Wanaloka.com – Penemuan mikroplastik dalam air hujan di Jakarta menandai fase baru pencemaran lingkungan yang berpotensi mengancam kesehatan manusia. Hasil riset Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menunjukkan partikel plastik mikroskopis tersebut berasal dari serat sintetis pakaian, debu kendaraan, hingga sisa pembakaran sampah plastik. Mikroplastik yang melayang di udara kemudian terbawa angin dan turun kembali bersama air hujan.
Dosen Departemen Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada, Annisa Utami Rauf menyoroti pentingnya tanggung jawab industri dalam pengelolaan limbah plastik. Produsen besar dinilai memiliki peran strategis untuk mengembangkan sistem pengembalian kemasan dan daur ulang produk.
Selain itu, pemerintah perlu memperkuat kebijakan pengurangan sampah dari hulu hingga hilir.
“Produsen yang menghasilkan plastik semestinya punya program taking back trash. Pemerintah dan industri harus bekerja sama agar sampah tidak berakhir di tempat pembuangan akhir,” tegas Annisa, Jumat, 24 Oktober 2025.
Baca juga: Emilya Nurjani, Sampaikanlah Peringatan Dini Cuaca Ekstrem dengan Bahasa Mudah Dipahami
Sementara konsep reduce dan reuse masih menjadi strategi paling efektif dalam mengurangi potensi akumulasi mikroplastik di alam. Beberapa negara telah memulai langkah konkret dengan memberikan insentif bagi masyarakat yang mengembalikan produk lama atau mendaur ulang limbah plastik.
Pola semacam itu dapat diterapkan di Indonesia dengan menyesuaikan konteks sosial dan budaya masyarakat.
“Program pengurangan sampah bisa dilakukan lewat kolaborasi industri dan masyarakat. Intinya, sampah harus dikurangi dari sumbernya,” kata dia.
Keberadaan mikroplastik yang kini ditemukan di atmosfer, bahkan pada air hujan dan awan, memperlihatkan siklus plastik telah menjangkau seluruh lapisan lingkungan. Riset di Jepang menunjukkan partikel mikroplastik ditemukan di awan, menandakan polusi ini telah bersifat global.
Baca juga: Belajar dari Kearifan Lokal Kasepuhan Girijaya dan Tahura Atasi Perubahan Iklim
“Mikroplastik sudah menyebar di berbagai media lingkungan, termasuk udara dan awan. Kalau kita tidak menghentikan sumbernya, dampaknya bisa semakin luas,” kata Annisa.
Ia menekankan pentingnya membangun kesadaran kolektif mulai dari individu hingga pembuat kebijakan. Pemerintah daerah dapat mengambil langkah konkret dengan membatasi penjualan air minum dalam kemasan plastik di sekolah atau fasilitas publik. Pendidikan sejak dini juga penting untuk membentuk perilaku ramah lingkungan.
“Kesadaran harus dibangun dari diri sendiri dan lingkungan sekitar. Kalau sejak anak-anak sudah dibiasakan membawa botol minum sendiri, kami bisa berharap generasi berikutnya lebih peka terhadap isu plastik,” papar dia.
Baca juga: Walhi Tolak Proyek PLTGU Batang, Gunakan Gas Fosil Penyebab Emisi Gas Rumah Kaca
Ditemukan dalam organ makhluk hidup
Ancaman mikroplastik terhadap kesehatan manusia sangat besar. Pada studi hewan, partikel ini sudah ditemukan di beberapa organ dan berpotensi menyebabkan gangguan reproduksi.
Menurut Annisa, risiko paparan mikroplastik lebih tinggi di wilayah perkotaan yang padat penduduk. Aktivitas masyarakat yang masih bergantung pada plastik sekali pakai berkontribusi besar terhadap akumulasi partikel plastik di udara dan lingkungan. Kesadaran masyarakat untuk membatasi konsumsi plastik perlu ditingkatkan agar dampaknya dapat ditekan.






Discussion about this post