Wanaloka.com – Pada tahun 2016, Dosen Astronomi Institut Teknologi Bandung (ITB), Dr. Chatief Kunjaya mulai berpikir untuk mengembangkan astrowisata. Yakni kegiatan yang melibatkan benda langit sebagai objek keindahan, baik natural maupun buatan.
“Ide itu muncul karena banyak turis asing yang berkunjung ke Indonesia untuk melihat gerhana,” kata Chatief dalam talkshow bertema “Uncover the Treasures of the Sky, Astro-Tourism in Indonesia and its Future Potensial” untuk memperingati World Space Week 2023 yang diadakan Astara Ganesha (AstaGa) 2023 di Ruang Seminar FSRD, ITB Kampus Ganesha pda 30 September 2023.
Kegiatan astrowisata itu pun,sebenarnya sudah ada sejak lama. Namun sebatas dalam bentuk kunjungan atau public outreach. Dan banyak hal yang harus dipersiapkan untuk menggelar astrowisata, terutama pada infrastruktur serta regulasinya.
Baca Juga: BMKG Ajak Global Kolaborasi Pengamatan Laut Demi Informasi Cuaca yang Akurat
Berdasarkan pada ilmu pengetahuan dan data, Chatief mulai memetakan daerah-daerah yang berpotensi. Semisal, daerah di Indonesia yang berpotensi memiliki langit cerah, misalnya daerah Nusa Tenggara Timur. Sedangkan salah satu tempat yang berpotensi tinggi mempunyai langit yang cerah adalah Pulau Sabu.
Pulau Sabu memiliki 75 persen hari cerah selama satu tahun. Pulau tersebut juga memiliki langit yang gelap sehingga bisa melihat Galaksi Bima Sakti dengan jelas. Namun, akses menuju pulau masih sulit dan hanya ada perahu sebagai alat transportasinya.
“Pulau Sabu ini punya potensi sebagai astrowisata dan observatorium”, ujar Chatief.
Baca Juga: Terinspirasi Yin Yang, Tim Kuya Sigma ITB Raih Sertifikat Tahan Gempa
Pengembangan astrowisata di Indonesia tentu tak luput dari tantangan. Langit yang gelap perlu dilindungi dengan regulasi dan peraturan daerah agar tidak terjadi polusi cahaya. Begitu juga dengan akses menuju lokasi yang sulit, serta banyak daerah di Indonesia yang tinggi curah hujan dan tutupan awannya, misalnya di pegunungan Papua.
Chatief membeberkan beberapa inspirasi kegiatan astrowisata yang dianggap menarik. Seperti langit yang bermandikan cahaya bintang. Bentuk astrowisatanya adalah melakukan pengamatan langit malam di pantai.
Belum banyak yang menganggap keindahan langit menajdi potensi karena orang-orang tidak tahu keindahan langit, belum pernah melihat langit yang indah karena tertutup polusi cahaya, terutama di kota-kota besar.
Baca Juga: Perusahaan Tambang Nikel Gugat UU 27 Tahun 2007, Walhi: Ancaman Kelangsungan Hidup Pulau Kecil
“Di Kupang, kita bisa melihat banyak bintang di langit. Bahkan bisa melihat Galaksi Bima Sakti yang membentang hingga setengah lingkaran,” tutur Chatief.
Ide lainnya mengenai astrowisata adalah pengamatan Gerhana Matahari dan hari tanpa bayangan di setiap kota yang berbeda di Indonesia. Astrowista juga bisa dikembangakan di daerah tengah kota, seperti yang dilakukan Founder Imahnoong, Hendro Setyanto yang berfokus pada astrowisata buatan. Hal lain adalah memanfaatkan objek sejarah yang memiliki aspek astronomi, seperti Candi Borobudur.
Discussion about this post