Senin, 22 Desember 2025
wanaloka.com
  • Home
  • Indepth
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video
No Result
View All Result
  • Home
  • Indepth
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video
No Result
View All Result
wanaloka.com
No Result
View All Result
  • Home
  • Indepth
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video

Anna Fatchiya, Program Adaptasi Dampak Perubahan Ikim Gagal Tanpa Libatkan Perempuan Petani

Penelitiannya menunjukkan penyuluhan pertanian sebagai ujung tombak pembangunan di pedesaan belum sepenuhnya responsif gender, seperti hanya mengundang petani laki-laki sehingga pengambilan keputusan didominasi laki-laki.

Jumat, 2 Mei 2025
A A
Guru Besar Penyuluhan Gender IPB University, Prof. Anna Fatchiya. Foto Dok. IPB University.

Guru Besar Penyuluhan Gender IPB University, Prof. Anna Fatchiya. Foto Dok. IPB University.

Share on FacebookShare on Twitter

Wanaloka.com – Selama ini, peran sentral perempuan dalam sektor pertanian sangat penting, namun tidak tampak. Kontribusi signifikan perempuan tani sering kali tertutupi dominasi laki-laki dalam forum-forum pengambilan keputusan.

Perencanaan dan pelaksanaan sampai evaluasi program pembangunan lebih melibatkan laki-laki, sehingga kebutuhan dan masalah yang dihadapi perempuan kurang terakomodasi. Akibatnya, tak jarang program-program pemerintah di bidang pertanian menunjukkan bias gender.

“Istilah seperti ‘buta gender’ atau ‘tidak responsif gender’ muncul untuk menggambarkan kondisi ini, yang dipengaruhi oleh budaya patriarki yang masih kuat,” ujar Guru Besar Penyuluhan Gender IPB University, Prof. Anna Fatchiya.

Baca juga: Menolak Tambang, Masyarakat Adat Halmahera Timur Alami Represi Polisi

Secara garis besar, peran perempuan dalam rumah tangga petani terbagi menjadi tiga. Peran peran reproduksi (perawatan dan pekerjaan domestik), peran produksi (terlibat dalam seluruh siklus usaha tani, pengambilan keputusan dan pengelolaan keuangan), serta peran sosial (aktif dalam kelompok tani, koperasi desa, posyandu, dan kegiatan kemasyarakatan lainnya).

Isu perempuan petani yang menjadi kepala rumah tangga juga sering terabaikan. Kelompok tani cenderung didominasi kepala rumah tangga laki-laki, meskipun banyak perempuan yang menjadi tulang punggung keluarga.

Penelitian yang dilakukannya menunjukkan penyuluhan pertanian sebagai ujung tombak pembangunan di pedesaan belum sepenuhnya responsif gender. Misalnya, hanya mengundang petani laki-laki dan pengambilan keputusan didominasi laki-laki.

Baca juga: Neng Eem, Nasib Masyarakat Adat Terlunta-lunta di Tanah Sendiri

“Padahal, perempuan seharusnya memiliki akses informasi dan sumber daya lain, berpartisipasi, dan turut mengontrol yang sama dalam program-program pembangunan, serta mendapatkan manfaat yang adil,” ucap dia.

Perempuan dan perubahan iklim

Dalam konteks perubahan iklim, peran perempuan menjadi semakin vital. Anna menegaskan, program-program untuk meningkatkan adaptasi dan resiliensi petani atas dampak perubahan iklim akan gagal jika tidak melibatkan perempuan.

Sebagai contoh, keputusan terkait perubahan pengelolaan usaha tani seperti penentuan pembelian bibit yang tahan dari dampak perubahan iklim, penggunaan modal usaha, dan lain-lain umumnya berada di tangan istri. Dengan demikian keterlibatan mereka dalam penyuluhan menjadi sangat penting.

Baca juga: Bulan Purnama, Waspada Potensi Banjir Rob di Pesisir Surabaya Hingga 5 Mei 2025

“Perempuan menjadi pihak yang paling terdampak kegagalan panen dan kesulitan ekonomi keluarga. Bukan sekali dua kali mereka menjadi yang terakhir dalam menikmati sumber daya keluarga,” tegas dia.

Di sisi lain, Anna menambahkan, kondisi ketidaksetaraan gender dan pandangan negatif terhadap kemampuan kepemimpinan juga kerap menghambat partisipasi dan suara perempuan.

“Pemberdayaan perempuan dan pengakuan atas kontribusi mereka yang tidak terlihat menjadi sangat penting dalam pembangunan pertanian yang inklusif dan berkelanjutan,” ucap Dosen Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia (Fema) IPB University.

Baca juga: Ada 15 Titik Semburan Lumpur Panas Muncul di Mandailing Natal

Terkait

Page 1 of 2
12Next
Tags: bias genderFakultas Ekologi Manusia IPB Universityperempuan petaniperubahan iklimProf. Anna Fatchiya

Editor

Next Post
Kantung semar, salah satu tanaman khas Indonesia. Foto ambquinn/pixabay.com.

Ada Keberlanjutan Ekonomi Masyarakat dari Dampak Konservasi Kekayaan Hayati

Discussion about this post

TERKINI

  • Masyarakat adat Awyu, Papua mengajukan permohonan kasasi ke MA terkait upaya mempertahankan kelestarian hutan Papua. Foto Dok. Walhi Papua.Walhi Papua Tolak Rencana Prabowo Buka Perkebunan Sawit di Papua
    In News
    Rabu, 17 Desember 2025
  • Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) di kawasan Taman Nasional Baluran, Situbondo, Jawa Timur. Foto Soetana Hasby/Wanaloka.com.Terancam Punah, DIY Didesak Terbitkan Larangan Perdagangan Monyet Ekor Panjang
    In News
    Selasa, 16 Desember 2025
  • Evakuasi warga terdampak banjir di Bali pada Minggu, 14 Desember 2025. Foto BNPB.Banjir di Bali Menewaskan Seorang Turis Mancanegara
    In Bencana
    Senin, 15 Desember 2025
  • Penanganan darurat bencana Sumatra, pengerukan Sungai Aek Doras, Kota Sibolga, Sumatra Utara. Foto BNPB.Bencana Sumatra, Korban Tewas Mencapai Seribu Lebih
    In Bencana
    Senin, 15 Desember 2025
  • FAMM Indonesia bersama Kaoem Telapak menggelar "FAMM Fest: mempertemukan Suara, Seni, dan Rasa" di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, dalam rangka peringatan 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 HAKTP) pada 10 Desember 2025.Perempuan di Garis Depan Krisis Ekologis
    In News
    Sabtu, 13 Desember 2025
wanaloka.com

©2025 Wanaloka Media

  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber

No Result
View All Result
  • Home
  • Indepth
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video

©2025 Wanaloka Media