“Ketidakstabilan lereng pemicu longsoran dan runtuhan dapat disebabkan oleh berbagai faktor di antaranya kesalahan dalam mendesain geometri front/lereng misal di daerah tambang yaitu ketinggian dan kemiringan lereng, pengaruh air baik air tanah maupun air hujan, jenis batuan, sifat fisik dan mekanik batuan,” kata Daryono.
Kecelakaan yang diakibatkan oleh ketidakstabilan lereng akan berdampak kepada mereka yang berada di tepi lereng atau tebing dan lingkungan sekitar yang dapat menyebabkan kerugian harta dan jiwa.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan penelitian, pengujian dan analisa terhadap kondisi lereng-lereng yang berada dekat zona tambang, permukiman atau tempat wisata, khususnya wisata geopark.
“Tragedi wisata di Danau Furnas di Calitolio, Brazil adalah pelajaran penting untuk kita sekaligus warning terhadap keamanan wisata alam kita dan pentingnya asesmen keamanan wisata geopark seperti di Danau Toba, Raja Ampat, Ciletuh, Gunung Batur, Gunung Rinjani dan kawasan wisata pantai bertebing curam seperti Green Canyon Pangandaran, Pantai Uluwatu, Pantai Dreamland di Bali, juga zona wisata perbukitan karst termasuk wisata sungai bawah tanahnya,” tulis Daryono.
Daryono pada Rabu, 12 Januari 2022, kembali memposting kejadian runtuhnya tebing di wisata alam.
“Inilah yang saya khawatirkan dan pentingnya asesmen keselamatan wisata alam-geopark,” tulis Daryono dengan menyertakan tautan berita Tribun Jogja memberitakan patahan tebing di pantai Sadranan, Tepus, Gunungkidul, Rabu 17 Juni 2015, yang menyebabkan satu orang tewas. [WLC01]
Discussion about this post