target eliminasi TBC dengan menurunkan insidensinya menjadi kurang dari 1 kasus per 1 juta penduduk pada 2050. Untuk mencapai target ini, diperlukan berbagai strategi, salah satunya pengembangan dan adopsi vaksin yang lebih baik untuk pencegahan TBC.
Prof. Erlina selaku peneliti utama nasional vaksin TBC mengatakan, vaksin TBC kandidat M72/AS01E saat ini dalam uji klinis fase 3 global yang dimulai Maret 2024. Uji coba ini berlangsung di lima negara, termasuk Indonesia, dengan melibatkan hingga 20.000 peserta, termasuk individu dengan HIV.
Baca juga: Gempa Kembar Darat Guncang Taput, BMKG: 10 Kali Gempa Susulan
“Peserta menerima vaksin atau plasebo dalam uji coba tersamar ganda untuk menilai efektivitas dan keamanannya. Jika berhasil, M72/AS01E bisa menjadi vaksin pertama dalam lebih dari satu abad yang mencegah TBC paru pada remaja dan dewasa,” ujar Prof. Erlina.
Vaksin ini telah dikembangkan sejak awal 2000-an. Sebelumnya menunjukkan perlindungan sekitar 50 persen dalam uji klinis fase 2b selama tiga tahun pada orang dewasa yang terinfeksi Mycobacterium tuberculosis.
WHO memperkirakan dalam jangka waktu 25 tahun, tingkat perlindungan ini dapat menyelamatkan 8,5 juta jiwa. Juga mencegah 76 juta kasus baru TBC, dan menghemat biaya sebesar USD 41,5 miliar bagi rumah tangga yang terdampak TBC.
Baca juga: Beredar Minyak Goreng Palsu, Ini Ciri-ciri yang Bisa Dilihat dan Dirasa
Erlina mengungkapkan, keberhasilan vaksin tidak hanya diukur dari efektivitasnya dalam uji klinis, tetapi juga dari kemampuannya menjangkau dan diterima oleh masyarakat luas. Untuk memastikan vaksin TBC seperti M72/AS01E benar-benar memberikan dampak maksimal, diperlukan perhatian serius terhadap empat aspek penting yaitu: ketersediaan, aksesibilitas, keterjangkauan, dan penerimaan masyarakat.
Dengan meningkatnya beban TBC di Indonesia, upaya untuk mengembangkan vaksin yang lebih efektif harus didukung oleh berbagai pihak, termasuk pemerintah, tenaga kesehatan, peneliti, serta masyarakat luas.
“Vaksin M72/AS01E memberikan harapan baru dalam pencegahan TBC, sehingga memerlukan waktu dan dukungan agar dapat tersedia untuk masyarakat yang membutuhkan,” kata Erlina.
Kemenkes mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk terus mendukung penelitian dan pengembangan vaksin TBC, serta meningkatkan kesadaran akan pentingnya pencegahan, deteksi dini, dan pengobatan TBC. Dengan kerja sama yang erat dapat mewujudkan target eliminasi TBC pada 2050 dan menciptakan masa depan yang bebas dari penyakit ini. [WLC02]
Discussion about this post