Di sisi lain, ada syarat sah hewan yang yang harus dipenuhi untuk dijadikan kurban, yakni hewan sehat, tidak cacat seperti buta, pincang, tidak terlalu kurus, dan cukup umur. Sementara terkait PMK, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menerbitkan Fatwa MUI Nomor 32 Tahun 2022 tentang Hukum dan Panduan Pelaksanaan Ibadah Kurban Saat Kondisi Wabah PMK. Pertama, hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori ringan, seperti lepuh ringan pada celah kuku, kondisi lesu, tidak nafsu makan, dan keluar air liur lebih dari biasanya hukum sah menjadi hewan kurban.
Baca Juga: Wabah PMK, Kementerian Agama Siapkan Aturan Penyembelihan Hewan Kurban
Kedua, hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat, seperti lepuh pada kuku sampai terlepas, pincang, tidak bisa berjalan, dan menyebabkan sangat kurus, hukumnya tidak sah menjadi hewan kurban.
Ketiga, hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat dan sembuh dari PMK dalam rentang waktu yang dibolehkan kurban (tanggal 10-13 Dzulhijjah), hukumnya sah menjadi hewan kurban.
Keempat, hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat dan sembuh dari PMK setelah lewat rentang waktu yang dibolehkan berkurban (tanggal 10- 13 Dzulhijjah), daging sembelihannya bukan merupakan hewan kurban, melainkan dianggap sedekah.
Sementara cara membedakan hewan tidak layak kurban dengan yang layak kurban pada masa wabah PMK berdasarkan pincang atau tidaknya hewan. Apabila hewan pincang, artinya menunjukkan gejala berat sehingga tidak layak dijadikan hewan kurban. Sedangkan hewan dengan gejala ringan masih dianggap sah sebagai hewan kurban.
Baca Juga: Jepang Hentikan Pinjaman Proyek PLTU Indramayu, Walhi: Perbankan Juga Harus Hentikan Pendanaan
Upaya Mencegah Penularan PMK
Penularan PMK dapat terjadi melalui kontak langsung antar ternak, kandang bersama, lalu lintas hewan tertular, kendaraan angkutan, udara, air, pakan atau minum, feses ternak terjangkit, serta produk maupun orang yang terkontaminasi virus PMK. Untuk mencegah penyebaran PMK, Nanung menyampaikan beberapa hal.
Pertama, melakukan pembatasan lalu lintas hewan ternak, kendaraan, maupun manusia terutama dari daerah terjangkit PMK. Kedua, memproteksi hewan ternak sehat agar tidak terinfeksi melalui pemberian suplemen atau pemberian nutrisi tambahan. Ketiga, vaksinasi pada ternak yang sehat.
Keempat, tidak mencuci daging maupun jeroan di sungai. Selain dapat mencemari lingkungan, juga berpotensi menularkan penyakit ke hewan yang sehat di tempat yang lain apabila hewan yang disembelih ternyata sakit. Selain itu mencuci daging di sungai juga tidak higienis.
Upaya-upaya tersebut diharapkan mampu meminimalisir penularan PMK agar tidak semakin meluas. [WLC02]
Sumber: ugm.ac.id.
Discussion about this post