Baca juga: Masyarakat Sipil Nilai IIGCE 2025 Merampas Ruang Hidup Lewat Proyek Panas Bumi
PT KWE disebut telah menyusun dokumen EIA dengan melibatkan tim ahli lintas disiplin dari IPB, serta melakukan konsultasi publik pada 23 Juli 2025 di Labuan Bajo bersama pemangku kepentingan, termasuk pemerintah daerah, tokoh masyarakat, LSM, pelaku usaha, dan akademisi.
Beberapa rekomendasi penting hasil konsultasi publik yang wajib diperhatikan PT KWE antara lain:
Pertama, beberapa jenis dan sejumlah sarana wisata perlu untuk di geser dan atau dikurangi jumlahnya terutama pada Blok 1 sampai dengan 6 hingga maksimal sarana terbangun 9-10% untuk menghindari overlap dengan komodo dan atau sarang komodo dan atau pohon.
Kedua, pembangunan jalan sedapat mungkin elevated dan tidak menebang pohon.
Baca juga: Seruan Aksi Iklim di 35 Kota di Indonesia dan 97 Negara Jelang KTT Iklim Brasil
Ketiga, perlu diperhatikan keberadaan sarang komodo pada radius 10 m terbebas dari areal terbangun untuk keamanan dan kenyamanan tamu.
Keempat, membangun kemitraan dengan mitra-mitra industri pariwisata yang ada di Labuan Bajo maupun pihak-pihak lain seperti perguruan tinggi dan sekolah pariwisata.
Kelima, mengimplementasikan Rencana Operasional yang telah dibuat dan memperbarui sesuai situasi dan kondisi terkini.
Baca juga: Atasi Banjir Bandang dengan Memperbanyak Ruang Terbuka Hijau di Perkotaan
Pembangunan mess karyawan PT PHC
Selain itu, ada juga perjanjian kerjasama antara Balai Taman Nasional Komodo dan PT Palma Hijau Cemerlang (PHC) No.PKS.38/T.17/TU/KUM.3.1/10/2024 dan Nomor 001/P.X/OP-PHC/18/2024 tanggal 18 Oktober 2024. Perjanjian itu diklaim untuk mendukung pengelolaan TN Komodo dalam aspek perlindungan dan pengawasan kawasan, pengawetan flora dan fauna, pemulihan ekosistem, pembinaan dan pemberdayaan masyarakat, dan pengembangan wisata alam dan jasa lingkungan.
Terkait adanya pembangunan mess karyawan untuk PT PHC dijelaskan, bahwa bangunan non-permanen dengan bahan dari kayu (balok dan papan), sehingga ramah lingkungan dan berfungsi mendukung pengelolaan TN Komodo. Bangunan tersebut digunakan untuk tempat berteduh/menginap karyawan sehingga dalam melakukan kegiatan pengamanan kawasan dapat dilakukan secara lebih efektif dan efisien.
“Bangunan tersebut juga tidak berfungsi komersial,” kata Krisdianto.
Baca juga: Atasi Banjir Bandang dengan Memperbanyak Ruang Terbuka Hijau di Perkotaan
Lantaran bersifat non-permanen dan berada di dekat lokasi kantor seksi yang juga mendukung pengelolaan TN Komodo, tidak diperlukan lagi dokumen EIA/Amdal/UKL-UP. Melainkan cukup dokumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) TN Komodo yang telah disusun.
Kondisi populasi Komodo
Berdasarkan monitoring Balai TN Komodo bersama Yayasan Komodo Survival Program (KSP), jika melihat data estimasi populasi dan nilai standard error, maupun rentang kepercayaan CI 95% di Pulau Padar dalam kurun waktu 3 tahun terakhir diklaim masih dalam kondisi populasi yang stabil dengan tidak terdapat indikasi penurunan populasi.
“Data 2025 menunjukkan indikasi peningkatan populasi, namun, pengungkapan data hasil monitoring tahun 2025 ke publik masih menunggu hasil analisis keseluruhan,” kata Krisdianto.
Baca juga: Komisi III DPR Desak Penegak Hukum Usut Aktor Besar Tambang Ilegal di Manokwari
Pengelolaan wisata alam di kawasan TN Komodo juga diklaim memberikan manfaat ekonomi. Saat ini terdapat 218 masyarakat dari Kampung Rinca, Kerora, Komodo, Papagarang, Mesah, dan Labuan Bajo yang terlibat langsung sebagai pemandu wisata, penyedia makanan, minuman, dan souvenir.
Secara regional, ekowisata di Labuan Bajo mendorong berkembangnya 4.572 lapangan kerja sektor pariwisata, 113 hotel/penginapan, 89 usaha makanan dan minuman, serta 537 kamar kapal wisata.
Kemenhut memastikan setiap tahapan pembangunan resort di Pulau Padar harus mematuhi ketentuan hukum, rekomendasi EIA, serta kaidah konservasi satwa Komodo. PT KWE wajib mengikuti arahan teknis yang telah ditetapkan, termasuk pembatasan pembangunan di sekitar habitat dan sarang Komodo.
Kementerian Kehutanan juga mengajak seluruh pihak untuk menunggu hasil proses penilaian internasional (UNESCO/WHC) yang tengah berlangsung serta bersama-sama menjaga integritas informasi dengan menghindari penyebaran kabar yang tidak akurat dan berpotensi menyesatkan publik. [WLC02]
Sumber: UGM, Kementerian Kehutanan







Discussion about this post