Wanaloka.com – Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui keputusannya Nomor 3045 K/40/Men/2014 tentang Penetapan Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK) Gunung Sewu sebagai kawasan lindung geologi, menyebutkan bahwa luasan KBAK Gunungkidul adalah 75.835,45 hektare. KBAK Gunung Sewu berada di wilayah Kabupaten Gunungkidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Pemkab Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah, dan Pemkab Pacitan, Provinsi Jawa Timur. Tiba-tiba, Pemkab Gunungkidul mengusulkan agar kawasan itu dikurangi menjadi 37.018,06 hektare (51,19 persen) dari luas KBAK yang sudah ditetapkan.
Usulan itu disampaikan dalam rapat koordinasi tentang Peninjauan Kembali KBAK Gunung Sewu Gunungkidul pada 1 November 2022. Hasilnya, Pemkab Gunungkidul memutuskan untuk mengajukan permohonan peninjauan ulang deliniasi KBAK kepada Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Cq. Kepala Badan Geologi untuk mengurangi luasan KBAK Gunung Sewu Gunungkidul.
Alasannya, pengurangan luasan KBAK untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat, yaitu pengembangan pariwisata, pembangunan infrastruktur, dan Industri.
Baca Juga: Tenaga Kesehatan Cadangan untuk Hadapi Krisis Kesehatan dan Bencana
“Padahal pembangunan di kawasan karst, tidak harus menghilangkan fungsi kawasan lindung dari suatu bentang alam,” sesal perwakilan Masyarakat Speleologi Indonesia, Petra dalam siaran pers yang dilansir dari laman Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Yogyakarta.
Direktur Eksekutif Walhi Yogyakarta, Halik Sandera menjelaskan, penetapan luasan KBAK Gunungkidul sudah dilaksanakan dengan standar kajian akademis dan melalui proses panjang yang melibatkan berbagai stakeholder pentahelix (universitas, dunia usaha, pemerintah daerah – nasional, media, civil society organization dan masyarakat sipil). Hasilnya, kawasan karst di Gunungkidul memenuhi kriteria KBAK sesuai Peraturan Menteri ESDM Nomor 17 Tahun 2018 tentang Penetapan KBAK.
“Apabila luasan KBAK dikurangi, akan berdampak pada ketidakpastian hukum, ancaman kelestarian lingkungan, potensi bencana akibat perubahan lahan dan pembangunan secara masif serta eksploitasi seperti pertambangan yang berpengaruh pada ekosistem kawasan karst,” papar Halik.
Baca Juga: Sejak 2017 Belum Ada Upaya Pengendalian Pencemaran di Danau Batur
Sementara ekosistem kawasan karst Gunungidul tersebut merupakan kawasan warisan dunia yang sudah ditetapkan UNESCO sebagai kawasan Global Geopark Network (GGN) pada 2015. Pengurangan luasan KBAK akan sangat berdampak pada penilaian UNESCO terhadap proses evaluasi dan revalidasi tahap II yang akan dilaksanakan pada 2023 untuk tetap menjaga status Global Geopark Gunung Sewu di mata dunia.
“Kami menolak rencana pengurangan luasan KBAK. Dan memohon dukungan Gubernur DIY dan Menteri ESDM RI Cq Kepala Badan Geologi untuk tidak menyetujui rencana yang diusulkan Pemkab Gunungkidul tersebut,” kata Halik atas nama Koalisi Masyarakat Pemerhati Karst Indonesia.
Resapan Air Hujan Terancam
Perkembangannya, Pemerintah DIY telah memberikan respon atas surat yang diajukan Koalisi Masyarakat Pemerhati Karst Indonesia terkait penolakan rencana pengurangan KBAK Gunung Sewu yang diajukan Pemkab Gunungkidul. Yakni dengan menggelar forum dengar pendapat para ahli melalui kegiatan FGD I pada 1 Desember 2022.
Baca Juga: Ini Wilayah Berpotensi Hujan Lebat dan Gelombang Tinggi Saat Nataru
Pemprov DIY juga telah mengadakan webinar untuk memberikan masukan kepada Pemkab Gunungkidul tentang alternatif pembangunan di Kawasan Karst Gunung Sewu pada 22 Desember 2002. Webinar tersebut menghadirkan narasumber pakar valuasi ekonomi lingkungan Universitas Gadjah Mada (UGM), Poppy Ismalina dan Ketua DPD Gabungan Industri Pariwisata Indonesia DIY, Bobby Ardyanto Setyoadjie.
“Pengurangan luasan KBAK Gunungsewu di Gunungkidul berpotensi meningkatkan kemungkinan alih fungsi lahan yang akan berdampak pada fungsi karst sebagai kawasan resapan air hujan,” kata Poppy.
Berdasarkan hasil valuasi ekonomi yang dilakukan Poppy bersama Koalisi Masyarakat Pemerhati Karst Indonesia, karst Gunungsewu memiliki potensi serapan air senilai 31.004.473.500 meter kubik per bulan. Dari hasil perhitungan, nilai ekonomi (harga) air dengan asumsi harga per meter kubik Rp4.000 (Data Harga Air PDAM Gunungkidul Rp4.000/0–10 meter kubik), sehingga valuasi ekonomi air yang diberikan kawasan karst untuk kebutuhan hidup masyarakat, pertanian, PDAM, dan lain-lain adalah Rp12.401.789.400.000 per bulan atau Rp148.821.472.800.000 per tahun.
Discussion about this post