Agus mengungkapkan, harapan Indonesia FLEGT VPA dapat diimplementasikan secara konsisten oleh kedua belah pihak di sisi negara produsen maupun negara konsumen.
“Negara produsen perlu memberikan pengakuan pasar yang lebih luas atas sistem nasional melalui kemitraan yang menerapkan prinsip-prinsip saling percaya, saling menghormati dan saling menguntungkan pihak-pihak yang terlibat,” ujar Agus.
Usai peluncuran kajian implementasi FLEGT, Kementerian LHK bersama dengan Kedutaan Besar RI di Republik Jerman melakukan pertemuan membahas mengenai hasil kajian serta rekomendasi terkait kebijakan yang perlu diambil ke depan.
Baca Juga: Pekan Ini, Kasetpres Janjikan Bahas 34 Kasus Reforma Agraria yang Belum Selesai
Ada dua isu utama yang dibahas, pertama, hambatan perdagangan yang dihadapi negara produsen kayu dalam dan upaya-upaya yang perlu dilakukan untuk mengatasi hambatan tersebut, dan; kedua, strategi apa saja yang dapat digunakan untuk memperkuat skema nasional di masing-masing negara produsen.
Hasil pertemuan, mengidentifikasi beberapa barrier dalam konteks regulasi, finansial dan pasar, informasi, dan institusi. Strategi yang dapat digunakan untuk mengatasi hambatan tersebut antara lain implementasi regulasi untuk pengaturan di pasar domestik maupun ke pasar global, inovasi dalam memperoleh pendanaan, penguatan pengenalan dan promosi skema inisiatif nasional ke publik, pengadaan studi-studi lanjutan untuk mendukung proses pengambilan keputusan, penguatan koalisi dengan berbagai pihak yang memiliki kepentingan yang sama, serta kepemimpinan yang kuat. Hasil kajian tersebut selanjutnya akan menjadi basis bagi perumusan kerjasama pengakuan skema penjaminan legalitas dan kelestarian di negara-negara produsen yang akan dibahas antara lain di forum kebijakan Broader market recognition di London pada 26-27 September 2022 dan di forum Conference of Parties (COP) 27 di Mesir.
Dirjen PHL Agus Justianto juga memperbarui perkembangan implementasi SVLK di Indonesia, khususnya terkait transformasi SVLK dari Sistem Verifikasi Legalitas Kayu menjadi Sistem Verifikasi Legalitas dan Kelestarian. Peluncuran untuk logo baru SVLK telah dilakukan di UNFCCC COP-26 di Glasgow.
Baca Juga: Empat Ribu Lebih Warga Garut Terdampak Banjir dan Longsor
Pada saat ini, Kementerian LHK bersama dengan para pemangku kepentingan sedang dalam proses untuk meninjau dan merevisi peraturan turunan tentang pedoman dan standar SVLK untuk mencakup verifikasi kedua aspek tersebut. Rebranding SVLK menegaskan kembali komitmen Indonesia terhadap upaya untuk mencapai pengelolaan hutan yang berkelanjutan serta untuk memasok pasar dengan produk kayu dan kayu yang dipanen secara legal dan berkelanjutan.
Pertemuan yang dilaksanakan secara hybrid selama dua hari pada 23-24 September 2022 ini, diikuti lebih dari 130 peserta yang merupakan perwakilan dari unsur Pemerintah RI (Kementerian LHK, Kemendag dan Kemenlu), perwakilan negara konsumen Negara (UK, Germany), Akademisi/Lembaga Penelitian (Freiburg University, UGM, and IPB University, dan CIFOR), UNEP, pelaku bisnis (IKEA, asosiasi perkayuan Indonesia), NGO/CSOs (WRI, Telapak, WWF, EIA, Vietnam CSO, EIA) dan Donor (Palladium/MFP4, EU FLEGT). [WLC01]
Sumber: Kementerian LHK
Discussion about this post