Wanaloka.com – Penyakit jantung atau kardiovaskular menjadi penyebab kematian terbanyak di Indonesia. Berdasar hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kemenkes RI pada 2018, jumlah penderita penyakit jantung mencapai 4 hingga 5 juta jiwa. Sementara penyakit ini punya prevalensi sangat tinggi di dunia. Sekitar 1 dari 3 kasus kematian diperkirakan karena penyakit yang menyerang organ jantung.
“Penyakit jantung menjadi penyakit berbiaya tertinggi di Indonesia,” kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam peringatan Hari Jantung Sedunia 2022, 2 Oktober 2022.
Tiap tahun, klaim BPJS Kesehatan paling banyak untuk kardiovaskular. Penyakit ini juga banyak membuat masyarakat menderita karena biaya mahal. Bahkan, tak semua rumah sakit di seluruh provinsi di Indonesia punya dokter spesialis jantung.
Baca Juga: Keluarga Punya Riwayat Henti Jantung atau Sering Pingsan, Periksakan Jantung Anda
“Dari 34 provinsi hanya 28 provinsi yang bisa melakukan bedah jantung, karena dokter spesialis terbatas,” kata Budi.
Dokter spesialis jantung dan pembuluh darah, Rendra Mahardhika Putra menjelaskan, ada beberapa klasifikasi penyakit jantung. Penyakit jantung koroner, penyakit jantung katup, penyakit jantung akibat kondisi genetis, penyakit jantung terkait hipertensi, dan penyakit jantung terkait kelistrikan. Penyakit jantung juga dapat disebabkan penyakit yang berkaitan dengan paru-paru.
“Orang pengidap asma, tak hanya paru-parunya yang bermasalah. Jantungnya juga,” tutur Rendra dalam diskusi “Jangan Tunggu Terlambat, Jaga Jantung Tetap Sehat”, 30 September 2020.
Baca Juga: Hati-hati, Penyakit Jantung Mengintai Generasi Jompo
Penyakit jantung memiliki dua spektrum, yaitu simptomatis (bergejala) dan asimptomatis (tanpa gejala). Kasus asimptomatis biasanya banyak ditemui pada pasien diabetes akibat kondisi neuropati yang menyertai.
Sedangkan simptomatis biasanya ditandai gejala-gejala yang khas. Seperti jantung berdebar serta nyeri dada sebelah kiri.
“Rasanya berat seperti tertimpa beban. Lalu menjalar ke lengan atau ke leher. Untuk beraktivitas bertambah berat nyerinya,” jelas Rendra.
Baca Juga: Kelebihan Gula dan Garam Jadi Biang Penyakit, Ini Tips Mengontrolnya
Selain itu, rasa sesak saat berjalan, naik tangga, perubahan posisi (misal dari duduk ke tidur), maupun saat terbangun di tengah malam.
Discussion about this post