Baca juga: Karangsambung, Laboratorium Alam yang Rekam Sejarah Geologi Pulau Jawa
Kelima, poin terakhir adalah keterbukaan informasi lingkungan. Transparansi dalam kondisi awal lingkungan dan hasil pemantauan dinilai krusial agar masyarakat dapat memahami penyebab perubahan di area sekitar proyek panas bumi serta langkah mitigasi yang diambil.
Informasi ini tidak hanya berguna untuk meredam konflik, tapi juga sebagai dasar evaluasi bersama secara periodik.
“Pengawasan partisipatif pun menjadi lebih mungkin terjadi ketika data terbuka bagi publik,” imbuh dia.
Baca juga: Lilis Sulistyorini, Risiko Kesehatan Akibat Mikroplastik adalah Nyata dan Terukur
Pulau Panas Bumi
Indonesia memiliki potensi besar dalam energi panas bumi atau geothermal sebagai sumber energi bersih dan terbarukan, salah satunya di Pulau Flores, NTT. Berdasarkan data Kementerian ESDM, Flores memiliki lebih dari 30 titik potensi panas bumi dengan total daya mencapai sekitar 900 megawatt.
Sejak 2017, Pulau Flores bahkan mendapat julukan sebagai Pulau Panas Bumi. Keunggulan ini menjadikan Flores sebagai wilayah strategis dalam peta transisi energi nasional. Sayangnya, pemanfaatan energi tersebut masih jauh dari optimal.
Hingga kini, total kapasitas pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) yang beroperasi di Flores baru mencapai 18 megawatt listrik (MWe) atau kurang dari 25 persen kebutuhan listrik di wilayah NTT. Akibatnya, lebih dari 75 persen kebutuhan listrik masih dipenuhi dari bahan bakar fosil yang didatangkan dari luar.
Baca juga: Ada Keberlanjutan Ekonomi Masyarakat dari Dampak Konservasi Kekayaan Hayati
Kondisi ini dinilai telah membebani anggaran negara. Tercatat, tak kurang dari Rp790 miliar APBN per tahun digelontorkan untuk kompensasi dan subsidi bahan bakar minyak. Dengan potensi panas bumi yang melimpah, situasi ini dianggap ironi dalam konteks pembangunan berkelanjutan.
Pemerintah menilai, energi panas bumi dapat menjadi solusi jangka panjang untuk kemandirian dan keberlanjutan energi di NTT. Namun pengembangan energi ini tidak selalu berjalan mulus.
UGM sebagai institusi pendidikan tinggi dianggap punya andil dalam mendukung pengembangan energi panas bumi. Kampus ini dapat berkontribusi dalam mencetak sumber daya manusia unggul, meningkatkan kualitas eksplorasi, mengembangkan teknologi ekstraksi yang ramah lingkungan. Juga menyusun kajian ilmiah untuk memastikan pengembangan energi panas bumi berjalan aman, menyejahterakan masyarakat, dan berkelanjutan.
Sebagai kampus dengan semangat pengabdian, UGM juga dapat menjadi jembatan antara teknologi dan kearifan lokal. Dukungan dari akademisi diharapkan memperkuat legitimasi sosial dan ilmiah pengembangan energi di daerah. [WLC02]
Sumber: UGM
Discussion about this post