Wanaloka.com – Deforestasi hutan Indonesia yang terjadi dalam beberapa dekade belakangan ini membuat luasan hutan maupun kualitas hutan semakin turun. Hutan pun tidak lagi mampu memenuhi kebutuhan kayu yang dibutuhkan.
Optimalisasi kayu menjadi bahan baku, pemilihan material yang tepat, inovasi teknologi dan produk berbasis kayu diharapkan akan mampu meningkatkan nilai tambah hasil hutan. Sekaligus dapat menurunkan tekanan pada hutan sebagai bagian dari upaya mendukung pembangunan hutan berkelanjutan.
Demikian Dosen Fakultas Kehutanan UGM, Prof. Widyanto Dwi Nugroho menyampaikan dalam pidato pengukuhan jabatan Guru Besar Bidang Ilmu Kayu Fakultas Kehutanan UGM di Balai Senat, Selasa, 21 Mei 2025.
Baca juga: Data Global Forest Watch, Kebakaran Jadi Penyebab Kehilangan Hutan Terbesar 2024
Dalam pidatonya yang berjudul “Peran Ilmu Kayu dalam Pembangunan Kehutanan Tropis Berkelanjutan”, Widyanto mengatakan Indonesia merupakan negara yang memiliki hutan hujan tropis terbesar ketiga setelah Brasil dan Kongo. Sebanyak 63 persen wilayah daratannya atau sekitar 120,4 juta hektare ditetapkan sebagai kawasan hutan dengan tingkat keragaman hayati yang tinggi.
Hanya saja, upaya pengelolaan hutan secara berkelanjutan dengan mengedepankan prinsip-prinsip keseimbangan antara aspek ekosistem, ekonomi maupun sosial selalu menghadapi berbagai macam tantangan.
“Ilmu kayu memiliki peran strategis untuk menjawab tantangan pembangunan hutan yang berkelanjutan. Perannya juga diharapkan dapat mendukung peningkatan nilai tambah hasil hutan dan keberlanjutan industri hasil hutan,” terang dia.
Baca juga: Lebah, Aktor Kunci Sistem Pertanian Berkelanjutan
Widyanto berpandangan untuk mewujudkan pembangunan kehutanan tropis berkelanjutan, termasuk meningkatkan nilai tambah hasil hutan diperlukan kesadaran pengetahuan soal kayu, pohon dan hutan. Sebab, keberadaan hutan tak bisa dilepaskan dari keberadaan pohon dan kayu.
Oleh sebab itu, kayu tidak bisa sekadar dipandang sebagai produk hutan atau bahan baku saja.
Discussion about this post