Wanaloka.com – Plt. Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati mengingatkan bahwa perubahan iklim telah mencapai tahap kritis. Data BMKG menunjukkan periode 2015-2024 adalah yang terpanas dalam sejarah. Tahun 2024 tercatat anomali suhu sebesar 1,55 derajat celcius di atas rata-rata pra-industri, melampaui kesepakatan Paris.
Tren peningkatan curah hujan ekstrem di Indonesia berkorelasi langsung dengan kenaikan suhu permukaan dan konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK). Dampak perubahan iklim, seperti mencairnya gletser di Papua dan naiknya suhu muka air laut, memicu bencana hidrometeorologi ekstrem, seperti banjir yang melanda Jabodetabek awal Maret 2025.
Kemudian data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat lebih dari 37 ribu kepala keluarga terdampak banjir di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Banten (Jabodetabek). Sementara itu, BMKG mencatat 1.891 kejadian cuaca ekstrem di Indonesia periode 1 Januari-17 Maret 2025, yang menyebabkan banjir, pohon tumbang, tanah longsor, kerusakan bangunan, gangguan transportasi, dan korban jiwa.
Baca juga: Media Berperan Penting Memperkuat dan Mendukung Pengesahan RUU Masyarakat Adat
“Siklus banjir yang semula lima tahunan bisa menjadi lebih sering, bahkan setiap tahun apabila kita tidak mampu mengelola lingkungan. Ini harus dicegah,” tegas Dwikorita dalam Webinar Nasional bertajuk “Refleksi Banjir Jabodetabek: Strategi Tata Ruang dan Mitigasi Cuaca Ekstrem” sebagai Peringatan Hari Meteorologi Dunia (HMD) ke-75, di Jakarta, Senin, 24 Maret 2025.
Data BMKG menunjukkan curah hujan di Bekasi saat banjir 2025 lebih dari 200 mm/hari, lebih rendah dari banjir 2020 yang mencapai lebih dari 300mm/hari. Namun, tren curah hujan ekstrem (>150mm/hari) secara umum meningkat di Indonesia, seiring dengan kenaikan suhu permukaan dan konsentrasi GRK.
“Kekeringan dan banjir adalah dua sisi mata uang dari perubahan iklim. Keduanya akan semakin parah dan terus berlanjut setiap tahunnya,” ujar Dwikorita.
Baca juga: Daftar Taman Nasional yang Tutup Sementara Saat Libur Lebaran 2025
Ia pun menekankan penting pemahaman mendalam tentang pengaruh iklim dan cuaca terhadap kehidupan manusia. Agar seluruh pemangku kepentingan dan masyarakat dapat melakukan mitigasi, pencegahan, dan pengurangan risiko bencana secara efektif.
Tata ruang dalam mitigasi bencana
Di sisi lain, Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono menekankan pembangunan infrastruktur dan penataan ruang yang tangguh serta berkelanjutan mempertimbangkan aspek ketahanan iklim dan bencana. Pendekatan ini penting agar pembangunan nasional mampu menjawab tantangan iklim dan risiko kebencanaan secara menyeluruh dan berjangka panjang.
“Pembangunan nasional ke depan harus berbasis pada pemahaman risiko, dengan memanfaatkan data akurat dari BMKG. Pengarusutamaan ketahanan iklim dan kebencanaan harus menjadi praktik utama dalam setiap proses pembangunan,” kata Agus.
Baca juga: Empat Pekerja Tertimbun Longsor di Area Penyimpanan Limbah B3 Tailing di Morowali
Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung pun menyampaikan, Jakarta sebagai daerah yang dilalui 13 sungai sangat rentan terhadap banjir dan bencana yang diakibatkan cuaca ekstrem. Ia menyebutkan faktor-faktor yang memperburuk situasi, seperti perubahan tata guna lahan di hulu, penurunan muka tanah, dan perubahan iklim.
“Pemerintah DKI Jakarta terus menggunakan data BMKG untuk mengantisipasi banjir, baik akibat kiriman dari hulu, hujan lokal, maupun banjir rob. Kami juga melakukan operasi modifikasi cuaca untuk meredistribusi curah hujan,” jelas Pramono.
Selain itu, Pemprov Jakarta bersama BMKG meningkatkan sistem peringatan dini berbasis teknologi yaitu BMKG Signature khusus wilayah Jakarta. Teknologi ini memiliki beberapa keunggulan yang nantinya akan memberikan informasi cuaca secara akurat dan tepat waktu kepada masyarakat sekaligus dapat merancang kebijakan tata ruang yang lebih adaptif.
Baca juga: Janji Menteri Kehutanan, Lebih Banyak Menanam Pohon Daripada Menebang
Kepala Biro Perekonomian Jawa Barat, Yuke Maulani Septina mengungkapkan bahwa alih fungsi lahan di daerah hulu menjadi salah satu penyebab utama banjir di wilayahnya. Ia menegaskan komitmen pemerintah untuk mengeluarkan peraturan Gubernur terkait larangan penggunaan area resapan air untuk pembangunan.
“Kalau kemarin ada banjir karena memang di bagian sempadan dan hulu-hulu sungai tidak ada penyangganya. Langkah-langlah strategis sedang kami jalankan terutama mengembalikan fungsi kawasan lindung ke semula,” jelas dia.
Sebelumnya, Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional (Wamen ATR/Waka BPN), Ossy Dermawan menilai, perencanaan tata ruang yang baik merupakan fondasi utama dalam pembangunan berkelanjutan. Tata ruang yang efektif tidak hanya mengatur pemanfaatan lahan, tetapi juga memastikan pembangunan dilakukan dengan memperhatikan faktor lingkungan, sosial, dan ekonomi.
Baca juga: Hari Air Sedunia 2025, Sungai Mahakam Kehilangan Tuah Akibat Kepentingan Ekstraksi
Discussion about this post