Wanaloka.com – Proses monitoring visual wilayah rawan bencana sekunder erupsi Gunungapi Ibu menggunakan pesawat nirawak (drone) Wingtra Gen-2 oleh tim pemetaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah selesai. Tim BNPB yang terdiri dari Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan (Pusdatinkom), Direktorat Pemetaan Risiko Bencana dan Direktorat Mitigasi itu menindaklanjuti dengan melakukan sosialisasi kepada warga yang tinggal di desa-desa yang dilalui jalur sungai berhulu di lereng gunung berketinggian 1.325 mdpl itu.
Hasil pemetaan visual udara itu dicetak dengan ukuran besar dan dipasang di pos pengungsian agar masyarakat dapat melihat kondisi geografis dan topografi di wilayah permukiman mereka. Tim juga membagikan informasi melalui perangkat komputer jinjing untuk menunjukan di mana wilayah permukiman mereka, apa saja potensi risiko bencananya dan bagaimana langkah mitigasi serta antisipasinya.
“Agar masyarakat bisa lebih memahami apa yang harus dilakukan apabila muncul tanda-tanda atau beberapa faktor lain yang dapat memicu terjadinya bencana sekunder erupsi Gunung Ibu yang masih berstatus Awas itu,” kata Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari dalam keterangan tertulis tertanggal 8 Juni 2024.
Baca Juga: Eka Djunarsjah, Perlindungan Lingkungan Laut Syarat Mutlak Pembangunan Berkelanjutan
Enam Desa Prioritas
Tim BNPB memotret aliran sungai yang berhulu ke Sungai Ibu. Foto udara tersebut diolah menjadi peta permukiman di enam desa dengan resolusi tinggi, yaitu untuk Desa Duono, Desa Togoreba Sungi, Desa Togoreba Tua, Desa Naga, Desa Podol dan Desa Togowo.
Apabila dilihat dari udara, jalur aliran sungai itu ditumbuhi beberapa jenis vegetasi yang secara alami tumbuh subur di wilayah lembah di laki Gunung Ibu. Jarak antara sungai dan permukimam penduduk juga bervariasi. Jaraknya berkisar 5 meter – 15 meter. Selain permukiman, wilayah jalur sungai itu juga terdapat tempat ibadah, sekolah, balai pertemuan dan fasilitas umum lainnya.
Tim BNPB memberikan sejumlah rekomendasi kepada masyarakat. Pertama, senantiasa memantau kondisi sungai, terutama apabila terjadi hujan dengan intensitas tinggi di wilayah hulu hingga hilir. Jika debit air semakin besar dan air berubah warna menjadi cokelat keruh kehitaman, maka segera lapor ke pemerintah desa setempat dan segera mengambil upaya kesiapsiagaan. Di sisi lain, masyarakat yang tinggal dekat dengan aliran sungai agar lebih meningkatkan kewaspadaan.
Baca Juga: Hari Laut Sedunia, Walhi dan Masyarakat Pesisir Serukan Laut untuk Rakyat Bukan Korporasi
Kedua, warga diharapkan dapat menjaga lingkungan sungai dengan tidak menebang pohon, tidak membuang sampah di sungai dan melakukan gotong-royong untuk normalisasi sungai. Jika sungai terhalang material berupa bebatuan maupun potongan batang pohon, maka segera dibersihkan karena dapat menyumbat aliran sungai. Kondisi itu berpotensi terjadi banjir bandang apabila debit air terus meningkat dan daya tampung sungai terbatas.
Discussion about this post