Wanaloka.com – Tiga warga Desa Pakel, Kecamatan Licin, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur — Mulyadi (55), Suwarno (54), Untung (53) — divonis 5 tahun 6 bulan penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Banyuwangi pada 26 Oktober 2023. Trio Pakel itu dituding bersalah karena “melakukan tindak pidana turut serta menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat” sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (1) UU No 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang Keonaran.
“Di tengah bukti yang lemah dan kondisi desa yang tengah dilanda konflik agraria, itu adalah keputusan gegabah,” kata kuasa hukum Trio Pakel dari LBH Surabaya, Habibus Salihin dalam siaran pers yang diterima Wanaloka.com pada 28 Oktober 2023.
Ia mewakili Koalisi Bebaskan Trio Pakel yang meliputi Rukun Tani Sumberejo Pakel; Tim Kerja Advokasi Gerakan Rakyat untuk Kedaulatan Agraria (TeKAD GARUDA), yakni LBH Surabaya, Walhi Jawa Timur, LBH Disabilitas, LBH BR (Buruh dan Rakyat) Jawa Timur, LPBH NU Banyuwangi, LEKVORI, LBH Mas Alit; YLBHI dan KontraS Jakarta.
Baca Juga: Praktik Bluewashing, Walhi: Regulasi Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut Harus Dicabut
Koalisi menilai kasus kriminalisasi tiga petani Pakel terjadi karena Majelis Hakim PN Banyuwangi tidak mampu melihat konteks persoalan. Di mana Desa Pakel merupakan salah satu tapak konflik agraria yang tengah dalam upaya penyelesaian. Sejak awal laporan mengenai penyebaran berita bohong oleh sesama warga terkait konflik agraria yang tengah terjadi, yakni perjuangan warga untuk memperoleh hak atas tanah.
“Dalam fakta persidangan, kami menemukan itu. Bahkan data dan fakta sudah berkali-kali kami sampaikan bahwa Desa Pakel adalah korban ketimpangan penguasaan tanah,” terang Habibus.
Dampaknya, penguasaan tanah oleh warga Pakel mengalami defisit atau berkurang. Berdasarkan data yang mereka himpun, total lahan Pakel seluas 1.309,7 hektare. Namun warga Pakel yang sejumlah 2.760 jiwa hanya berhak mengelola lahan kurang lebih seluas 321,6 hektare. Luasan tersebut diketahui setelah ada proses telaah penguasaan lahan di Pakel melalui overlay peta kawasan.
Baca Juga: Angin Kencang di Pandeglang Dua Orang Meninggal Dunia
Dalam penguasaan lahan tersebut, terdapat hak guna usaha (HGU) PT Bumi Sari seluas 271,6 hektare, serta 716,5 hektare yang dikuasai Perhutani KPH Banyuwangi Barat. Lantaran itu pula, warga berjuang untuk memperoleh hak atas tanah.
Seiring berjalannya waktu, kasus tersebut juga sudah masuk dalam laporan ke ATR/BPN dan menjadi perhatian, terutama masuk dalam salah satu kasus yang akan diselesaikan. Meski tidak secara tertulis, tetapi diabaikan.
Koalisi memandang laporan tersebut bertendensi menghambat upaya penyelesaian konflik agraria di Desa Pakel. Terbukti, upaya penyelesaian kasus ini menjadi terhambat.
Baca Juga: Gempa 6,1 Magnitudo di Laut Banda Guncangan Dirasakan hingga IV MMI
“Jadi yang dialami tiga warga Pakel ini adalah bentuk kriminalisasi,” tegas Habibus.
Tanda-tanda Dikriminalisasi
Bentuk kriminalisasi tersebut ditengarai terlihat sejak awal kasus berjalan, karena ada upaya penangkapan sewenang-wenang dan dilakukan secara serampangan. Antara lain tanpa menunjukkan surat tugas, tidak memberikan ketiga petani tersebut surat perintah penangkapan yang mencantumkan identitas, ditangkap saat praperadilan sedang berjalan, penetapan tersangka yang tidak sah berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Namun Majelis Hakim PN Banyuwangi dinilai tidak melihat persoalan tersebut dan mengabaikan konflik agraria di Pakel. Padahal dalam kasus lain yang pernah dialami pelapor, saat dia dikriminalisasi pihak perkebunan, kemudian divonis bebas. Sebab salah satu dalil dari hakim PN Banyuwangi saat itu adalah sedang terjadi konflik agraria.
Baca Juga: Selatan Jawa Jadi Lokasi Uji Sistem Peringatan Dini Tsunami IOWave23
Dugaan kriminalisasi terhadap Trio Pakel, menurut koalisi juga tampak sejak awal bergulir di persidangan. Hakim dinilai sudah bersikap secara prejudice seolah-oleh Trio Pakel tersebut bersalah sebelum ada putusan pengadilan. Sikap tersebut ditunjukkan saat sidang pertama secara daring sampai sidang ke 9 pada 24 Juli 2023.
Ruang sidang banyak dipenuhi aparat kepolisian, sehingga bertentangan dengan Pasal 35 KUHAP. Kejanggalan masih berlanjut saat pihak pengadilan memberi pembatasan pengunjung sidang sehingga bertentangan dengan Pasal 153 ayat (3) KUHAP.
Tidak dijadikannya fakta konflik agraria di Pakel menjadi pertimbangan putusan pengadilan juga terlihat, misalnya pengabaian surat BPN dan keterangan saksi BPN yang menguatkan surat bahwa HGU PT Bumisari semula tidak berada di Pakel. Padahal surat BPN tersebut menunjukkan bahwa benar ada sengketa atau konflik agraria yang harusnya diselesaikan terlebih dahulu.
Baca Juga: Keindahan Langit Indonesia Jadi Peluang Pengembangan Astrowisata
Discussion about this post