Wanaloka.com – Proyek Strategis Nasiona (PSN) di Pulau Rempang, Batam, Provinsi Kepulauan Riau, yang tengah dijalankan pemerintah, dinilai Ombudsman Republik Indonesia (ORI) ada potensi maladministrasi.
Ombudsman menegaskan, sepanjang belum didapatkannya sertifikat HPL, relokasi warga Pulau Rempang, tidak memiliki kekuatan hukum.
Pada 7 September 2023, terjadi tindakan represi aparat gabungan terhadap masyarakat yang menolak direlokasi dari Pulau Rempang.
Terkait peristiwa Pulau Rempang tersebut, anggota Ombudsman RI Johanes Widijantoro tegas menentang segala bentuk represifitas yang dilakukan aparat kepolisian dalam melakukan pengamanan di Pulau Rempang. Turunnya ribuan aparat disertai penggunaan gas air mata dalam merespons penolakan masyarakat justru menambah konflik menjadi semakin besar.
Baca Juga: Represi di Pulau Rempang, Koalisi Masyarakat Sipil: Batalkan PSN Rempang Eco-City Batam
Masyarakat di Pulau Rempang sangat terdampak dengan konflik yang terjadi akibat upaya relokasi warga Pulau Rempang, karena merasa terintimidasi. Ketakutan untuk melakukan pekerjaan sebagai nelayan maupun anak-anak yang takut bersekolah karena adanya aparat di perkampungan mereka.
Berdasarkan penelusuran Ombudsman, terdapat 16 Kampung Tua yang tersebar di Pulau Rempang, yakni Tanjung Kertang, Rempang Cate, Tebing Tinggi, Blongkeng, Monggak, Pasir Panjang, Pantai Melayu, Tanjung Kelingking, Sembulang, Dapur Enam, Tanjung Banun, Sungai Raya, Sijantung, Air Lingka, Kampung Baru dan Tanjung Pengapit.
Dikatakan Johannes, masyarakat di sepuluh kampung tua mendukung dilakukannya investasi di Pulau Rempang, namun menolak dilakukan relokasi. Mereka lebih mendukung apabila dilakukan penataan Kampung Tua dengan pengembangan investasi.
Baca Juga: Pemerintah Pilih Kebijakan Ekonomi Ekstraktif, Untung Tapi Merusak Lingkungan
Ombudsman telah melakukan permintaan keterangan secara langsung kepada para pihak terdampak.
“Serta pemeriksaan lapangan terhadap keberadaan Kampung Tua dengan merujuk Surat Keputusan Walikota Batam Nomor 105/HK/III/2004 Tentang Penetapan Perkampungan Tua di Kota Batam,” kata Johanes.
Menurut Johannes, adanya potensi maladministrasi yang dilakukan oleh Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam) dan Pemerintah Kota Batam (Pemkot Batam) pada rencana relokasi warga Kampung Tua di Pulau Rempang.
ORI memperoleh informasi bahwa BP Batam telah mencadangkan alokasi lahan Pulau Rempang sekitar 16.500 hektar. Lahan ini akan dikembangkan sebagai Proyek Strategis Nasional 2023 menjadi kawasan industri, perdagangan, hingga wisata dengan nama Rempang Eco Park Pulau Rempang.
Discussion about this post