Baca Juga: Aktivitas Kawah Bromo Meningkat, Gunung Semeru Meletus
Ia memaparkan, sebelum ada perhutanan sosial, lahan garapan petani desa hutan hanya 0,083 hektare atau sama dengan 830 meter persegi.
“Setelah ada perhutanan sosial, mereka menerima SK dari kebijakan Presiden, naik 10 kali lipat penguasaan tanahnya menjadi 8.400 meter persegi rata-rata,” kata Guru Besar Fakultas Kehutanan UGM itu.
Bertambahnya luasan area yang digarap memberi dampak peningkatan pendapatan petani. Dari penelitian di Kabupaten Pati misalnya, pendapatan petani meningkat rata-rata tiga kali lipat, dari Rp1 juta per bulan sebelum ikut perhutanan sosial menjadi Rp3 juta per bulan setelah ikut perhutanan sosial.
Baca Juga: Dua Beruang Madu Korban Jerat di Perkebunan Sekitar TNGL Langkat
“Saya kira ini riil kerja-kerja inisiatif masyarakat sendiri, tapi kebijakannya pemerintah. Ia bisa mengapitalisasi modal sosial mereka untuk penambahan pendapatan mereka,” jelas San Afri.
Para pelaku perhutanan sosial juga menyampaikan sejumlah usulan, antara lain terkait penyelesaian SK Perhutanan Sosial yang masih tertunda. Menurut San Afri, Jokowi berjanji akan menindaklanjuti, seperti soal SK-SK yang tertunda, surat keputusan tentang perizinan perhutanan sosial yang masih tertunda.
“Dalam waktu sebulan ini, Pak Presiden akan merealisasikan secepatnya,” kata San Afri.
Baca Juga: Sejarah Observatorium Bosscha dalam Tiga Keping Perangko
Perwakilan Gema Perhutanan Sosial lainnya, Siti Fikriyah Khuriyati berharap agar seluruh SK perhutanan sosial di Jawa bisa selesai pada akhir 2024. Mengingat luasan lahannya yang tidak terlalu besar.
“Barulah pemerintah menata yang di luar Jawa. Kami ingin 12,7 juta hektare diselesaikan di eranya Pak Jokowi, 2024. Itu warisan luar biasa,” ujar Siti. [WLC02]
Discussion about this post