Wanaloka.com – Transformasi teknologi informasi menjadi tantangan media massa di tengah tren influencer, buzzer serta misinformasi dan disinformasi di ruang publik.
Masalah tersebut menjadi satu dari sejumlah bahasan yang di ketengahkan dalam acara Trusted Media Summit 2022 Sesi Indonesia yang digelar Google News Initiative (GNI) dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) di Prime Plaza Sanur Hotel, Denpasar, Bali pada Rabu, 21 September 2022.
Kegiatan ini mempertemukan lebih dari 150 para pemangku kepentingan (multistakeholder) media membahas pelbagai tantangan media di era digital dan menemukan solusi-solusinya. Trusted Media Summit 2022 dihadiri unsur pemerintah, Dewan Pers, asosiasi jurnalis, platform media sosial, akademisi, pers mahasiswa, pengelola media, komunitas dan NGO. Acara ini menjadi rangkaian Trusted Media Summit Asia Pasifik yang digelar secara daring pada 20 September 2022.
Sejumlah topik krusial mulai tren disinformasi politik yang melibatkan influencer, buzzer; bagaimana memulihkan kepercayaan publik terhadap media, hingga masa depan jurnalisme dan media alternatif.
Baca Juga: Farid Purna Bakti: Atasi Persoalan Lingkungan dan Energi dengan Teknologi Bahtera Nabi Nuh
Sekretaris Jenderal AJI Indonesia, Ika Ningtyas mengatakan tantangan media di era digital semakin kompleks antara lain, menghadapi masifnya misinformasi dan disinformasi, mencari model bisnis yang tepat untuk bertahan, kepercayaan publik yang menurun dibandingkan media sosial, serta masalah etik dan kualitas jurnalisme.
Di sisi lain, secara eksternal, media dan jurnalis harus menghadapi tekanan dan represi dalam bentuk regulasi seperti UU ITE, Permenkominfo 5/2022 dan rencana pengesahan RKUHP. Ancaman lainnya berupa kekerasan fisik, psikis, digital dan pelecehan seksual. Praktik impunitas terhadap pelaku kejahatan terhadap media dan jurnalis juga belum berakhir. AJI mencatat ada 32 kekerasan beragam bentuk yang menimpa jurnalis di Tanah Air sejak Januari-September 2022.
“Tantangan internal dan eksternal ini harus menjadi perhatian bersama. Tanpa perlindungan terhadap kerja-kerja media dan jurnalis, demokrasi akan mati,” kata Ika dalam siaran pers AJI Indonesia.
Baca Juga: Mengembalikan Orangutan Tapanuli dari Desa Mardame ke Hutan Lindung Batang Toru
Untuk memerangi misinformasi dan disinformasi, AJI Indonesia sejak 2018 telah mendorong ekosistem pemeriksaan fakta melalui training cek fakta dan literasi digital terhadap 30 ribu jurnalis, persma dan akademisi; mengembangkan modul literasi digital untuk perguruan tinggi, dan saat ini berupaya memperkuat kolaborasi dan perlindungan pemeriksa fakta dalam menghadapi Pemilu 2024.
Discussion about this post