Rabu, 18 Juni 2025
wanaloka.com
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video
No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video
No Result
View All Result
wanaloka.com
No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video

Walhi Seluruh Indonesia Desak Jokowi Cabut PP Ekspor Pasir Laut

Penerbitan aturan yang berpotensi merusak lingkungan kian bertambah. Terbaru, PP yang membolehkan ekspor pasir laut. Untung negara lain, buntung negeri sendiri.

Jumat, 2 Juni 2023
A A
Reklamasi di Teluk Jakarta. Foto bantuanhukum.or.id.

Reklamasi di Teluk Jakarta. Foto bantuanhukum.or.id.

Share on FacebookShare on Twitter

Wanaloka.com – Pertengahan Mei 2023 lalu, Presiden Joko Widodo telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. PP tersebut dinilai Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Nasional dan 28 Eksekutif Daerah Walhi se-Indonesia menggambarkan wajah asli Pemerintah Indonesia yang gemar berburu keuntungan ekonomi jangka pendek. Namun mengorbankan kelestarian pesisir, laut, dan pulau kecil dalam jangka panjang.

“Jokowi telah menerbitkan aturan yang akan melanggengkan krisis ekologis, terutama di kawasan pesisir, laut dan pulau-pulau kecil,” demikian pernyataan Walhi dalam siaran pers tertanggal 31 Mei 2023.

Aturan tersebut senyampang dengan aturan-aturan lain yang telah diterbitkan yang berpotensi merusak lingkungan. Seperti UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, serta UU 26 Tahun 2023 Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.

Baca Juga: Inggris akan Investasi Industri Baterai Listrik di Bantaeng Sulawesi

PP tersebut juga membuka topeng pemerintah Indonesia yang selama ini selalu menyampaikan komitmen di berbagai forum internasional untuk menjaga kesehatan dan keselamatan laut Indonesia. Bahwa patut diduga komitmen di forum internasional itu hanya narasi indah di atas podium semata.

Dalam catatan Walhi, penerbitan PP tersebut merupakan langkah mundur jauh ke belakang dalam konteks perlindungan dan pengelolaan sumber daya pesisir dan laut Indonesia. Termasuk perlindungan wilayah tangkap nelayan yang merupakan produsen pangan laut utama di Indonesia.

Ancaman Krisis Iklim di Pesisir
Saat ini, masyarakat pesisir di Indonesia sedang berhadapan dengan ancaman dampak buruk krisis iklim berupa desa-desa pesisir yang tenggelam. Termasuk pulau-pulau kecil di Indonesia yang tenggelam akibat kenaikan air laut. Tren global kenaikan air laut adalah 0,8–1 meter.

Baca Juga: Hatam 2023, Jatam: Industri Tambang Berkedok Transisi Energi Menguat

Walhi juga telah menyampaikan informasi kepada masyarakat luas, bahwa sebanyak 115 pulau kecil di perairan dalam Indonesia dan 83 pulau kecil terluar (terdepan) akan tenggelam akibat kenaikan air laut pada masa mendatang. Artinya, penerapan PP tersebut mempercepat desa-desa pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia teggelam.

Pengalaman di berbagai tempat yang didampingi Walhi menunjukkan tambang pasir laut memberikan dampak buruk. Di Kepulauan Seribu misalnya, telah ada enam pulau kecil tenggelam akibat ditambang untuk kepentingan reklamasi di Teluk Jakarta. Di Pulau Kodingareng, Sulawesi Selatan, tambang pasir laut telah mengakibatkan air laut keruh. Banyak nelayan telah menjual perahu milik mereka untuk menyambung hidup karena ombak semakin meninggi.

Sebelum ada aktivitas tambang pasir laut, ketinggian ombak hanya mencapai sekitar satu meter. Usai penambangan ketinggian ombak hingga tiga meter. Nelayan juga kesulitan menghadapi arus ombak yang datang tanpa jeda, sehingga menyulitkan mereka mencari ikan di perairan tersebut. Perubahan arus ombak di sekitaran perairan yang telah ditambang dapat menimbulkan kecelakaan sesama nelayan dan menenggelamkan perahu saat melaut. Beberapa nelayan juga telah meninggalkan kampung halaman beserta istri dan anak untuk menyambung hidup.

