Wanaloka.com – Semburat cahaya sang surya sedikit terhalang mendung saat menyentuh rimbunan kebun salak pondoh yang tumbuh subur di Kalurahan Girikerto, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta, Kamis, 27 Juni 2024 pagi. Ratusan ikan nila yang kelaparan saling berlomba melahap dedak yang ditebar petani menciptakan riak air di kolam-kolam berukuran tak lebih dari 3×5 meter.
Kehidupan perkampungan di kaki Gunungapi Merapi mulai menggeliat pagi itu. Ada yang berladang, memberi makan ikan, memasak di dapur, berjualan makanan hingga menjemur baju di teras halaman rumah. Begitupun dengan beberapa relawan komunitas bencana yang selalu memonitor informasi menggunakan radio handy talky (HT).
Di tengah kedamaian itu, sebuah pesan panggilan radio Posko Kalurahan Girikerto memecah keheningan. Rupanya, ada kabar dari Balai Penyelidikan dan Pengembangna Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) yang diteruskan oleh Pusat Pengendali dan Operasi (Pusdalops) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman.
Baca Juga: Peneliti UGM Kembangkan Microforest 100 untuk Kontribusi Net Zero Carbon
Dari informasi itu, tersiar kabar bahwa Gunungapi Merapi ditetapkan statusnya menjadi level IV atau “AWAS” karena adanya perubahan deformasi kubah yang sangat signifikan. Pihak BPBD Kabupaten Sleman lantas meminta relawan posko untuk segera melaporkan kabar tersebut kepada Kepala Kalurahan dan masyarakat untuk segera melakukan evakuasi mandiri.
Suradilah, 62 tahun yang tengah beraktivias di rumahnya dihampiri petugas posko. Perempuan sepuh itu diminta segera mengemasi barang dan membawa pakaian secukupnya untuk dibawa ke barak pengungsian yang tengah disiapkan.
Di lokasi lain, Turwidaningrum yang tengah berbaring di tempat tidur juga didatangi dua petugas posko. Kemudian petugas itu membawa perempuan lansia itu menggunakan kursi roda. Kedua kakinya sudah tidak kuat menopang tubuhnya yang makin renta.
Baca Juga: Infeksi Bakteri “Pemakan Daging” di Jepang Menular Lewat Droplet dan Pernafasan
Selang beberapa menit kemudian, ratusan warga Girikerto mulai berbondong-bondong menuju lokasi barak pengungsian. Beberapa mobil bak terbuka dan ambulans mondar-mandir menjemput dan mengantarkan warga ke pengungsian sementara.
Setibanya di lokasi pengungsian, warga mulai didata dan diberikan pelayanan kesehatan, khususnya bagi mereka yang masuk kategori kelompok rentan seperti lansia, disabilitas, ibu hamil, ibu menyusui dan anak-anak. Dalam waktu tak kurang dari dua jam, seluruh warga berhasil dievakuasi seiring pelayanan posko pengungsian yang mulai dilengkapi oleh relawan gabungan.
Narasi di atas adalah gambaran simulasi evakuasi mandiri warga Girikerto yang dilakukan untuk peningkatan kesiapsiagaan atas potensi dampak risiko bencana erupsi Gunung Merapi. Giat itu diprakarsai oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bersama Pemerintah Kabupaten Sleman.
Baca Juga: Kata Guru Besar IPB University Soal Konservasi Raptor, Dugong dan Kelelawar
Giat simulasi itu sedikit berbeda karena dilakukan dengan melibatkan masyarakat lansia dan kelompok rentan lainnya sebagai fokus utama dalam upaya peningkatan kesiapsiagaan. Giat yang dilakukan selama kurang lebih satu jam itu berjalan sesuai harapan. Para peserta dan petugas sangat kooperatif dalam melaksanakan rangkaian simulasi.
Catatan Erupsi Merapi di Girikerto
Kalurahan Girikerto adalah wilayah di Kecamatan Turi. Ada 7.905 warga yang terdiri dari 3.964 laki-laki dan 3.941 perempuanyang tinggal di sana. Sebanyak 15 persen atau 1.385 jiwa merupakan kelompok lansia. Apabila dirinci lebih detil, ada 651 lansia laki-laki dan 744 lansia perempuan. Sebanyak 1.030 lansia sudah mandiri, 333 semi mandiri dan 22 sisanya lansia tirah baring (bedridden).
Kalurahan yang memiliki luas wilayah sekitar 13.07 kilometer persegi itu memiliki 13 padukuhan dimana 1 padukuhan masuk dalam Kawasan Rawan Bencana (KRB) III dan 1 padukuhan masuk KRB II.
Baca Juga: Foto Jurnalis Regina Safri Tularkan Virus Peduli Alam di 16 Kota
Dalam sejarahnya, Kalurahan Girikerto pernah terdampak erupsi Gunung Merapi, yakni pada tahun 1967, 1968 dan 1969. Pada saat itu arah letusan cenderung ke arah hulu Sungai Batang, Bebeng dan Krasak dengan jarak luncur 9-12 kilometer.
Kemudian pada 15 Juni 1984, Gunung Merapi meletus dan mengeluarkan Awan Panas Guguran (APG) mengarah ke Sungai Blongkeng, Putih, Batang daj Krasak. Material vulkanik yang dikeluarkan saat itu tercatat mencapai 4,5 juta meter kubik.
Adapun pada tahun 1986, 1992, 1994, 1997, 2001 dan 2005 wilayah Girikerto tak luput dari dampak aktivitas erupsi Gunung Marapi yang terjadi pada saat itu.
Baca Juga: Rina Mardiana, Informasi PSN Rempang Ecocity Tak Transparan
Masyarakat Merapi Sebagai Role Model
Giat simulasi lansia itu mendapat apresiasi Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto yang secara khusus datang untuk menyaksikan para kelompok rentan dan relawan dapat bersinergi dalam meningkatkan upaya kesiapsiagaan.
Pada momentum itu, Suharyanto juga menaruh simpati dan penghargaan tinggi kepada seluruh peserta, baik masyarakat lansia maupun petugas relawan.
Dari rangkaian simulasi itu, Suharyanto melihat meski usia lanjut, tetapi tidak menyurutkan semangat para peserta. Senyum peserta yang tak lagi muda itu membuncah. Energinya seakan tak pernah padam, seolah tak mau kalah dengan mereka yang masih muda.
Baca Juga: Api Abadi Tanjung Api dan Mata Air Panas One Pute di Sulawesi Tengah Mengandung Hidrogen Alami
Dalam sambutannya, Suharyanto pun secara khusus menyapa peserta lansia sebagai pemuda-pemudi sebagai penghormatan sekaligus menggenjot semangat dan mencairkan suasana.
“Bapak ibu sekalian. Para pemuda-pemudi tahun 60-70 an yang saya banggakan,” buka Suharyanto disambut tawa semangat dan tepuk tangan peserta.
Pada momentum itu, Suharyanto menjelaskan tentang rentetan bencana yang mengalami tren naik setiap tahun. Lantaran dipicu beberapa faktor seperti pertambahan jumlah penduduk, tata kelola lingkungan, perubahan iklim dan sebagainya.
Discussion about this post