Dalam konferensi yang diprakarsai International Ornithology Union (IOU) dan Institute of Zoology, Chinese Academy of Sciences yang bekerja sama dengan International Zoological Society, China Ornithological Society dan jurnal Avian Research, kedua mahasiswa ini menerima penghargaan “First Prize Poster Award” untuk Dudi Nandika dan “First Prize Presentation Awards” untuk Dwi Agustina.
Dudi merupakan seorang mahasiswa doktoral dari Fakultas Biologi UGM, berhasil mempresentasikan risetnya yang berjudul “Recent Data Analysis Feeding Guilds Bird Community as a Bioindicator for Manusela National Park Management, in Maluku”.
Riset yang dilakukan Dudi merupakan sebuah riset yang dilaksanakan untuk mencari tahu data populasi dan komposisi jenis burung di Taman Nasional (TN) Manusela, Maluku. Data ini nantinya akan digunakan menjadi dasar untuk mengelola kawasan dan memperbarui data dalam penentuan kebijakan penentuan status suatu jenis burung.
Baca Juga: Pengelola dan Pegiat Wisata Pendakian Mesti Punya Keterampilan Medis
Riset ini dilatarbelakangi adanya ancaman perburuan liar yang terjadi di wilayah Maluku. Bahwa 86 persen satwa yang diburu merupakan satwa dari keluarga aves sehingga dibutuhkan atensi khusus terhadap perlindungan satwa aves. Sebab peran ekologi mereka yang dinilai sangat penting untuk ekosistem.
“Perburuan liar merupakan ancaman terbesar yang dihadapi burung liar di wilayah Maluku. Prosentase 86 persen jenis satwa liar yang berhasil disita BKSDA adalah dari keluarga Aves,” kata Dudi dalam keterangan yang dikirim kepada wartawan, Senin, 25 November 2024.
Burung yang ada di Taman Nasional ini umumnya merupakan jenis yang dapat mewakili kondisi tipe habitat dan ketinggian yang berada dalam Kawasan TN Manusela. Menurut dia, peran ekologi burung dalam ekosistem menjadikan keberadaan burung memiliki peranan yang sangat penting, dan dapat dijadikan indikator kesehatan lingkungan dan perubahan ekologi atau habitat.
Baca Juga: Aktivitas Vulkanik Gunung Slamet Meningkat, Waspada Erupsi Freatik
“Sangat diperlukan kebijakan yang dapat melindungi satwa jenis aves yang berada di Taman Nasional Manusela,” ujar dia.
Selanjutnya, perwakilan UGM yang kedua, Dwi Agustina yang merupakan seorang mahasiswa magister dari fakultas Biologi UGM turut mempresentasikan risetnya yang berjudul “Aligning Cockatoo Conservation Efforts with Local Huaulu Customary Wisdom on Seram Island, Maluku, Indonesia”. Riset yang dilaksanakan Dwi Agustina membahas adanya konflik kepentingan di antara masyarakat adat Huaulu di Maluku dengan Pemerintah.
Bahwa masyarakat adat Huaulu ingin memburu burung Kakatua guna mendapatkan bulu jambulnya untuk kepentingan adat. Padahal ini bertentangan dengan kepentingan konservasi pemerintah.
Baca Juga: Usai Longsor dan Banjir Bandang di Deli Serdang, Tiga Orang dalam Pencarian
“Riset ini dilaksanakan untuk mendapatkan solusi guna menyelesaikan konflik ini secara damai,” jelas dia.
Menurut Dwi, riset ini berhasil menemukan jalan tengah guna menyelesaikan konflik antara pemerintah dengan masyarakat adat. Solusi yang ditawarkan adalah penggunaan bulu burung kakatua yang sudah rontok dalam pelaksanaan upacara adat, sehingga masyarakat adat tetap dapat melaksanakan upacara adat mereka tanpa memburu burung kakatua sehingga kepentingan konservasi pemerintah bisa tetap berjalan.
“Kesepakatan ini juga menjadi jalan tengah untuk menyelaraskan upaya konservasi burung khususnya kakatua maluku dengan kearifan lokal Negeri adat Huaulu,” jelas Dwi.
Baca Juga: KKP akan Luncurkan Peta Nasional Padang Lamun Akhir 2024
Ia berharap proses konservasi yang dilaksanakan di Maluku dapat berjalan lancar dan hewan-hewan yang terancam punah dapat dipulihkan populasinya.
“Dapat mengaktifkan kembali “seli kaitahu” untuk memulihkan populasi hewan buruan dan mengatur pemanfaatan hutan di dalam Negeri Adat, sehingga populasi hewan buruan yang berkurang dapat pulih Kembali,” papar Dwi.
Dekan Fakultas Biologi UGM, Prof. Budi Setiadi Daryono mengatakan penghargaan dan hasil riset yang telah dihasilkan oleh kedua mahasiswa ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada masyarakat Indonesia dan menjadi sebuah motivasi untuk upaya penelitian dan konservasi burung di Indonesia.
Menurut Budi, kedua mahasiswa ini telah lama menjadi praktisi dalam dunia konservasi burung khususnya burung paruh bengkok. Namun konferensi ini tentu merupakan ajang mempromosikan diri dan meningkatkan jaringan di dunia yang lebih luas, serta menambah wawasan. [WLC02]
Sumber: BBKSDA Papua, UGM
Discussion about this post