Baca Juga: Gempa Dangkal di Pantai Barat Sumatera Dirasakan hingga IV MMI

Di Pulau Rupat Riau, tambang pasir laut telah mempercepat abrasi kawasan pesisirnya serta membuat nelayan semakin sulit menangkap ikan. Di Lombok Timur, nelayan-nelayan yang terdampak tambang pasir laut untuk reklamasi Teluk Benoa, Bali, harus melaut sampai ke perairan Sumba.

“Artinya, penerbitan PP 26 Tahun 2023 akan memperburuk kehidupan masyarakat pesisir, terutama nelayan dan perempuan nelayan, serta semakin memiskinkan mereka,” tegas Walhi.

PP Bias Kepentingan Bisnis
Substansi PP 26 Tahun 2023 tersebut dinilai Walhi bias kepentingan bisnis. Pasal 9 ayat 2 disebutkan bahwa “Pemanfaatan hasil sedimentasi di laut berupa pasir laut digunakan untuk: a. reklamasi di dalam negeri; b. pembangunan infrastruktur pemerintah; c. pembangunan prasarana oleh pelaku usaha; dan/atau d. ekspor sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Baca Juga: Peringati Hari Jamu 2023 dengan Menanam hingga Menyeduh Jamu

Pada Pasal 10 disebutkan bahwa “Pelaku Usaha yang akan melakukan pembersihan hasil sedimentasi di laut dan pemanfaatan hasil sedimentasi di laut wajib memiliki Izin pemanfaatan pasir laut.” Selain itu, Pasal 20, disebutkan bahwa PP penambangan pasir laut ditujukan untuk mendapatkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di bidang kelautan dan perikanan.

Terkait

Page 1 of 2
12Next
Tags: ekspor pasir lautkrisis ekologimasyarakat pesisirmoratorium permanenPP Nomor 26 Tahun 2023PP Pengelolaan Hasil Sedimentasi di LautPresiden Joko WidodoWalhi Nasional

Editor

Next Post
Ilustrasi pertambangan. Foto keesstes/pixabay.com.

Hasil Investigasi Global, Ekspor Pasir Laut Merusak Lingkungan dan Langgar HAM

Discussion about this post

TERKINI

  • Dua perempuan menanam padi di sawah. Foto Wanaloka.com.Teknik Alternate Wetting and Drying Hasilkan Padi Berkualitas dan Rendah Karbon
    In IPTEK
    Senin, 16 Juni 2025
  • Ilustrasi emisi karbon akibat deforestasi. Foto bones64/pixabay.comDokumen Second NDC Disusun, Menhut Minta Lebih Realistis dan Teknokratis
    In News
    Senin, 16 Juni 2025
  • Peneliti Pusat Studi Satwa Primata (PSSP) IPB University, Maryati Surya. Foto Dok. IPB University.Maryati Surya, Tupai dan Bajing Itu Tak Sama
    In Sosok
    Minggu, 15 Juni 2025
  • Peresmian Gedung Backup Sistem Peringatan Dini Multi Bahaya BMKG di Badung, Bali, 14 Juni 2025. Foto Dok. BMKG.Gedung Backup Sistem Peringatan Dini Multi Bahaya Beroperasi 24 Jam Merespons Bencana
    In IPTEK
    Minggu, 15 Juni 2025
  • Keindahan pemandangan lautan di Raja Ampat, Ppaua Barat Daya. Foto Dok. Kemenpar.Pro Kontra Isu Tambang Nikel, Kemenpar Sebut Raja Ampat Aman Dikunjungi
    In Traveling
    Sabtu, 14 Juni 2025
wanaloka.com

©2025 Wanaloka Media

  • Tentang
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber

No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video

©2025 Wanaloka Media